MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kemajuan teknologi mendorong berbagai aspek mengalami transformasi digital, tak terkecuali sistem keuangan.
Berbagai kemudahan dihadirkan untuk mengakses sistem keuangan, namun bak dua mata pisau, transformasi digital memiliki kelebihan dan kekurangan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengatur dan pengawas industri jasa keuangan menangkap kondisi tersebut, berbagai upaya dilakukan salah satunya dengan literasi. tujuannya, masyarakat semakin inklusif dari segi keuangan.
Literasi keuangan merupakan elemen penting bagi stabilitas ekonomi dan keuangan. Dalam krisis keuangan, terlihat jelas bahwa keputusan keuangan yang keliru sering disebabkan oleh kurangnya literasi keuangan sehingga mengakibatkan konsekuensi negatif yang luar biasa.
Jika literasi keuangan rendah dapat berakibat pada tingginya tingkat pengaduan di sektor jasa keuangan, pengunaan produk keuangan yang tidak sesuai, pengelolaan keuangan yang tidak optimal, dan banyaknya masyarakat yang terjebak investasi ilegal.
Data OJK menunjukkan, tingkat pengaduan di wilayah Sulampua terbilang cukup tinggi dan di dominasi pengaduan perbankan, Pembiayaan serta pintech, dimana 529 pengaduan di Sulawesi, 34 pengaduan di Maluku dan 51 pengaduan di Papua.
Disamping itu, Inklusi keuangan memiliki peran penting dalam mewujudkan pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan, dan perkembangan ekonomi secara menyeluruh.
Inklusi dan literasi menjadi dua hal yang beririsan. Secara nasional, OJK mencatat literasi keuangan mencapai 65,43 persen, lebih rendah dibandingkan dengan inklusi keuangan diangka 75,02 persen, hal yang sama juga terjadi di Sulampua dimana ada jarak antara literasi dan Inklusi keuangan.