Laporan Pelanggaran Penyelenggara Pilkada Sulsel Jadi Sorotan

  • Bagikan
ILUSTRASI

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, laporan pelanggaran terkait netralitas semakin marak di beberapa wilayah di Sulawesi Selatan (Sulsel). Laporan tersebut tidak hanya melibatkan peserta Pilkada maupun Aparatur Sipil Negara (ASN), tetapi juga ditujukan kepada penyelenggara pemilu sendiri, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Beberapa daerah di Sulsel, termasuk Palopo, Maros, dan Bulukumba, menjadi perhatian publik setelah sejumlah pejabat di KPU dan Bawaslu dilaporkan karena diduga tidak netral. Dalam kasus yang terjadi di Palopo, tiga komisioner KPU telah ditetapkan sebagai tersangka, sementara dua anggota Bawaslu juga turut dilaporkan dengan dugaan pelanggaran serupa.

Dugaan ketidaknetralan penyelenggara ini menjadi sorotan publik karena dinilai dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses Pilkada. Jika terbukti benar, hal ini tidak hanya mencederai kredibilitas KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu, tetapi juga berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap hasil Pilkada.

Pakar hukum dari Universitas Hasanuddin, Prof Slamet Sampurno Soewondo mengatakan, aturan mengenai netralitas penyelenggara Pemilu sudah cukup jelas. Sebagaimana diketahui jika ditemukan adanya indikasi pelanggaran yang dilakukan penyelenggara bisa dilaporkan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Di mana dalam Pasal 1 ayat 24 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) disebutkan bahwa DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu.

Ia menjelaskan, penyelenggara harus bersikap netral, begitu pula ASN yang turut terlibat dalam proses Pilkada. Sehingga setiap pelanggaran terhadap aturan ini seharusnya dapat segera diproses secara hukum.

"Saya kira aturannya cukup jelas, penyelenggara itu harus netral. Termasuk juga ASN harus netral. Selama dia melakukan pelanggaran atas aturan yang sudah ditetapkan harus dilakukan proses hukum,” ujar Prof Slamet, Senin (28/10/2024).

Prof Slamet juga menjelaskan, dengan adanya laporan yang jelas dan bukti yang memadai, setiap indikasi ketidaknetralan dalam pelaksanaan Pilkada harus segera ditindaklanjuti. Sebab ketidaknetralan penyelenggara Pilkada tidak hanya akan merusak kepercayaan masyarakat, tetapi juga integritas pelaksanaan pemilu itu sendiri. Jika ketidaknetralan ini terbukti, maka kualitas netralitas pemilu akan dipertanyakan.

“Jika penyelenggara terindikasi berpihak pada salah satu calon, maka proses pemilu menjadi tidak fair dan tidak mencerminkan keadilan,” ujarnya.

Namun, Prof Slamet juga mengingatkan agar masyarakat tidak melaporkan penyelenggara Pilkada secara sembarangan atau hanya karena didasari kepentingan politik. Ia menambahkan bahwa semua pelanggaran Pilkada, baik yang dilakukan oleh ASN maupun penyelenggara, harus dibuktikan secara hukum. (Isak/B)

  • Bagikan