JENEPONTO, RAKYATSULSEL - Ratusan masyarakat Jeneponto berkumpul di bantaran Sungai Kelara, Belokallong, untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW dalam sebuah acara yang sarat makna, bertajuk "Maudu'na Turatea". Di bawah langit biru dan awan berarak, perayaan ini menjadi perpaduan sempurna antara keindahan alam, nilai keagamaan, dan kearifan lokal.
Sungai Kelara, dengan aliran airnya yang jernih dan tenang, menjadi latar istimewa bagi acara sakral ini. Dikelilingi pohon kelapa dan sukun, suasana teduh dan damai membingkai perayaan yang berlangsung khusyuk sekaligus semarak. Terletak di kawasan jembatan Belokallong, lokasi ini menghubungkan Kota Bontosunggu dengan Empoang dan Balang Toa, hanya sekitar tiga kilometer dari muara sungai menuju Laut Flores.
Sungai ini sendiri berhulu dari Pegunungan Lompobattang dan memiliki panjang sekitar 50 kilometer. Selain menjadi sumber kehidupan, Sungai Kelara merupakan pusat aktivitas masyarakat, termasuk sebagai penyedia air minum yang dikelola PDAM.
Pj. Bupati Jeneponto, Junaedi Bakri, menjadi penggagas Maudu'na Turatea yang digelar di bantaran sungai ini. Acara tersebut menampilkan berbagai elemen tradisi Bugis-Makassar, seperti komunitas "parate" yang mencerminkan kearifan budaya lokal dalam merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Lantunan shalawat dari kelompok Marawis berpadu indah dengan gemericik air, menciptakan harmoni yang menyejukkan jiwa.
Sekitar 60 perahu hias turut memeriahkan suasana, dilengkapi bakul hias dan berbagai aksesoris yang dilombakan. Acara ini juga diwarnai dengan lomba foto dan permainan tradisional a’rabbu bayao (berebut telur), menciptakan suasana yang seru sekaligus penuh keakraban.
Dalam sambutannya, Junaedi Bakri menegaskan pentingnya kembali ke akar budaya dan menjaga harmoni dengan alam.
“Dengan memilih lokasi di bantaran sungai, terdapat kearifan untuk mengembalikan perayaan Maulid Nabi ke akar budaya masyarakat lokal yang memiliki keterikatan kuat dengan alam. Sungai sejak dahulu kala menjadi sumber kehidupan dan pusat aktivitas masyarakat. Melalui perayaan di alam terbuka, diharapkan terjalin keselarasan antara iman dan alam,” jelasnya.
Acara ini juga menjadi momentum untuk mengangkat potensi Sungai Kelara sebagai destinasi wisata. Tidak hanya menghadirkan keindahan alamnya, sungai ini memiliki jeram-jeram potensial di bagian hulu yang membentang di Kecamatan Turatea, termasuk di Desa Mangepong, Langkura, Bontomatene, dan Jombe. Dengan pemandangan eksotis khas pedalaman, lokasi ini layak dipromosikan sebagai spot wisata petualangan.
Maudu'na Turatea bukan sekadar perayaan keagamaan, melainkan ajang untuk memperkuat identitas lokal, meningkatkan kesadaran lingkungan, dan melestarikan budaya. Sungai Kelara menjadi saksi bagaimana nilai-nilai keagamaan menyatu dengan pelestarian lingkungan dan budaya lokal.
Diharapkan, acara ini berkelanjutan dan mampu menarik wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Dengan demikian, potensi wisata ini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar sekaligus memperkuat citra Jeneponto sebagai daerah yang kaya akan tradisi dan keindahan alam.
"Maudu'na Turatea", sebuah romantisme iman, budaya, dan alam yang memberi inspirasi. Semoga langkah ini menjadi awal dari pelestarian tradisi dan lingkungan untuk generasi mendatang. (*)