MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Partai Golkar Sulawesi Selatan langsung mengambil langkah cepat menyusul kekalahan yang dialami sejumlah ketua-ketua di kabupaten dan kota di pemilihan kepala daerah. Pengurus "Beringin" akan melakukan evaluasi atas penyebab kekalahan figur yang diandalkan bisa meraih kemenangan tersebut.
Dominan kandidat yang diusung oleh Golkar merupakan ketua-ketua partai yang akhirnya kalah. Ada dugaan, sejumlah pemicu kekalahan karena pengurus tidak solid, mesin partai tidak berjalan, dan elektabilitas figur yang tidak meningkat.
Deretak ketua Partai Golkar kabupaten dan kota yang kalah di Pilkada Serentak adalah Erna Rasyid (Ketua Golkar Parepare), Andi Kartini Ottong (Ketua Golkar Sinjai), Usman Marham (Ketua Golkar Pinrang), Muh Irpan (Ketua Golkar Enrekang), Victor Datuan Batara (Ketua Golkar Tana Toraja), Yohanis Bassang (Ketua Golkar Toraja Utara), dan Rahmat Masri Bandaso (Ketua Golkar Palopo).
Sekretaris Golkar Sulsel, Marzuki Wadeng menyatakan capaian yang diraih kader di sejumlah daerah patut diapresiasi. Namun, juga menjadi bahan evaluasi ke depan, bagi kader yang mengalami kekalahan.
"Bagi kader yang berhasil meraih kemenangan di Pilkada 2024, kami apresiasi. Dan yang belum berhasil kami akan evaluasi bersama," ujar dia, Senin (2/12/2024).
Menurut Marzuki, pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap hasil kontestasi politik pilkada serentak. Dia mengatakan, akan berkoordinasi dengan DPP Golkar, karena rekomendasi penentuan figur kandidat dikeluarkan oleh DPP.
Menurut dia, forum evaluasi bukan untuk menghakimi seseorang melainkan bentuk kepedulian kepada sesama kader partai beringin. "Evaluasi merupakan wewenang DPP karena mereka yang mengeluarkan rekomendasi pasangan yang diusung Golkar dalam Pilkada kali ini. Perlu juga diketahui apa penyebab dan apa kendala sehingga hasilnya tidak maksimal," imbuh Marzuki.
Sementara itu, Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Sulsel, Rahman Pina ikut memberi tanggapan mengenai hasil pilkada ini. Menurut dia, meskipun sejumlah kader kalah di daerah, namun Golkar masih mencatat kemenangan di 12 daerah di Sulsel.
"Alhamdulillah kami menang di 12 daerah, pilgub, pilwali, maupun pilbup," ujar Rahman.
Wakil Ketua DPRD Sulsel tersebut menegaskan bahwa Golkar selalu mengutamakan kader internal dalam setiap kontestasi politik. Sehingga apapun hasilnya tak jadi masalah bagi internal partai Golkar. “Dalam setiap Pilkada kita selalu utamakan kader. Tapi, kan tidak mungkin semua bisa menang,” ungkap dia.
Mengenai evaluasi, Rahman memastikan bahwa Partai Golkar selalu melakukan penilaian terhadap hasil pilkada, baik bagi yang menang maupun yang kalah. Menurut dia, evaluasi ini penting untuk memperbaiki strategi dan mempersiapkan kader menghadapi pilkada berikutnya.
"Di Golkar itu, menang atau kalah selalu ada evaluasi. Yang menang kami jadikan contoh untuk menghadapi pilkada selanjutnya, supaya semakin banyak daerah yang bisa kami menangkan di masa mendatang,” sebut dia.
Dia juga menekankan bahwa proses demokrasi memang tidak bisa dihindari sehingga menang dan kalah dalam perhelatan politik itu merupakan hal yang biasa. Rahman mengatakan bahwa kekalahan bukan hal baru bagi Golkar. Terlebih setiap perhelatan pilkada selalu ada dinamika tersendiri. “Namanya demokrasi, pasti ada yang menang dan ada yang kalah,” ujar dia.
"Ini bukan kali pertama Golkar kalah, dan bukan kali pertama kami menang. Setiap pilkada pasti ada dinamika seperti ini," sambung dia.
Meskipun begitu, Rahman menyatakan bahwa Golkar selalu belajar dari pengalaman. Baik dari kemenangan maupun kegagalan agar lebih baik lagi ke depan. Lebih lanjut, ia juga optimistis bahwa dengan evaluasi yang konsisten, Golkar akan terus memperkuat posisi politiknya di masa mendatang.
"Baik yang menang maupun yang kalah, semuanya akan kami evaluasi," ujar dia.
Ketua Golkar Sinjai, Andi Kartini Ottong mengaku masih menunggu pengumuman resmi KPU mengenai hasil penghitungan suara.
"Apapun hasil saat ini, bagi kami masih menunggu real count rekapitulasi KPU saat pleno," ujar Kartini.
Sedangkan, Ketua Golkar Pinrang Usman Marham menanggapi santai hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei di Pilkada Pinrang.
"Kami menghormati proses. Saat ini perhitungan masih berlangsung dan masih banyak tahap selanjutnya," imbuh dia.
Usman meminta, semua pendukung tetap mengawal proses pilkada hingga penetapan oleh KPU nantinya.
Sedangkan, Ketua Golkar Kota Makassar, Munafri Arifuddin alias Appi sukses menang besar di Kota Makassar. Menurut dia, capaian ini merupakan kerja keras dari seluruh jaringan pemenangan yang telah bekerja ekstra selama ini.
Appi mengakui, kekalahannya dua kali di Pilwali Makassar yakni pada 2018 dan 2020 menjadi motivasi besar untuk memenangkan kontestasi politik tahun ini. Menurut dia, berkat kerja keras para jaringan pemenangan menjadi bukti yang membuahkan hasil maksimal.
"Saya membuktikan bahwa di setiap perjuangan dan kesabaran serta ketelatenan yang dibangun akan membuahkan hasil yang sangat positif," ujar Appi.
Ia menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh masyarakat Kota Makassar, selain itu untuk tim relawan serta para pengurus dan pendukung partai koalisi yang bekerja keras mengantarkan pasangan MULIA meraih kemenangan.
"Ini adalah perjuangan bersama. Terima kasih yang setinggi-tingginya kami haturkan kepada masyarakat kota Makassar, tim relawan dan partai pengusung. Kami menyampaikan bahwa ini adalah kemenangan bersama," imbuh Munafri.
Sebelumnya pengamat politik, Muhammad Asratillah menjelaskan ada sejumlah indikator kenapa para petinggi atau ketua partai politik tidak terpilih dalam kontestasi Pilkada Serentak 2024. Pertama, kata dia, adalah mengenai figuritas ketua partai yang kadang tidak begitu populer atau dikenali masyarakat alias pemilih.
"Pertama, dalam pemilihan kepala daerah, yang dilihat oleh pemilih adalah kekuatan figur, bukan kekuatan partai pengusung. Sehingga walaupun seorang ketua partai mencalonkan diri, tapi tidak begitu disukai oleh pemilih, maka agak sulit juga untuk terpilih," jelas Asratillah.
Selain popularitasnya yang rendah, faktor lain yang bisa mempengaruhi tidak terpilihnya ketua partai politik dalam kontestasi pemilihan kepala daerah adalah karena mesin partai yang tidak berjalan maksimal.
Jumlah kursi partai di legislatif disebut tidak bisa dijadikan jaminan untuk keterpilihan ketua partainya dalam pertarungan Pilkada. Justru, banyaknya kursi di legislatif dianggap berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat yang dapat memecah kerja-kerja mesin partai politik itu sendiri.
"Kedua, mesin partai yang tidak solid. Bisa saja seorang kandidat adalah seorang ketua partai yang memiliki kursi banyak. Tapi yang mesti diingat, kursi yang banyak memiliki tantangan tersendiri, yakni potensi friksi (pecah) internal yang besar. Ini akan berkonsekuensi pada tidak optimalnya mesin partai dalam mencari suara," beber dia.
Bukan itu saja, Direktur Politik Profetik Institute itu juga menjelaskan masalah lain yang mempengaruhi seorang ketua partai politik terjungkal dalam Pilkada dikarenakan minimnya dukungan jejaring. Seorang pemilih disebut bisa saja menjatuhkan pilihannya terhadap seorang kandidat di Pilkada bukan karena melihat latar belakang partai politik, melainkan karena figuritas kandidat itu sendiri.
Asratillah menuturkan, dalam kontestasi pilkada juga ada segmen atau golongan-golongan tertentu yang seringkali tidak bisa dijangkau oleh infrastruktur partai politik. Melainkan hanya bisa dijangkau oleh jejaring relawan.
"Ketiga, bisa jadi mesin partai solid, tapi tidak didukung oleh jejaring relawan yang luas dan militan. Kita ketahui bahwa banyak pemilih yang menjatuhkan pilihannya hanya karena figur, bukan karena latar partai politik," terangnya.
Terakhir, disampaikan bahwa majunya seorang ketua partai politik dalam kontestasi pilkada bukan karena ketokohannya atau popularitasnya berdasarkan hasil survei. Melainkan adanya deal-deal politik yang mendorongnya maju dan mengabaikan beberapa faktor pendukung lainnya.
"Dalam setiap momentum politik terutama Pilkada, pasti ada bargaining dan deal sebelum mengambil keputusan," ujar Asratillah. (suryadi-isak pasa'buan/C)