Oleh karena itu, kata Ali, sangat berpengaruh jika institusi-institusi negara tersebut dikerahkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mendapatkan keuntungan, khususnya dalam pelaksanaan Pilkada yang sementara berlangsung ini.
Karena pengaruh sangat besar tersebutlah dikatakan salah satu alasan negara melalui undang-undang mengatur TNI dan Polri agar mereka netral dalam setiap perhelatan demokrasi. Bahkan TNI dan Polri dicabut hak pilihannya sehingga tidak dapat menyalurkan hak suaranya pada pelaksanaan Pemilu ataupun Pilkada.
"Sama juga ASN kalau memanfaatkan jabatannya. Makanya ini sangat berbahaya kalau dipolitisasi karena mereka mampu menciptakan pengaruh atau membolisasi pemilih untuk orang-orang tertentu dan itu bisa memberikan kontribusi yang siknifikan atau memberi kontribusi besar untuk orang-orang yang didukungnya," sebut Ali.
Isu atau informasi mengenai TNI dan Polri ikut "cawe-cawe" dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 disebut bukan lagi rahasia umum di masyarakat. Terlebih keterlibatan birokrasi dalam hal ini ASN, yang dibuktikan dengan banyaknya laporan-laporan di pengawas pemilu atau Bawaslu.
Untuk itu, Ali berharap masyarakat tidak diam jika menemukan tindakan-tindakan oknum TNI, Polri, maupun birokrasi atau ASN dalam melakukan mobilisasi atau intervensi untuk mendukung pasangan calon tertentu dalam Pilkada yang sementara berlangsung ini.
Meskipun menurutnya, gerakan-gerakan yang dilakukan itu sulit terdeteksi dan dibuktikan secara hukum dikarenakan masif dan terstruktur. Terlebih pihak pengawas penyelenggara pemilu juga disebut kadang ogah memproses jika menemukan pelanggaran-pelanggaran yang buktinya minim.
"Kembali lagi kita mendorong masyarakat untuk melawan gerakan-gerakan politik konspiratif seperti ini. Karena tentu gaya berpolitik seperti ini akan menguntungkan sebagai orang, tidak berpihak kepada masyarakat dan hanya memikirkan politik sesaat. Dan lebih parahnya karena mereka memanfaatkan sesuatu yang ilegal untuk memenangkan Pilkada dan untuk itu harus kita lawan bersama-sama," pesan Ali.