Komisioner KPU Palopo Tak Kompak

  • Bagikan
rambo/raksul

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Trisal Tahir akhirnya lolos dari "lubang jarum" dalam keikutsertaannya sebagai kontestan di pemilihan wali kota Palopo. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Palopo menolak rekomendasi Badan Pengawas Pemilu Palopo yang meminta Trisal Tahir didiskualifikasi dari arena pertarungan akibat terlilit kasus dugaan ijazah palsu.

Meski begitu, komisioner KPU tak satu suara dalam merespons permintaan Bawaslu. Seorang komisioner KPU bersikeras menyatakan rekomendasi Bawaslu patut dilaksanakan. Di lain pihak, Bawaslu Palopo tengah menyiapkan langkah-langkah hukum untuk mengadukan anggota KPU Palopo ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena dinilai telah melanggar kode etik.

Tidak semua anggota KPU Palopo sejalan atas hasil rapat pleno untuk menjawab rekomendasi Bawaslu Kota Palopo yang meminta agar pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palopo, Trisal Tahir-Akhmad Syarifuddin (Trisal-Ome) didiskualifikasi atau dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) untuk ikut sebagai peserta Pilwali. Hasil pleno komisioner menyatakan menolak rekomendasi Bawaslu dan tetap menyatakan Trisal-Akhmad memenuhi syarat untuk maju.

Menurut Ketua KPU Kota Palopo, Irwandi Djumadin dalam konferensi pers di kantor KPU Palopo, Selasa malam (5/11/2024), penolakan atas rekomendasi Bawaslu itu didasarkan pada Pasal 133 Ayat 1 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 tahun 2024. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa dalam hal terdapat pengaduan atau laporan terhadap ketidakbenaran ijazah atau surat tanda tamat belajar calon atau pasangan calon pada salah satu atau semua jenjang pendidikan setelah dilakukan penetapan pasangan calon, KPU Provinsi dan KPU kabupaten/kota meneruskan kepada pihak yang berwenang untuk ditindaklanjuti sampai dengan adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

"Itu dasar hukum kami bersikap. Seperti kita ketahui rekomendasi Bawaslu ini keluar setelah adanya penetapan pasangan calon. Maka dari itu, sesuai amanah pasal 133 ayat 1 PKPU nomor 8 tahun 2024, jika itu terjadi kami meneruskan ke instansi yang berwenang hingga kasus itu punya status tetap dari pengadilan," kata Irwandi.

Hanya saja, pendapat atau dalil yang disampaikan Irwandi dalam konferensi pers tersebut berbeda dengan pendapat salah seorang komisioner KPU Kota Palopo, Hary Zulficar. Hary memilih opsi dissenting opinion saat diminta untuk menentukan pilihan.
Menurut dia, meskipun KPU itu bersifat kolektif-kolegial dalam pengambilan keputusan, namun ada perspektif yang berbeda dalam menafsirkan sesuatu, utamanya pasal-pasal yang ada dalam aturan PKPU.

"Dissenting opinion biasanya muncul ketika terjadi perbedaan pandangan hukum. Setiap orang memiliki perspektif yang beragam dalam menafsirkan suatu permasalahan berdasarkan fakta dan ketentuan hukum," ujar Hary dalam keterangan tertulis yang dilayangkan ke Rakyat Sulsel, Rabu (6/11/2024).

Hary mengatakan, dissenting opinion yang dia buat dilandasi telaah hukum sebagai Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kota Palopo, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dengan berlatar belakang akademisi dan advokat, Hary beranggapan bahwa dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017, Bawaslu memiliki kewenangan memeriksa dugaan pelanggaran administrasi pemilihan.

Untuk itu, KPU Palopo dinilai seharusnya menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Kota Palopo tersebut tanpa harus melakukan pendalaman atas substansi permasalahan yang direkomendasikan oleh Bawaslu sebagai pihak yang berkewenangan memeriksa dugaan pelanggaran administrasi pemilihan.

"KPU wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu tanpa melakukan pemeriksaan substansi dugaan pelanggaran administrasi lagi," tegas Hary.

Selain itu, Hary juga menyatakan bahwa KPU seharusnya hanya melakukan telaah hukum atas rekomendasi tersebut dan membawa hasil telaah tersebut dalam rapat pleno sebagaimana perintah PKPU Nomor 15 Tahun 2024.

Dengan begitu, Hary dalam dissenting opininya menilai keputusan KPU Kota Palopo yaitu perlu mengikuti rekomendasi Bawaslu Kota Palopo, termasuk mencabut berita acara pleno nomor 337 tentang perubahan status bakal calon walikota dan wakil walikota Palopo tahun 2024. Serta mengubah surat keputusan nomor 339 tahun 2024 tentang penetapan calon walikota dan wakil walikota Palopo.

Dalam permasalahan ini, Hary juga menekankan bahwa kandidat yang merasa dirugikan atas putusan tersebut memiliki opsi lain untuk menempuh upaya hukum, seperti mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) guna memperoleh putusan hukum tetap. Langkah ini, menurut dia, berada di luar kewenangan KPU dan merupakan hak kandidat memperjuangkan kepentingannya melalui jalur hukum.

"Bukan KPU yang harus inisiatif ke pihak yang berwenang menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu, itu keliru menurut saya. Dalam memandang hukum, pasti setiap orang memiliki pandangan yang berbeda," imbuh dia.

Bukan itu saja, Hary dalam pendapatnya menjelaskan bahwa Pasal 133 ayat 1 dan 2 Peraturan PKPU Nomor 8 Tahun 2024 hanya digunakan pada saat pendaftaran pasangan calon. Pasal itu, kata dia, juga dalil oleh KPU Kota Palopo untuk tetap menyatakan pasangan Trisal-Akhmad memenuhi syarat dalam Pilwali Palopo 2024.

"Pasal 133 yang saya maknai adalah turunan dari Pasal 130, 131, dan 132 sehingga muncul Pasal 133. Pasal 130 itu terkait pelaksanaan ketentuan pendaftaran," imbuh dia.

Hary menjelaskan, pasal tersebut mengatur proses pendaftaran calon, masa perbaikan, masa administrasi, serta masa verifikasi. Menurutnya, yang dimaksud Bawaslu Kota Palopo dalam rekomendasinya adalah temuan terkait adanya persyaratan pencalonan yang tidak dipenuhi salah satu calon.

"Itu rekomendasi. Kami tidak lagi membahas soal surat tanda tamat belajar, bukan soal sah atau tidaknya ijazah, tapi soal temuan Bawaslu tentang adanya unsur syarat pencalonan yang tidak dipenuhi salah satu calon," kata Hary.

Sekedar diketahui, Bawaslu Kota Palopo sebelumnya mengirimkan surat rekomendasi kepada KPU Kota Palopo terkait pencalonan Trisal-Akhmad agar dibatalkan setelah ditemukan adanya dugaan pelanggaran administrasi terhadap paslon nomor urut 4 tersebut. Di mana, Trisal diduga menggunakan ijazah paket C tidak asli untuk mendaftar sebagai calon walikota Palopo dalam Pilkada 2024.

Sementara itu, Bawaslu Palopo akan melakukan kajian terhadap keputusan KPU yang tidak menindaklanjuti rekomendasi untuk mengubah berita acara penetapan calon wali kota Trisal-Akhmad. Sebelumnya, Bawaslu Palopo telah merekomendasikan usungan Partai Gerindra dan Demokrat tersebut tidak memenuhi syarat (TMS).

Komisioner Bawaslu Palopo, Ardiansah Indra Panca Putra mengatakan pihaknya telah menerima balasan dari KPU terkait rekomendasi Bawaslu. Selanjutnya, kata dia, pihaknya akan melakukan rapat pleno untuk mengambil keputusan menyikapi balasan dari KPU tersebut.

"Kami akan mengkaji dan meneliti dulu apakah penggunaan pasal 133 sebagai dasar tindak lanjut yang digunakan KPU Palopo untuk menindaklanjuti rekomendasi yang kami berikan (sebelumnya) itu sudah tepat atau tidak," imbuh dia.

"Sekaitan dengan mengkaji itu, kami akan berkoordinasi dan konsultasi ke Bawaslu Sulsel untuk meminta arahan dan tanggapan pimpinan terkait hal ini," sambung dia.

Ardi menuturkan, Bawaslu Palopo pada dasarnya menghormati langkah yang diambil KPU dalam kasus ini. Itu sebabnya, kata Makanya pihaknya akan melakukan pengkajian mendalam untuk memutuskan langkah yang diambil selanjutnya.

"Nah kami akan kaji apakah KPU dengan telaah hukumnya dan keputusannya telah tepat secara profesional, telah mengkaji rekomendasi Bawaslu Palopo sehingga mengeluarkan putusan," imbuh Ardiansah.

Ardiansah juga memastikan bahwa Bawaslu Sulsel punya ruang untuk membawa kasus ini ke lembaga etik. Dia mengatakan, pihaknya akan mengadukan komisioner KPU Palopo ke DKPP bila nilai putusan yang diambil tidak sesuai.

"Jika hasil kajian kami membuktikan bahwa terjadi kesalahan, maka kami akan meneruskan ke peradilan etik (DKPP). Namun ketika hasil kajian dan putusan rapat pleno Bawaslu Palopo, itu ternyata hasilnya bahwa apa yang dilakukan KPU Palopo sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka kami tidak akan menindaklanjuti rekomendasi tersebut ke peradilan etik," ujar dia.

Kuasa hukum Trisal Tahir, Farid Wajdi mengatakan langkah KPU Palopo tidak menjalankan rekomendasi Bawaslu dinilai sudah tepat. Menurut dia, perkara tersebut bukan pelanggaran pemilihan tapi merupakan dugaan pelanggaran administrasi.

Farid mengatakan, berdasarkan Undang-undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, Pasal 153 menyatakan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai keputusan tentang penetapan pasangan calon peserta Pemilihan sepanjang tidak melewati tahapan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan suara.

"Sementara pemilihan berlangsung 27 November nanti. Adapun KPU melakukan pleno kemarin dan itu sudah tidak cukup 30 hari lagi," ujar Farid.

Sementara itu, pemerhati demokrasi di Sulsel, Azry Yusuf menerangkan dalam konteks penegakan hukum pemilu, eksistensi penegakan hukum pemilu melekat pada Bawaslu dengan maksud untuk kepentingan adanya kepastian hukum. Aparat penegak hukum dalam hal ini Bawaslu atau Gakkumdu hadir untuk memberikan kepastian hukum terhadap setiap persoalan-persoalan yang muncul dalam proses Pemilu.

"Namanya kepastian hukum itu harus ada ujungnya. Entah itu dinyatakan terbukti atau tidak terbukti oleh pengawas pemilu atau sentra Gakkumdu. Juga termasuk jika seandainya pengadilan menyatakan sesuatu itu terbukti atau tidak terbukti (melanggar), jadi harus ada kepastian hukumnya," kata Azry.

"Jadi seperti itu yang saya tahu dari kerangka hukum pemilu yang ada. Sekalian dengan penegakan hukum pemilu oleh aparat penegak hukum pemilu yang diatur dalam undang-undang pemilihan, pengadilan yang harus menetapkan (benar atau salah)," sambung dia.

Komisioner Bawaslu Sulsel dua periode itu mengatakan setiap permasalahan pemilu harus dilihat kasusnya seperti apa. Bahkan dalam keputusan penyelenggara pemilu sekalipun kalau ada kesalahan yang kemudian dianggap merugikan salah satu calon di pilkada disebut kerangka hukum penyelesaiannya telah disiapkan, seperti sarana untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.

Mengenai polemik yang terjadi di KPU Kota Palopo, Azry enggan mengomentari. Namun menurut dia, sepanjang rekomendasi itu dikeluarkan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan dan didasari oleh sebuah hasil kajian yang dapat dibenarkan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan, maka KPU mesti menindaklanjuti.

"Dengan ditindaklanjutinya maka itu salah satu jalan untuk diperolehnya kepastian hukum bahwa ada pihak yang dirugikan, maka dalam kerangka hukum Pemilu itu sudah menyiapkan sarana untuk mengajukan gugatan," ujar Azry.

Menurut dia, setiap calon atau pasangan calon yang merasa dirugikan atas keputusan penyelenggara bisa menempuh jalur hukum. Termasuk, kata dia, jika ada calon kepala daerah yang didiskualifikasi oleh penyelenggara karena masalah administrasi pencalonan bisa mengajukan gugatan kepada Mahkamah Agung.

Aturan tersebut, kata dia, termuat dalam Pasal 135 huruf a Undang-undang Nomor 10. Di mana keputusan KPU yang mencoret atau mendiskualifikasi calon karena terbukti melakukan pelanggaran misalnya politik uang yang terstruktur sistematis dan masif maka calon bersangkutan atau yang dicoret itu dapat mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung.

Dia mencontohkan, dalam pilkada sebelumnya ada kasus salah satu calon wali kota Parepare yang didiskualifikasi. Masalah tersebut berawal dari rekomendasi Bawaslu yang kemudian ditindaklanjuti KPU dengan mendiskualifikasi calon tersebut. Namun setelah calon tersebut mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung dan diadili, diputuskan memerintahkan kepada KPU untuk memulihkan hak calon tersebut, termasuk menetapkan kembali yang bersangkutan sebagai calon wali kota.

"Jadi bisa, kalau merujuk pada peraturan Mahkamah Agung yang ada. Semua keputusan KPU yang berimplikasi pada pencoretan atau merugikan hak konstitusi untuk dipilih dalam konteks pemilu dapat mengajukan permohonan langsung ke Mahkamah Agung. Sarananya ada di undang-undang poemilu agar ada kepastian hukum. Tidak ada persoalan yang tidak punya kepastian yang tidak berkepastian hukum, karena kepastian hukum ini adalah ciri-ciri terselenggaranya Pemilu yang demokratis," jelas Azry.

Dia berpendapat, pemilu bisa dilihat sebagai konflik berdemokrasi karena adanya kelangkaan. Pertama kelangkaan waktu, karena tahapan tidak mungkin diputar kembali, kemudian kelangkaan partisipasi baik partisipasi memilih maupun yang dipilih dikarenakan selalu memunculkan persoalan data pemilih dan terkait pencalonan. Dan kelangkaan yang ketiga adalah kepastian hukum.

"Oleh karenanya kerangka hukum Pemilu kita itu sudah mendesain sedemikian rupa agar bisa mengatasi kelangkaan- kelangkaan ini agar konflik Pemilu itu bisa terkendali melalui penegakan hukum," beber Azry.

Azry mengatakan, karena pemilu ini adalah ajang administrasi dalam artian prosedur, tata cara dan mekanisme sehingga sangat penting dan mendesak bahwa kerangka hukum pemilu selalu berorientasi pada korektif administrasi jika ada masalah yang timbul dalam proses atau tahapan pemilu atau pilkada. Perbaikan administrasi disebut selalu menjadi hal yang diutamakan karena pemilu ini tidak boleh diwarnai dengan cacat-cacat administrasi.

"Itu yang dikedepankan dulu, bahwa ada beberapa pelanggaran administrasi berimplikasi pidana saya rasa kebijakan penegakan hukum Pemilu selalu mengedepankan perbaikan administrasi sebagai premium remedium, tindak pidananya itu menjadi ultimum remedium, belakangan," sebut Azry.

Mengenai masalah waktu yang tinggal beberapa hari lagi diselenggarakan Pilkada Serentak 2024, Azry mengatakan hal tersebut juga telah diatur dalam undang-undang. Di mana Bawaslu sendiri diberikan batas waktu untuk memproses laporan selama 5 hari, kemudian penyidikan di Gakkumdu 14 hari, termasuk untuk peradilan diberikan waktu 7 hari untuk memutuskan perkara pemilu.

"Semua lembaga peradilan dan aparat penegak hukum dalam menjalankan kewajibannya dalam undang-undang Pemilu itu diatur termasuk masanya. Bawaslu diatur maksimal lima hari melakukan penanganan pelanggaran, lalu kemudian penyidikan maksimal 14 hari, lalu pra penuntutan itu diatur sampai ke pengadilan itu diatur maksimal tujuh hari harus diputus, lalu kemudian kalau ada yang banding juga diatur di undang-undang," imbuh Azry. (isak pasa'buan-fahrullah/C)

  • Bagikan

Exit mobile version