Oleh: Babra Kamal
Akademisi Universitas Teknologi Sulawesi
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Baru-baru ini seorang ahli manajemen, Leda Stawnychko, mengungkapkan fenomena yang semakin berkembang di dunia kerja saat ini: generasi Z (Gen Z) cenderung menolak jabatan manager tingkat menengah.
Dalam wawancara dengan The Conversation dikutip (23/11/2024), Leda, yang merupakan Assistant Professor of Strategy and Organizational Theory di Mount Royal University, menjelaskan bahwa tren ini semakin terlihat, dengan lebih dari setengah dari Gen Z tidak tertarik untuk mengejar posisi tersebut.
“Fenomena ini dikenal dengan istilah conscious unbossing, di mana generasi ini secara sadar menilai dan memilih pemimpin sesuai dengan nilai-nilai mereka,” kata Leda. Ia menambahkan bahwa Gen Z cenderung lebih memilih peran yang menawarkan kemandirian dan fleksibilitas, daripada terjebak dalam rutinitas manajerial yang bisa memicu kelelahan atau burnout.
Terlepas dari perdebatan mengenai orientasi pekerjaan Gen Z, saya tertarik untuk mencoba melihat bagaimana pasar kerja di masa-masa yang akan datang, ketika semakin hari otomatisasi produksi semakin cepat. Sebuah video yang diunggah pada lini masa twitter memperlihatkan bagaimana proses produksi kapal boat dengan menggunakan 3D printing yang hanya memerlukan waktu 72 jam saja.
Juga baru-baru ini beredar video di Facebook yang memperlihatkan bagaimana militer Amerika Serikat melatih robot cerdas mereka dalam sebuah sesi latihan untuk mengenali musuh di medan perang dan hasilnya, sempurna, semua target terselesaikan. Akankah pekerjaan manusia diambil alih oleh robot? dan apakah perkembangan teknologi akan membuat manusia secara ekonomi dan militer tidak berguna?
Saya belum bisa membayangkan itu terjadi, saya hanya berharap itu terjadi hanya dalam film Sci-fi yang sering kita tonton, namun bagaimana jika hal tersebut adalah kenyataan yang tak bisa ditampik?
Revolusi Digital
Dalam sejarah, kita telah melewati tiga era Revolusi Industri. Revolusi Industri pertama (1770-1900) ditandai oleh penggunaan mesin uap untuk keperluan mekanisasi produksi, revolusi ini berhasil mentransformasi masyarakat pertanian menjadi masyarakat industri. Produksi masih berskala kecil dan pertukaran masih dalam jarak relatif dekat.
Revolusi Industri kedua terjadi ketika industri mulai mengenal rantai produksi dan pembagian kerja, serta ditemukanya listrik (1900-1940), jumlah produksi sudah semakin masal. Sementara revolusi teknologi ketiga terjadi ketika ditemukanya komputer kemudian terjadi komputerisasi dalam segala sektor (1940-1990), yang kemudian berkembang ke arah otomasi proses produksi.
Saat ini kita sedang memasuki gerbang revolusi Industri ke 4 yang akan mengantarkan kita memasuki abad digital dan abad biologi. Segala hal akan menjadi serba cerdas dan tak terbatas. Revolusi digital dan biologi sepertinya akan membawa kita hidup bersama robot cerdas, yang akan melayani dan mengambil alih 58 persen pekerjaan fisik.
Kehilangan Pekerjaan?
Yuval Noah Harari, profesor sejarah pada Hebrew University sudah menerangkan masa depan yang akan di jelang oleh umat manusia pada abad 21. Dia mencontohkan sebagaimana dulu di abad-18 manusia mengganti kuda sebagai alat transportasi menjadi kereta uap, lalu mobil. Pengemudi taksi sangat mungkin akan mengalami nasib seperti kuda, digantikan dengan algoritma canggih yang akan menyetir sendiri dan membawa kita ke tujuan secara cepat dan tepat.
Robot dan printer 3D sudah menggantikan para pekerja pada pekerjaan-pekerjaan manual seperti manufaktur baju, sementara algoritma yang sangat pintar akan mengerjakan hal yang sama pada korporasi-korporasi. Pegawai bank dan agen-agen perjalanan sudah akan terancam. Berapa banyak agen perjalanan yang kita butuhkan ketika kita bisa menggunakan telepon pintar untuk membeli tiket pesawat dari algoritma.
Para pialang saham juga dalam bahaya karena sebagian besar perdagangan finansial hari ini sudah dikelola algoritma komputer yang bisa memproses dalam satu detik lebih banyak data dari yang bisa dilakukan manusia dalam setahun.
Para guru ikut terancam, perusahaan seperti Mindojo sedang mengembangkan algoritma interaktif yang mengajari matematika, fisika dan sejarah. Guru-guru digital ini akan dengan cermat memantau jawaban, seberapa cepat murid menjawab dan mulai mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan para murid.
Bahkan para dokter pun menjadi sasaran empuk bagi algoritma, Watson-nya IBM saat ini sedang digadang-gadang untuk melakukan pekerjaan diagnosa penyakit. Dalam eksperimen belum lama ini, sebuah algoritma komputer bisa mendiagnosa dengan benar 90 persen kasus kanker paru-paru yang diajukan padanya, sementara para dokter manusia memiliki tingkat keberhasilan hanya 50 persen.
Sepanjang sejarah pasar tenaga kerja terbagi menjadi tiga sektor utama: pertanian, industri, dan jasa, sampai sekitar tahun 1800 mayoritas besar orang bekerja di pertanian. Saat Revolusi Industri, Masyarakat meninggalkan ladang dan masuk ke industri, namun dalam dekade belakangan di negara-negara maju sektor industri mengecil dan sektor jasa membesar.
Pada tahun 2010, hanya 2 persen orang amerika bekerja di pertanian dan 20 persen bekerja di industri, sedangkan 78 persen bekerja sebagai guru, dokter, desainer dan sebagainya. Ketika algoritma mampu mengajar, mendiagnosis, dan merancang lebih baik dari manusia, lalu apa yang akan kita lakukan?
Ke mana arah gelombang transformasi ini akan membawa masyarakat? Akankah di abad 21 ini diatur oleh prinsip-prinsip yang secara fundamental berbeda dari abad 20, dari itulah mengapa kita perlu mengubah cara pandang kita tentang dunia, termasuk mulai memahami cara pandang Gen Z bahkan Gen Alpha memandang pekerjaan. (*)