Marak Figur Perempuan di Kontestasi Pilkada, Ini Peluang dan Tantangannya

  • Bagikan
Pengamat politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Rizal Fauzi

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 menghadirkan dinamika baru dengan semakin banyaknya calon perempuan yang ikut terlibat, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Partisipasi para srikandi dalam perhelatan politik ini menambah warna tersendiri dalam pelaksanaan Pilkada tahun ini. Meskipun menurut sebagian orang memiliki kelebihan dan kekurangan.

Pengamat politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Rizal Fauzi menilai, kehadiran perempuan dalam kontestasi politik memiliki kelebihan tersendiri.

Menurutnya, pemimpin perempuan sering kali lebih mudah diterima di kalangan masyarakat, terutama di kalangan ibu-ibu dan generasi muda.

“Mereka cenderung lebih cepat diterima oleh masyarakat dibandingkan dengan calon laki-laki,” kata Rizal, Jumat (11/10/2024).

Rizal mengatakan, salah satu alasan mengapa pemimpin perempuan lebih mudah diterima adalah karena mereka dianggap lebih mudah bergaul dan berinteraksi, terutama dengan kelompok-kelompok masyarakat yang lebih intim seperti ibu-ibu rumah tangga.

“(Kandidat perempuan) Memiliki kemampuan mereka untuk bercanda dan berinteraksi lebih akrab, terutama di lingkungan dapur atau tempat-tempat komunitas ibu-ibu,” sebutannya.

Hanya saja, menurut Rizal ada tantangan yang juga dihadapi calon kepala daerah perempuan, khususnya di daerah-daerah yang memiliki tingkat religiusitas tinggi.

Di wilayah-wilayah seperti ini, kata Rizal, pemimpin perempuan yang menempati posisi puncak atau kosong satu calon kepala daerah kerap kurang diterima oleh sebagian elite atau tokoh masyarakat.

"Di beberapa daerah dengan nilai-nilai patriarki yang kuat, masih ada anggapan bahwa kepemimpinan perempuan belum sepenuhnya diterima. Masyarakat religius di daerah-daerah ini cenderung lebih mendukung calon laki-laki jika masih ada yang memiliki kapasitas,” jelasnya.

Namun untuk posisi kosong dua wakil kepala daerah, lanjut Rizal, calon perempuan cenderung lebih bisa diterima dan diapresiasi. Kombinasi antara pemimpin laki-laki dan wakil perempuan dinilai lebih ideal oleh banyak pihak, baik dari sisi representasi gender maupun kapabilitas.

“Pemimpin laki-laki dan perempuan sebagai kombinasi itu sering dianggap lebih baik. Ada plus minus di sini. Tapi kalau calon perempuan di posisi kosong satu, mereka sering kali kurang diterima di wilayah dengan budaya patriarki yang kuat,” terangnya.

Di sisi lain, Rizal juga mengakui bahwa secara umum, pemimpin perempuan lebih mudah membangun jaringan dan interaksi dengan masyarakat, terutama di kalangan perempuan.

"Sesama perempuan biasanya lebih mudah memperjuangkan kepentingan perempuan. Ini menjadi salah satu kelebihan yang dimiliki calon perempuan," tambahnya. (Isak/B)

  • Bagikan

Exit mobile version