Menguji Cagub Antikorupsi

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Minimnya komitmen antikorupsi di penghujung fase kampanye calon gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan, menjadi prospek mengkhawatirkan bagi tata kelola pemerintahan ke depan. Isu-isu mengenai pemerintahan yang bersih, pencegahan praktik kolusi, dan menghilangkan budaya nepotisme tak begitu nyaring disuarakan oleh para kandidat.

Menjelang pemilihan, publik akan menilai keseriusan kandidat yang menjanjikan pemerintahan bebas dari praktik lancung dalam mengelola keuangan negara. Ingat, daerah ini pernah punya pengalaman miris setelah gubernur aktif ditangkap oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) bersama dengan Transparency International Indonesia (TII) meminta komitmen kedua pasangan calon (Paslon) gubernur dan wakil gubernur Sulsel 2024, menandatangani pakta integritas antikorupsi. Hal ini dinilai penting agar pemimpin ke depan Sulsel betul-betul komitmen dalam hal pencegahan dan pemberantasan korupsi, utamanya ketika mereka terpilih dan menjabat nantinya.

Penandatanganan pakta integritas antikorupsi peserta Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel berlangsung di Kantor ACC Sulawesi, Jalan AP Pettarani, Kota Makassar, Minggu (17/11/2024). Selain paslon Pilgub Sulsel 2024 yang diundang, kegiatan ini juga turut dihadiri oleh sejumlah organisasi sipil atau NGO di Sulsel di antaranya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulsel, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulsel, Yayasan Swadaya Mitra Bangsa (YASMIB) Sulawesi, dan AJI Makassar.

Direktur ACC Sulawesi, Abdul Kadir Wokanubun mengatakan pihaknya mengundang kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sulsel 2024 untuk meminta mereka menjadikan pencegahan dan pemberantasan korupsi menjadi agenda prioritas dalam lima tahun ke depan atau saat terpilih dan menjabat. Termasuk membuka ruang untuk masyarakat sipil dalam memberikan masukan dan saran kepada mereka.

Hanya saja, dalam kegiatan ini yang hadir hanya pasangan nomor urut 01, Mohammad Ramdhan Pomanto-Azhar Arsyad (DIA). Sementara paslon 02, Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi (Andalan Hati) memilih tak hadir.

"Kegiatan ini secara adil, kami mengundang dan komunikasi kami itu jauh sebelumnya. Kami komunikasi tapi ternyata yang konfirmasi hanya dari pasangan 01. Sampai tadi siang tidak ada konfirmasi sama sekali (Paslon 02), kami disampaikan bahwa lagi di luar daerah. Tapi ketidak datangan mereka (Andalan Hati) kami anggap positif saja. Mungkin karena lagi di luar daerah, soal teknis saja," ujar Kadir.

Kadir menegaskan bahwa kegiatan ini murni untuk upaya pencegahan korupsi di Sulsel dan tidak berkaitan dengan kepentingan politik. Terlebih komitmen pakta integritas antikorupsi ini juga merupakan ide dan masukan dari sejumlah organisasi masyarakat sipil yang ada di Sulsel.

Minimal pembahasan akan pencegahan maupun masalah korupsi dalam dua kali sesi debat Pilgub Sulsel 2024 dinilai menjadi pendorong utama diadakannya kegiatan ini. Padahal ini disebut penting karena sejalan dengan agenda nasional terkait pencegahan korupsi pada level pemerintahan.

"Secara substansi kegiatan hari ini murni ide dari masyarakat sipil. Ini apolitis (tidak ada kepentingan politik) karena ada teman-teman NGO di sini murni ingin mengundang semua pasangan calon, sejauh mana komitmen calon gubernur dalam semangat pemberantasan korupsi, upaya pencegahan korupsi itu menjadi agenda prioritas," tutur Kadir.

"Kegiatan hari ini juga merupakan kritik KPU, karena soal pemberantasan korupsi atau soal pencegahan korupsi tidak jadi tema debat prioritas. Padahal ini menjadi agenda nasional untuk soal pemberantasan korupsi. Olehnya itu, ada ruang yang menurut kami masyarakat sipil untuk kami terlibat atau kami adakah, itu semangatnya," lanjut dia.

Selain itu, Kadir juga menjelaskan bahwa berdasarkan data ACC Sulawesi, daerah Sulsel masih termasuk dalam salah satu daerah di Indonesia yang rawan terjadi tindak pidana korupsi. Mulai dari tingkat provinsi hingga level pemerintahan desa, dengan beragam masalah, mulai dari korupsi pada kegiatan atau proyek infrastruktur maupun pada program pengadaan barang dan jasa atau PBJ.

"Secara agregat tindak pidana korupsi di Sulsel itu meningkat. Jadi sebutlah siapa paling banyak koruptor, ternyata di aktornya itu data ACC berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, ternyata ASN, itu yang pertama. Kemudian sektor apa yang paling banyak korupsi, ternyata di sektor infrastruktur, termasuk di dalamnya pengadaan barang dan jasa. Itu menjadi angka yang tinggi," beber Kadir.

"Olehnya itu, menurut kami penting ada komitmen ini ke depan untuk bisa dicegah. Begitu juga korupsi di sektor dana desa atau anggaran desa atau keuangan desa, itu juga tinggi di data kami (ACC Sulawesi). Terus juga bisa dikonfirmasi data KPK soal tindak pidana terbanyak itu soal pengadaan barang dan jasa, tentunya bicara PBJ maka bicara negara atau pemerintah dalam hal ini pemerintah provinsi Sulsel," imbuh dia.

Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria Sulsel, Rizki Anggriana Arimbi juga menyampaikan hal yang sama. Menurut dia, komitmen untuk pencegahan korupsi adalah masalah serius dan harus diselesaikan, utamanya pemerintah karena berimbas pada sejumlah sektor, salah satunya adalah masalah agraria. Terlebih di Sulsel sekarang ini disebut ada banyak konflik agraria yang juga tentunya berkaitan dengan masalah korupsi dan merugikan banyak masyarakat.

"Sulsel hari salah satu provinsi yang konflik agraria sangat tinggi, konflik agraria dan sumber daya alam. Dalam catatan KPA, bahkan 2023 (menjadi) kedua setelah Sumatra Utara. Nah, relasinya kenapa terjadi konflik agraria dan sumber daya alam karena adanya korupsi agraria di situ, ada ketidak transfransian, akuntabilitasnya penyelenggara negara, dan pejabat-pejabat," kata Rizki.

Rizki menjelaskan, salah satu masalah akan dugaan korupsi pada sektor agraria terjadi pada penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) atau izin pertambangan lainnya. Tidak adanya keterbukaan atau transparansi hingga pelibatan publik dalam penerbitan izin pertambangan membuat pemodal sewenang-wenang melakukan pertambangan di wilayah Sulsel.

Apalagi, kata dia, pascapengesahan Undang-undang Cipta Kerja, labelisasi proyek strategis nasional, baik di sektor pertambangan, infrastruktur dan properti menjadi salah satu alat legitimasi dan justifikasi pemerintah pusat untuk merampas dan mengakuisisi tanah rakyat.

"Baik penerbitan HGU, izin pertambangan, bahkan seenaknya saja konsesi-konsesi itu dimasukkan dalam tata ruang RTRW baik secara nasional maupun skala provinsi dan kabupaten kota dan tidak melibatkan publik, masyarakat, petani, nelayan masyarakat adat dan masyarakat miskin kota," beber dia.

Apalagi, kata Rizki, adanya konsesi-konsesi pertambangan tersebut juga berdampak pada maraknya bencana alam yang terjadi di wilayah Sulsel. Untuk itu, KPA Sulsel dan beberapa koalisi masyarakat sipil didalamnya disebut sekarang ini sedang mengadvokasi beberapa konflik sumber daya alam, khususnya terhadap mereka yang mengeluarkan konsesi-konsesi pertambangan skala besar di Sulsel, termasuk isu smelter, hilirisasi di Luwu Timur dan beberapa pertambangan lainnya di wilayah Sulsel.

"Ini ada beberapa tambang yang PSN yang akan mau keluar, kita tahu sekarang aktornya siapa, relasinya dengan dinasti politik dan lain-lainnya. Kemudian konflik perkebunan skala besar, ada PT London Sumatra, yang sudah (kurang lebih) 100 tahun dan kita tahu juga sudah berakhir HGUnya, PTPN 14 dan lainnya," sebut dia.

Dengan begitu, lanjut dia, penandatanganan pakta integritas antikorupsi ini dinilai sangat penting, utamanya untuk calon pemimpin ke depan Sulsel.

"Kami berharap bahwa siapapun yang berkomitmen untuk mendorong penyesalan konflik agraria, ketimpangan dan mendukung RUU Reforma Agraria itu tentu akan menjadi pilihan rakyat hari ini," pesan Rizki.

Senada dengan itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Abdul Azis Dumpa mengatakan poin dari kegiatan ini adalah untuk menagih komitmen dari paslon Gubernur Sulsel 2024. Siapapun terpilih nantinya, diharapkan bisa menciptakan pemerintahan yang terbuka, transparan dan bersih dari korupsi.

Terlebih di Sulsel saat ini, disebut juga masih terjadi pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), yang salah satu sumbernya dari adanya kasus struktural karena adanya korupsi.

"Banyak proyek-proyek infrastruktur yang kemudian dilabeli sebagai proyek strategis nasional, penerbitan izin usaha pertambangan yang jumlahnya ratusan itu mengorbankan ribuan masyarakat terdampak. Juga misalnya proyek strategis nasional yang kemudian kita ketahui sebagai kawasan industri itu berdampak ke kesehatan dan banyak hal yang kemudian merugikan masyarakat," tutur Azis.

Azis mengatakan, harapan besar dari komitmen antikorupsi ini adalah tidak sekedar komitmen akan menciptakan bersih dari korupsi, tetapi juga harapannya agar kedepannya ada jamin bawah ada problem perluasan bantuan hukum di Sulsel harus di dorong.

Menurut dia, ini penting dikarenakan bantuan hukum bisa menjadi pintu masuk ke pemerintahan untuk mengawal jalannya pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi. Sementara, perluasan dan persebaran bantuan hukum di Sulsel hanya kurang lebih 30 lembaga atau organisasi dan rata-rata berada di Kota Makassar, sehingga tidak sebanding dengan rasio wilayah Sulsel.

"Sementara konflik-konflik agraria yang besar tadi yang mengorbankan rakyat itu banyak terjadi di daerah-daerah yang justru tidak ada bantuan hukumnya, seperti di Luwu Timur, di Toraja dan beberapa daerah lainnya di Sulsel," ungkap Azis.

Lewat kegiatan ini, LBH Makassar juga mengharapkan kedepannya ada konsen pemimpin pemerintahan Sulsel dalam pemberantasan korupsi. Bagaimana memastikan akses keadilan bagi masyarakat, sehingga ketika terjadi korupsi dan pembangunan yang meminggirkan kepentingan masyarakat bisa terbuka dan mendapat bantuan hukum.

"Saya kira ini harapan kita bersama. Siapapun pasangan calon yang berkomitmen pada akses keadilan dan antikorupsi, maka itulah calon pilihan rakyat, pilihan masyarakat sipil," imbuh Azis.

Sementara Mohammad Ramdhan Pomanto atau yang akrab disapa Danny Pomanto hadir bersama pasangannya Azhar Arsyad mengatakan, masalah pemberantasan korupsi adalah hal yang penting dalam suatu pemerintahan. Menurut mantan Wali Kota Makassar itu, pemerintahan akan hancur jika pencegahan korupsi tidak diawali dari dalam struktur pemerintahan itu sendiri.

"Saya anggap bahwa komitmen untuk memberantas korupsi itu adalah hal yang terpenting dalam pemerintahan. Karena kalau tidak seperti itu, tunggu kehancuran pemerintahan itu sendiri, itu urgensinya. Apalagi mau jadi gubernur, kota saja itu kecil itu, apalagi yang besar. Lebih luas, orangnya banyak, persoalannya lebih rumit. Tanpa komitmen untuk melawan korupsi saya kira pemerintahan tidak akan berlangsung dengan baik," ungkap Danny.

Danny menjelaskan, komitmen pemberantasan korupsi sudah ada dalam program atau visi misi DIA. Bahkan sejak menjabat wali kota Makassar disebut telah dilakukan hal yang sama, meskipun pembuktian apakah itu suatu tindakan bisa dikatakan terjadi korupsi harus melalui pengadilan sebagai pengambil keputusan dalam sebuah malasan hukum.

"Kami ingin melawan mulai dari indikasi korupsi. Karena ternyata dulu pernah saya bikin visi misi bebas korupsi, tapi ternyata kata korupsi itu harus dibuktikan di pengadilan. Saya hitung-hitungan pembuktian dua tahun, habis masa tugas. Tapi indikasi korupsi itu bisa sebelumnya," ucap Danny.

Adapun ketika nantinya terpilih menjadi Gubernur Sulsel, Danny Pomanto dan Azhar berjanji akan membentuk pemerintahan yang bebas dari korupsi. Terlebih, pemerintahannya nanti disebut akan terbuka dan dalam pengawasan masyarakat serta organisasi sipil.

Menurut Danny, paling utama yang harus dibenahi dalam pemerintahan adalah para pengambil kebijakan seperti kepala dinas dan lainnya. Pemahaman akan pencegahan korupsi terhadap mereka dinilai penting dalam melaksanakan dan mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi.

"Itu tadi pemerintahan yang bersih, bebas dari indikasi korupsi. Target paling tidak eselon dua, eselon tiga harus itu. Targetnya tidak jauh-jauh, semua pengelolaan birokrasi itulah yang utama (dibersihkan). Apalagi kalau dibantu teman-teman NGO dan secara terbuka. Karena korupsi itu terjadi kalau dia gelap. Kalau orang gelap, kita tidak tau yang mana orang (korupsi) yang mana tidak, di situ tempatnya. Begitu kita kasi terang (terbuka), orang atau koruptor pun pasti segan-segan korupsi," ujar Danny.

Sementara itu, juru bicara calon Gubernur Sulsel nomor urut 02, Muhammad Ramli Rahim menyampaikan permohonan maaf Andi Sudirman Sulaiman karena tidak bisa menghadiri undangan kegiatan penandatanganan komitmen atau pakta integritas untuk para calon Gubernur Sulsel 2024 yang digelar Badan Pekerja Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi.

"Kami meminta maaf tidak bisa hadir karena kegiatan tersebut bertepatan dengan jadwal kampanye yang padat di luar kota Makassar. Sekalipun beliau sebenarnya sangat ingin hadir," ujar Ramli.

Ramli mengakui bahwa kegiatan tersebut cukup penting sehingga Sudirman menyampaikan permohonan maaf atas ketidakhadirannya. Meski begitu, menurut dia, ada hal yang lebih penting dari sekadar menandatangani komitmen dan pakta integritas, yaitu sikap menjauhi perilaku korupsi itu sendiri.

Sikap tersebut, lanjut Ramli, sudah ditunjukkan Sudirman selama menjabat sebagai Gubernur Sulsel 2021-2023 yang dinilai sama sekali tidak pernah terkait dengan satu pun kasus korupsi.

"Tidak hanya Sudirman sebagai gubernur, bahkan pejabat Pemprov Sulsel di masa kepemimpinannya tidak ada satu pun yang tersandung kasus korupsi. Itu adalah sikap yang lebih penting daripada sekadar tanda tangan," imbuh Ramli.

Sementara itu, berbeda dengan Pemprov Sulsel, Pemkot Makassar selama dua periode kepemimpinan Danny Pomanto, berdasarkan informasi yang dihimpun tidak sedikit pejabatnya yang tersandung kasus korupsi. Yang terbaru, kata dia, ada nama mantan Kepala Dinas Sosial (Dissos) Kota Makassar berinisial MT yang ditetapkan tersangka oleh Polda Sulsel atas dugaan korupsi Bansos Covid-19.

Selain itu, kata Ramli, semasa Sudirman menjabat Gubernur Sulsel, Indkes Monitoring Center for Prevention (MCP) yang dirilis KPK menempatkan Pemprov Sulsel meningkat dari 85 persen menjadi 91 persen. Sementara Indeks MCP Pemkot Makassar di era Danny Pomanto nilainya di bawah Pemprov Sulsel, yakni 68 persen (2021) dan 82 persen (2023). MCP sendiri merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh KPK bekerja sama dengan Kemendagri dan BPKP untuk melakukan monitoring capaian kinerja program pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan. (isak pasa'buan-fahrullah/C)

  • Bagikan