Oleh: Darussalam Syamsuddin
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Tidak ada sesuatu yang abadi dalam kehidupan. Demikian ungkapan yang menjadi populer dan senantiasa menjadi rujukan bagi siapa saja yang ingin menggambarkan keniscayaan akan perubahan yang dialami dalam kehidupan.
Demikian pula yang terjadi pada sosok Dr. Arqam Azikin, M.Si, salah seorang akademikus sekaligus pengamat politik kebangsaan di Sulawesi Selatan. Harian Rakyat Sulsel menginformasikan kepergian sosok akademisi sekaligus pengamat politik kebangsaan itu, Senin 2 Desember 2024 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Wahidin Sudiro Husodo, Kota Makassar.
Kepergian Arqam Azikin membuat berbagai kalangan di Kota Makassar merasa kehilangan. Mulai dari akademisi, politisi, birokrat, dan masyarakat yang sering mengikuti dialog dan gagasan almarhum di berbagai media. Dikenal sebagai akademisi yang konsisten dan getol menyuarakan kritik terhadap berbagai ketimpangan dalam kehidupan politik, akademik, dan kemasyarakatan.
Di usianya yang masih relatif muda, telah banyak terlibat dan memberikan kontribusi pemikiran dalam bidang politik kebangsaan yang menjadi fokus pengamatannya.
Seluruh keluarga, saudara/sahabat dan teman seperjuangan merasa kehilangan dan duka mendalam atas wafatnya almarhum. Meski demikian kenyataan ini harus diterima sebagai sebuah kepastian di saat seluruh keluarga, saudara, dan sahabat masih menginginkan untuk tetap berada bergaul bersama-sama, dan ternyata Allah berkehendak lain dan lebih mencintai almarhum untuk kembali ke sisi-Nya. Karena ada satu kepastian yang tidak dapat kita hindari, kepastian itu adalah kematian.
Perjalanan waktu dari hari ke hari itu berarti kita sedang mendatangi kematian, dan kepastian itu pun semakin mendekati kita. Meski tidak seorang pun di antara kita dapat memastikan tentang hari kedatangannya. Berani atau takutkah kita menghadapi kematian itu?
Jika seseorang berkata berani menghadapi kematian, maka keberanian bukanlah tanda kesiapan. Demikian pula yang berkata takut menghadapi kematian, maka ketakutan bukanlah tanda ketidaksiapan.
Tapi ketika kita menjalani dan memahami apa tujuan hidup, lalu menjalani dengan sepenuh hati dan pemahaman, kemudian ikhlas meninggalkan kehidupan ini dengan kebahagiaan, pada saat itu kesiapan yang sesungguhnya telah kita miliki. Tanpa semua itu, kematian masih akan memberikan bayang-bayang penderitaan karena adanya rasa kehilangan.
Kematian bukanlah akhir kehidupan, melainkan hanyalah perpidahan dimensi. Karena ruh tidak mengenal kehancuran. Yang hancur hanyalah fisik atau jasad yang rusak dimakan usia. Kematian akan mendatangi kita melalui beragam pintu masuk. Mati akan menjemput kita tanpa memandang usia, pangkat, jabatan, agama, dan status sosial.
Seorang panglima perang yang gagah perkasa, tiba-tiba menyerah di hadapan sang maut. Seorang miliuner tidak akan mampu membujuk dan menyuap malaikat Izrail dengan kekayaannya agar menunda kematian jika Izrail datang dengan surat perintah Tuhan.
Dokter dengan peralatan kedokteran super canggih dan modern pun akan angkat tangan kalau malaikat maut mengambil alih tugasnya. Kematian sesungguhnya hanyalah sebuah perpindahan dimensi dan alam kehidupan, sebuah migrasi atau metamorfosis. Hidup ini bermakna dan berharga karena adanya kematian, dan kematian memiliki makna karena adanya kelanjutan serial kehidupan baru.
Bagaimana kita meyakini, menghargai, dan memperjuangkan prinsip moral kalau saja kematian berarti berakhirnya seluruh cerita kehidupan? Kalau saja orang baik dan buruk, pejuang dan pecundang, jujur dan dusta semua berakhir dengan nilai dan nasib yang sama ketika ajal tiba, rasanya skenario kehidupan menjadi absurd atau mustahil, sulit diterima rasa moral dan nalar yang logis.
Kebersamaan saya dengan almarhum dalam berbagai kegiatan dialog politik, kegiatan akademik mengajar meskipun di fakultas dan perguruan tinggi yang berbeda, di organisasi ICMI Sulawesi Selatan, memberi kesan mendalam akan kepribadian almarhum sebagai seorang akademisi, pengamat, dan pemerhati masalah-masalah sosial sebagai sosok yang teguh pendirian, santun, kritis, dan memiliki kepedulian yang tinggi. Selamat jalan saudara/sahabatku menuju tempat peristirahatan, doa kami menyertai kepergianmu. (*)