Sulsel 10 Tahun Terakhir Alami Kerusakan Lingkungan 5 Kali Lipat Lebih Banyak

  • Bagikan
Kepala Departemen Riset Dan Keterlibatan Publik Walhi Sulsel, Slamet Riyadi Membawakan Materi Fakta Ekologi Sulsel Kamis (28/11/2024).

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sulawesi Selatan sepuluh tahun terakhir mengalami kerusakan lingkungan parah dan meningkat 5 kali lipat. 

Hal tersebut diungkapkan Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik Walhi Sulsel, Slamet Riyadi dalam materinya terkait Fakta Ekologi Sulsel, di Cafe The Blackyard, Kamis (28/11/2024)

"Sepuluh tahun terakhir yakni 2003 hingga 2013 Mengalami lonjakan 5 kali lipat. Tahun 2013 tercatat 50 kejadian, dan di tahun 1013 naik menjadi 267 kejadian. Total 1.345 angka dengan1.647.706 jiwa," ucap Memet sapaan akrabnya dalam kegiatan Pelatihan Jurnalistik bertajuk Menguasai Jurnalis Modern: Dari Pelaporan Mendalam Hingga Distribusi Digital yang digagas Bisnis Indonesia dan Vale. 

Dari kerusakan lingkungan yang terjadi 10 tahun terakhir, berbagai isu lingkungan hadir seperti isu lingkungan, Das kritis, Ekosistem pesisir laut, Ekosistem esensial karst dan Ancaman baru akibat hirilisasi.

"Terkait berkurangnya jumlah hutan di Sulsel saat ini sekitar 85.270 ha hutan hilang atau setara dengan 119.425 lapangan sepakbola. Hutan tersisa dibawa ambang batas yakni 1.359 atau 29,70 persen luas provinsi,"ujarnya.

"Terkait DAS, 38 DAS masuk kategori sehat karena tutupan 30 persen. Sedang ekosistem pesisir laut bukan hanya hulu yang mengalami kerusakan parah tetapi juga ekosistem laut akibat ancaman reklamasi dan penambangan pasir. Sedang 

ekosistem esensial karst ancamannya 2, yakni sektor pertambangan dan pembangunan terlebih di rezim Jokowi," tambahnya. 

Lebih jauh, Memet juga menjelaskan ancam baru terkait hirilisasi atau ancaman omhi industri captive. "Sebaran PLTU Sulsel masih rendah yang tinggi di Sulawesi  Tenggara dan Sulawesi Tengah. Kehadiran PLTU industri sangat merugikan masyarakat," jelasnya 

Dirinya juga menarik benang merah bahwa sejak beberapa tahun baru hadir program untuk memenuhi permintaan pasar hingga global yang kebanyakan merusak lingkungan. 

"Kakao, udang hitam, sawit, dan sekarang Nikel. Benang merahnya adalah pasar global. Dibeberapa tahun nantinya akan ada sawit lagi," tandasnya. (Hikmah/B)

  • Bagikan

Exit mobile version