Kondisi ini membuat mereka tidak tenang bekerja di perantauan. Anak mereka juga masih trauma dan takut pergi ke sekolah, terutama karena harus melewati rumah pelaku yang juga merupakan tempat kejadian pelecehan.
Pendamping YESMA, Yurni Somalinggi, turut menambahkan bahwa pihak kepolisian seolah tidak serius dalam menangani kasus ini.
"Sampai sekarang pelaku belum ditangkap, sementara korban masih trauma dan takut untuk pergi ke sekolah," ungkap Yurni.
Keluarga korban semakin resah, hingga orang tua korban harus kembali dari luar daerah untuk terus mempertanyakan perkembangan kasus ini dan meredam kekhawatiran keluarga besar yang merasa gelisah karena tersangka belum juga diamankan.
Sementara itu, Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Torut, Anton Lembang, menjelaskan bahwa kasus ini telah dilaporkan sejak 16 Juli 2024. Setelah memeriksa saksi, mendatangi tempat kejadian perkara (TKP), dan mengumpulkan barang bukti, penyidik telah menetapkan pelaku sebagai tersangka.
Namun, hingga kini pelaku melarikan diri dan belum diketahui keberadaannya. Anton menegaskan bahwa pelaku telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polres Torut, dan pihaknya akan terus berupaya mencari serta menangkap pelaku.
"Setelah menerima laporan, kami memeriksa saksi, mendatangi TKP, dan mengumpulkan barang bukti. Setelah bukti mencukupi, kami meningkatkan status kasus menjadi penyidikan. Namun, pelaku melarikan diri, dan kami terus melakukan pencarian," jelas Anton.
Pelaku akan dijerat dengan Pasal 82 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun. (Cherly)