Tensi Tinggi Pilgub Sulsel

  • Bagikan
rambo/raksul

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Hajatan pemilihan gubernur Sulawesi Selatan memasuki masa-masa krusial. Cuaca kontestasi cenderung mulai memanas. Hal itu terlihat dari banyaknya aduan ke Badan Pengawas Pemilu baik di provinsi maupun di daerah. Dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) hingga dugaan "cawe-cawe" penjabat gubernur Sulsel menggelinding ke meja Bawaslu.

Dua kandidat gubernur juga sudah menjalani pemeriksaan dan klarifikasi. Hari-hari mendatang, bukan tidak mungkin Bawaslu akan lebih disibukkan oleh aduan dari tim hukum pasangan calon. Bila Bawaslu tak cermat memproses semua laporan tersebut dikhawatirkan akan menjadi bola api yang kian lama akan makin membesar.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Profesor Sukri Tamma menjelaskan suhu politik utamanya di tingkat provinsi menjelang hari pemilihan pada 27 November, akan semakin memanas terutama karena hanya ada dua pasangan calon yang bertarung.

Persaingan ketat ini akan semakin meningkat dalam berbagai strategi dari kedua kubu, termasuk langkah saling lapor ke Bawaslu.
Sukri menyebutkan, fenomena saling lapor antara tim hukum kedua pasangan calon ini merupakan langkah yang berfungsi sebagai upaya menegakkan aturan sekaligus menjadi bagian dari strategi untuk mempengaruhi citra publik.

"Semakin mendekati hari pemilihan, suhu semakin hangat. Persaingan tentu semakin sengit dan strategi makin diperkuat. Saya kira salah satunya adalah potensi akan adanya pelanggaran yang semakin bermunculan. Maka, kedua pasang ini akan saling melapor," ujar Sukri kepada Harian Rakyat Sulsel, Selasa (22/10/2024).

Sukri menekankan bahwa laporan yang diajukan masing-masing tim hukum bukan hanya terkait upaya untuk menegakkan keadilan. Di sisi lain, laporan tersebut juga dapat digunakan sebagai taktik untuk menurunkan citra lawan di mata masyarakat.

"Saya kira laporan-laporan ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa tim mereka merasa dirugikan oleh pasangan calon lain. Di sisi lain, laporan ini menjadi bagian dari upaya untuk menurunkan image lawan. Jika seorang kandidat dilaporkan, artinya dia dicurigai melakukan kesalahan dan itu bisa menciptakan kampanye negatif di masyarakat," papar Sukri.

Dalam pertarungan politik yang semakin ketat, menurut Sukri, tim yang melaporkan lebih dulu seringkali dianggap berada di posisi yang lebih baik. Mereka berusaha menunjukkan bahwa ada pelanggaran yang dilakukan oleh pihak lawan dan hal ini memberi kesan bahwa mereka adalah korban dari tindakan tidak adil.

"Bagi yang melapor, tentu saja mereka ingin menunjukkan bahwa mereka berada di posisi yang dirugikan. Ini artinya ada potensi pelanggaran yang mereka anggap telah merugikan mereka, dan dengan melaporkannya, mereka berusaha mengeklaim posisi moral yang lebih tinggi," tutur Sukri.

Namun, di tengah tensi politik yang semakin memanas, peran Bawaslu juga disebut menjadi sangat krusial. Sebagai institusi yang mengawasi proses Pilkada, Bawaslu diharapkan tetap profesional, tegak lurus pada aturan, dan tidak terpengaruh oleh tekanan dari pihak manapun.

"Sebagai institusi pengawas, Bawaslu harus senantiasa tegak lurus pada ketentuan dan aturan. Mereka harus menjalankan tugas secara profesional tanpa ada bias atau kecenderungan yang dapat menguntungkan salah satu pihak. Ini penting untuk menjaga kredibilitas proses Pilkada," ucap Sukri.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas itu mengatakan, bila Bawaslu tidak berhati-hati sehingga terdapat potensi ketidakadilan, maka dapat menciptakan ketegangan politik. Sebab, kata dia, dengan persaingan yang hanya melibatkan dua pasangan calon, segala tindakan yang dianggap menguntungkan satu pihak bisa dengan cepat dianggap merugikan pihak lain.

"Pilgub Sulsel hanya memiliki dua pasangan calon dan karena persaingannya begitu ketat, setiap langkah yang diambil bisa berdampak besar. Jika ada kecenderungan atau potensi bias, hal itu bisa sangat merugikan salah satu paslon. Karena itu, Bawaslu harus betul-betul berpegang teguh pada ketentuan yang ada," bebernya.

Dekan Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas itu juga mengingatkan bahwa tensi politik yang semakin tinggi menjelang hari pemilihan akan memperbesar tekanan terhadap Bawaslu. Oleh karena itu, Bawaslu harus benar-benar konsisten dalam menjalankan tugasnya untuk memastikan bahwa Pilkada berjalan dengan adil dan transparan.

"Tekanan terhadap Bawaslu pasti akan semakin besar, apalagi Sulsel ini hanya memiliki dua pasangan calon. Karena persaingan semakin ketat, suhu politik juga semakin panas. Bawaslu harus tetap berpedoman pada ketentuan yang ada dan serius dalam menjalankan fungsinya," ujar dia.

Ia juga menyoroti masyarakat Sulsel semakin terpolarisasi dalam mendukung kedua pasangan calon ini. Dengan hanya dua pilihan, masyarakat dihadapkan pada opsi yang sangat terbatas dan membuat persaingan semakin sengit.

"Jika melihat kecenderungan di masyarakat, mereka hanya punya dua pilihan. Jadi persaingan akan semakin mendorong hangatnya suhu politik menjelang 27 November. Di sinilah peran Bawaslu sangat penting," imbuh Sukri.

Sukri juga menekankan pentingnya netralitas Bawaslu untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu. Menurutnya, jika Bawaslu mampu bertindak profesional dan adil, maka legitimasi Pilkada Sulsel akan tetap terjaga.

"Netralitas Bawaslu adalah kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses pilkada. Jika mereka bisa menjalankan tugasnya dengan baik, maka hasil pilkada akan lebih diterima oleh semua pihak," ucap Sukri.

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto melihat aksi lapor-melapor seperti ini sudah menjadi bagian gerakan politik elektoral.

"Tentu eskalasi kompetisi Pilgub akan semakin menghangat mendekati hari pemilihan. Bagaimanapun paslon dan tim pemenangannya ingin merebut, mempertahankan hingga memperluas dukungan, dalam waktu yang semakin terbatas ini," kata dia.

Dirinya menyebutkan aksi dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh kontestan sebenarnya juga sedang menguji resiliensi atau daya tahan aturan dan institusi demokrasi. "Apakah regulasi maupun institusi penyelenggara betul-betul kokoh dan profesional dalam mengawal tahapan Pilkada," imbuh Luhur.

Andi Luhur juga melihat kepatuhan dan inisiatif kontestan melaporkan dugaan pelanggaran cerminan kepercayaan. "Tetapi sekaligus ujian bagi profesionalitas dan integritas institusi Bawaslu," tuturnya.

Andi Luhur pun berharap kepada Bawaslu perlu merespons laporan secara proporsional dan profesional. Sikap profesional institusi Bawaslu akan membangun kepercayaan pada kontestan, tim pemenangan dan pemilih akan semakin baik.

"Sehingga kerja pencegahan dan penindakan bisa terus berjalan baik. Tetapi sebaliknya, tindakan yg tidak profesional dan tidak berintegritas akan membawa dampak pada apatisme dan rendahnya partisipasi publik dalam pengawasan Pilkada," kata Luhur.

Pj Gubenur Sulsel Dilapor

Untuk kedua kalinya, tim hukum Danny Pomanto-Azhar Arsyad kembali melaporkan Penjabat Gubernur Sulsel, Zudan Arif Fakrulloh ke Bawaslu Sulsel. Laporan itu mengenai penunjukan Irwan Adnan, sebagai Penjabat Sekretaris Daerah Kota Makassar. Sebelumnya, Zudan juga dilaporkan mengenai dugaan netralitas ASN pada acara jalan sehat sebagai rangkaian HUT Sulsel, dua pekan lalu.
"Kami melaporkan Pj Gubernur Sulsel karena menunjuk Pj Sekda Kota Makassar yang diduga terafiliasi dengan partai politik," ujar Ketua Tim Hukum DIA, Ahmad Rianto.

Selain dugaan terafiliasi dengan partai politik (parpol), Irwan Adnan juga disebut sebelumnya telah mengundurkan diri sebagai ASN dan secara terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap paslon nomor urut dua Gubernur-Wakil Gubernur Sulsel, Andi Sudirman-Fatmawati Rusdi.

Pengunduran diri Irwan Adnan sebagai ASN diketahui berkaitan saat ingin maju sebagai Bakal Calon Wali Kota Makassar 2024, namun pada akhirnya tidak jadi mencalonkan. Sementara dugaan Irwan Adnan menyatakan dukungannya kepada Sudirman-Fatma, kata Ahmad Rianto, itu diumumkan pada September 2024 melalui relawannya "Pakintaki" yang diketahui berafiliasi dengan paslon tersebut.

Ahmad Rianto menjelaskan, dalam pelaporan ini ada empat orang yang dilaporkan pihaknya. Selain Pj Gubernur Sulsel, Prof Zudan dan Pj Sekda Kota Makassar, Irwan Adnan, Tim Hukum DIA juga turut melaporkan Pj Wali Kota Makassar, Andi Arwin Azis dan calon Wakil Gubernur Sulsel, Fatmawati Rusdi.

Untuk Andi Arwin Azis, dilaporkan karena melantik Irwan Adnan sebagai Pj Sekda Kota Makassar yang dinilai bermasalah, sementara Fatmawati Rusdi dilaporkan karena disebut sebagai orang yang diuntungkan dalam pelantikan tersebut.

"Jadi alasan kami melaporkan keempat orang ini karena kami melihat adalah pelantikan Pj Sekda Kota Makassar ini adalah upaya untuk bagaimana menguntungkan paslon (gubernur) nomor urut dua itu dalam perhelatan di Pilkada 2024 ini," ungkap Ahmad Rianto.
Ketua Partai Buruh Sulsel itu juga menuding Pj Gubernur Sulsel secara terang-terangan ikut "cawe-cawe" dalam Pilkada Sulsel. Untuk itu, ia meminta kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Kabinet Merah Putih, Prabowo-Gibran untuk sesegera mungkin melakukan penggantian PJ Gubernur Sulsel, Prof Zudan.

"Kuat dugaan kami Pj Gubernur Sulsel itu memang cawe-cawe di dalam Pilkada Sulsel karena indikasinya sangat kua, ini adalah laporan kami yang kedua. Pelantikan Pj Sekda ini dia menunjuk karena dalam aturan Permendagri Nomor 91 tahun 2019, Pj Gubernur menunjuk pelaksana tugas, tidak ada pemilihan di situ," kata dia.

Terpisah, Koordinator Penyidik Sentra Gakkumdu Sulsel Rahmat Hidayat membenarkan, pihaknya telah menerima laporan tim hukum calon Gubernur Sulsel nomor urut satu, Danny-Azhar dengan empat orang terlapor.

"Materi laporannya itu adanya dugaan pelantikan pejabat tidak sesuai dengan prosedur pada pasal 71, sesuai dengan aturan Bawaslu kita akan melakukan kajian awal, paling lambat besok apakah ditindaklanjuti atau tidak," kata Rahmat.

Rahmat belum mengambil sikap mengenai laporan tersebut. Dia menyebut pihaknya akan lebih dulu mengkaji laporan tersebut sebelum mengambil langkah selanjutnya.

"Kami akan kajian awal dulu untuk melihat dan menilai materi berikut dengan uraian peristiwa yang mengakibatkan adanya hukum," ujar Rahmat.

Usai Danny, Giliran Sudirman

Sementara itu, Bawaslu Soppeng telah memeriksa Andi Sudirman Sulaiman atas dugan menggunakan fasilitas negara saat jalan santai bersama Pemkab Soppeng untuk memperingati ulang tahun ke-355 Sulsel. Sudirman diperiksa melalui aplikasi Zoom karena yang bersangkutan tengah berada di Jakarta.

Akhir pekan lalu, Bawaslu juga memeriksa Danny Pomanto atas aduan ujaran kebencian saat kampanye di Palopo dan dugaan mengerahkan ASN saat kampanye di Takalar. Danny mendatangi langsung kantor Bawaslu Sulsel untuk memberikan keterangan.
Juru bicara Danny-Azhar Asri Tadda merasa keberatan mengenai perlakuan yang berbeda oleh Bawaslu tersebut. Menurut dia, Bawaslu telah memperlakukan tidak adil di mata hukum pada dua kandidat tersebut.

"Kami memenuhi langsung panggilan Bawaslu. Sedangkan ada calon lain yang difasilitasi melalui Zoom," ujar dia.

Asri mengatakan sikap kepemimpinan Danny Pomanto itu dianggap sebagai pemimpin yang dapat dipercaya dan terbuka bagi publik. Setelah memenuhi undangan dari Bawaslu Sulsel, Wali Kota Makassar dua periode itu langsung melayani pertanyaan dari awak media.

"Setelah diklarifikasi Bawaslu, Danny juga memberi informasi kepada wartawan secara terbuka. Ini adalah ciri pemimpin yang benar-benar terbuka, komunikatif, dan dapat dipercaya," ujar Asri.

Sedangkan juru bicara Sudirman-Fatmawati, Muhammad Ramli Rahmi tak ingin menanggapi serius mengenai pemeriksaan Sudirman. "Itu hal biasa (jika dilaporkan)," imbuh dia.

Ramli mengatakan, pihaknya fokus sosialisasi di 24 kabupaten/kota dan mengupayakan kemenangan pada 27 November nanti.
"Saat ini kami hanya fokus bekerja, sosialisasi dari satu tempat ke tempat lain, bagaimana masyarakat Sulsel bisa memilih Sudirman-Fatma," imbuh dia.

Sementara itu, Bawaslu Sulsel buka suara mengenai tudingan "pilih kasih" atau membeda-bedakan perlakuan saat melakukan pemeriksaan terhadap para terlapor kasus dugaan pelanggaran pilkada. Koordinator Penyidik Sentra Gakkumdu Sulsel Rahmat Hidayat mengatakan pihaknya telah melakukan proses klasifikasi berdasarkan pada aturan yang berlaku.

"Untuk sementara kami tidak bisa berkomentar seperti itu karena memang apa yang kita tangani kita sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan kita," ujar Rahmat.

Ia menjelaskan, alasan pihaknya memeriksa Andi Sudirman melalui zoom dikarenakan terlapor tidak bisa hadir secara langsung memenuhi undangan klarifikasi dikarenakan berada di Jakarta. "Alasannya karena dia berada di luar provinsi, di Jakarta," sebut Rahmat.

Adapun dalam proses pemeriksaan di Bawaslu Sulsel maupun di Gakkumdu, Rahmat secara tegas menyampaikan sudah sesuai aturan. Termasuk, kata dia, proses pemeriksaan secara tertutup pun bisa dilakukan pihaknya jika hal tersebut sedikit krusial.
"Bisa (pemeriksaan tertutup). Jadi dalam peraturan Bawaslu, diatur sepanjang ada hal-hal atau dibutuhkan tertutup bisa dilakukan secara tertutup," imbuh dia.

Hingga saat ini, laporan terkait dengan pelanggaran Pilkada yang masuk di Bawaslu Sulsel sejak tahapan kampanye berlangsung disebut ada 18 laporan dan sebagian masih dalam proses penyelidikan. Sementara dua laporan lainnya sudah naik ke tahap penyidikan. (isak pasa'buan-fahrullah-suryadi/C)

  • Bagikan

Exit mobile version