Waspada Kampanye Terselubung

  • Bagikan
Cakada berstatus petahana kembali menjabat usai cuti

Untuk sanksinya kata dia sudah jelas itu berpotensi pidana Pemilu. "Kalau mereka melakukan kampanye atau kegiatan lain saya kira aturannya sudah jelas (Pidana)," tutupnya.

Diketahui kampanye diluar jadwal telah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 492 yang berbunyi "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)."
Komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad melanjutkan memang ada ruang bagi petahana yang melakukan pelanggaran baik pidana pemilu hingga ancaman didiskualifikasi.

"Kalau ada tindakan yang menguntungkan dan merugikan salah satu paslon, termasuk melakukan mutasi, 6 bulan sebelum dan 6 bulan setelah. Jadi petahana harus hati-hati (Tidak boleh melakukan mutasi saat kembali menjabat)," tutupnya.

Terpisah, Direktur Politik Profetik Institute, Asratillah, menyampaikan baik petahana maupun calon pendatang baru memiliki pendekatan masing-masing untuk menarik dukungan masyarakat. Namun, petahana memiliki keunggulan dalam hal pencapaian kerja yang bisa mereka gunakan sebagai modal kampanye.

"Petahana pastinya akan memperlihatkan kepada publik bahwa sebagian besar janji politik mereka pada Pilkada sebelumnya telah ditunaikan. Selain itu, mereka juga akan menjelaskan alasan janji politik yang belum terealisasi," kata Asratillah.

Menurutnya, masyarakat akan menilai kinerja petahana berdasarkan pelaksanaan program-program yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

"Jika kinerja petahana dinilai bagus dan sesuai RPJMD, maka besar kemungkinan publik akan kembali memilih mereka. Sebaliknya, jika kinerjanya kurang memuaskan, hal itu tentu akan berdampak pada elektabilitas mereka," ujarnya.

Ia juga menegaskan kinerja petahana menjadi kunci utama bagi mereka untuk mempertahankan posisi. "Jika petahana mampu mengeksekusi janji politik minimal 70 persen, posisi mereka akan tetap kuat. Namun, jika hanya di bawah 50 persen, itu akan menjadi amunisi bagi lawan untuk menyerang melalui kampanye negatif," jelasnya.

Asratillah menyebutkan petahana yang mampu menunjukkan hasil kerja nyata akan memiliki peluang lebih besar untuk kembali terpilih.
"Sebaliknya, mereka yang gagal memenuhi ekspektasi publik harus siap menghadapi tantangan dari penantang yang akan memanfaatkan kekurangan tersebut sebagai bahan kampanye," jelasnya.

Pengamat Politik Post Politica Indonesia, Anis Kurniawan mengatakan, akan kembalinya sejumlah kepala daerah ini ke jabatannya semula  meskipun masih dalam tahapan Pilkada tentu akan menyulitkan penyelenggara dalam melakukan pengawasan.

Mengingat kepala daerah yang akan kembali ini juga merupakan peserta kontestasi Pilkada, sehingga besar kekhawatiran mereka melakukan gerakan-gerakan yang dapat menguntungkan dirinya. Sebaiknya, kata Anis, jika kembali menjabat kepala daerah mereka tidak melakukan gerakan-gerakan yang bisa bertentangan dengan aturan Pemilu.

"Ada dua hal, pertama, kita berharap para kepala daerah yg bertarung dan aktif kembali setelah cuti tersebut tidak off side, dalam arti melakukan penyalahgunaan kewenangan atau melakukan gerakan dan gerakan tambahan lainnya yang sifatnya intimidatif dan memobilisasi kewenangan memilih khususnya pada para aparatur dan penyelenggara pemerintahan," ujar Anis.

Selain itu, Anis juga menyampaikan hal yang harus dikedepankan oleh para kepala daerah yang kembali menjabat ini adalah etika dalam berdemokrasi. Sebab kepentingan politik dan kewenangannya sangat memungkinkan beririsan, utamanya dalam mengambil kebijakan selama memimpin.

Terlebih dalam Minggu tenang, para kepala daerah yang kembali itu disebut tidak melakukan pertemuan-pertemuan yang sifatnya memobilisasi para ASN ataupun mereka yang terlibat dalam struktur pemerintahan seperti BUMD dan lainnya. Sebab, pertemuan-pertemuan yang sifatnya skala besar dinilai dapat menimbulkan persepsi negatif di mata masyarakat.

"Kita berharap para kepala daerah yang aktif kembali tersebut menjunjung tinggi etika berdemokrasi. Terlebih karena memasuki minggu tenang. Jadi, poinnya adalah kepala daerah sepatutnya berjalan apa adanya dan menjunjung tinggi moralitas dalam berpolitik," pesannya.

Terakhir, Anis meminta agar penyelenggara betul-betul jeli dalam melakukan pemantauan aktivitas kepala daerah yang kembali ke jabatannya tersebut dan berstatus sebagai peserta Pilkada.
Bawaslu selaku pengawas diharapkan bisa dengan tegas melakukan pemindahan sebagaimana aturan yang ada jika ada kepala daerah yang terindikasi memanfaatkan jabatannya tersebut untuk agenda politik, terutama di masa tenang.

  • Bagikan

Exit mobile version