MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Universitas Hasanuddin (Unhas) secara resmi memberhentikan Alief Gufran (NIM F011191010), mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB), dengan tidak hormat. Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Rektor Unhas Nomor: 13527/UN4.1/KEP/2024, yang didasarkan pada rekomendasi Majelis Kode Etik.
Rektor Unhas, Prof. Jamaluddin Jompa, menjelaskan bahwa Alief terbukti melakukan pelanggaran serius terhadap Peraturan Rektor Nomor 1595/UN4/05.10/2013 tentang Ketentuan Tata Tertib Kehidupan Kampus.
"Pelanggaran ini mencemarkan nama baik institusi dan bertentangan dengan norma kehidupan kampus," kata Prof. Jamaluddin dalam keterangannya, Rabu (27/11/2024).
Menurut Prof. Jamaluddin, keputusan ini diambil untuk menjaga nama baik institusi dan menciptakan suasana akademik yang kondusif. Alief dinyatakan melanggar tata tertib kehidupan kampus dan kode etik mahasiswa, yang membuatnya dijatuhi sanksi berat berupa pemberhentian tidak hormat sebagai mahasiswa Unhas.
Alief tidak lagi terdaftar sebagai mahasiswa sejak Semester Awal Tahun Akademik 2024/2025. Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, meskipun terdapat klausul perbaikan jika ditemukan kekeliruan dalam prosesnya.
“Langkah ini penting untuk membentuk mahasiswa yang beretika, disiplin, dan patuh terhadap norma kehidupan kampus,” tambahnya.
Merespons pemberhentiannya, Alief Gufran menyatakan bahwa keputusan tersebut sarat kejanggalan prosedural dan terkesan tertutup. Menurut Alief, ada dua alasan utama di balik pemecatannya:
- Tuduhan Tidak Sopan Saat Protes Aturan Jam Malam
Alief disebut bertindak tidak sopan ketika memprotes aturan jam malam dalam acara Forum Temu Mahasiswa Ilmu Budaya (FTMI). Namun, ia menolak tuduhan tersebut dan menganggap tindakannya sebagai kritik yang tidak seharusnya dianggap melanggar norma. - Aduan Terkait Dugaan Konsumsi Minuman Keras
Petugas keamanan kampus melaporkan dugaan konsumsi minuman keras oleh Alief. Ia mengaku telah meminta maaf atas tindakannya, tetapi merasa sanksi yang dijatuhkan terlalu berat dan tidak transparan.
Alief juga mengkritik waktu penerbitan surat keputusan yang menurutnya mendadak, dengan waktu pengajuan banding yang sempit.
Dalam pernyataannya, Alief mengkritik Unhas atas penanganan kasus kekerasan seksual yang menurutnya tidak mendapatkan perhatian serius. Ia membandingkan kasusnya dengan pelanggaran lain yang hanya berujung pada sanksi ringan, seperti penangguhan studi.
“Ini adalah alarm bagi kita semua. Unhas, yang disebut kampus terbaik di Makassar, menunjukkan tanda-tanda aneh. Kasus kekerasan seksual belum menemui ujung dan terkesan melindungi pelaku, tetapi saya menjadi martir seorang diri,” ujar Alief dengan nada kritis.
Alief mengajak mahasiswa lain untuk bersuara melawan ketidakadilan di kampus. Ia menilai suara mahasiswa adalah kekuatan utama untuk menghadapi dugaan intimidasi dan kebijakan yang tidak adil.
“Ini sudah berkali-kali terjadi. Entah mengapa saya menjadi sasaran, sedangkan pelaku kekerasan seksual hanya dihukum tiga semester. Silakan teman-teman nilai sendiri kejadian ini,” pungkasnya. (*)