Direktur SUPD III Ditjen Bina Bangda, Dr. TB. Chaerul Dwi Sapta, SH., M.AP., dalam sambutannnya menekankan pentingnya sinergi di semua tingkatan pemerintahan, dari pusat hingga desa.
“Penanganan stunting harus dilakukan sinergi di seluruh tingkatan, mulai dari 38 Provinsi , 514 kab/kota , 7277 Kec, 8.498 kel, bahkan sampai ke 75.265 desa yang ada di Indonesia, bagaimana langkah penanganannya? Tentunya setiap wilayah juga punya pendekatan spesifik berdasarkan karakteristik masing-masing daerah,” Ujarnya.
Ia juga membahas revisi signifikan terhadap Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting tang akan selesai smpai akhir tahun 2024.
“Pendekatan intervensi tahun depan lebih diarahkan pada kelompok prioritas, seperti ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah dua tahun, anak di bawah lima tahun, remaja putri, dan calon pengantin,” jelasnya.
Strategi ini bertujuan memastikan bahwa intervensi lebih efektif, tepat sasaran, dan berdampak langsung pada pencegahan stunting. Namun, Dr. Chaerul juga mengingatkan bahwa efektivitas program harus disertai evaluasi mendalam.
“Dari 2020 hingga 2024, meskipun tren anggaran APBD terus meningkat, penurunan prevalensi stunting hanya mencapai 0,1 persen. Ini menunjukkan ada langkah yang belum tepat sasaran,” katanya.
Ia menyoroti beberapa langkah penting yang perlu dilakukan, seperti sinkronisasi program dengan Asta Cita, perencanaan berbasis data akurat, optimalisasi penggunaan anggaran daerah, serta koordinasi lintas sektor yang lebih kuat.