Sambut Baik Kenaikan UMP 2025, Ini Komentar KSPSI Sulsel

  • Bagikan
ILUSTRASI

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulawesi Selatan (Sulsel) menyambut positif keputusan Presiden Prabowo Subianto terkait kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen. Kenaikan ini dianggap sebagai langkah progresif yang membawa angin segar bagi buruh di tengah kondisi ekonomi yang lesu.

Ketua KSPSI Sulsel, Basri Abbas menyatakan bahwa pihaknya menerima kebijakan presiden tersebut dan memahami kondisinya sehingga kenaikan dilakukan hanya sebesar 6,5 persen. Menurutnya, kenaikan upah ini sangat berarti bagi para buruh jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Terkait penetapan presiden terkait kenaikan UMP sebesar 5,6 persen pada prinsipnya KSPSI dapat memahami dan menerima. Saya anggap bahwa pengumuman presiden kemarin sebagai kabar baik bagi buruh dibandingkan tahun sebelumnya," ujar Basri, Selasa (3/12/2024).

Ia menambahkan, dalam lima tahun terakhir, belum pernah ada kenaikan UMP yang signifikan. Sehingga lewat keputusan presiden ini patut diapresiasi.

Hanya saja, meski demikian, KSPSI tetap mendorong penerapan upah sektoral dan struktur skala upah sebagai langkah lanjutan. Sebagaimana dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan diberlakukannya kembali upah sektoral dan struktur skala upah.

"Sesuai hirarki perjuangan kami (KSPSI) pasca putusan MK bahwa berlakunya kembali upah sektoral dan struktur skala upah. Inilah yang kita harapkan ke depan, atau Minggu ini ketika surat edaran itu turun, di samping 6,5 persen tentu KSPSI Sulsel mendorong kepada pihak pengupahan. Terutama wakil dari KSPSI untuk memperjuangkan diberlakukannya upah sektoral dan struktur skala upah," bebernya.

Basri menilai, dengan berlakunya upah sektoral, pekerja dengan masa kerja lebih dari satu tahun akan mendapat kenaikan gaji lebih dari 6,5 persen. Bahkan bisa mencapai 7 hingga 10 persen, tergantung masa kerja dan kualifikasi buruh itu sendiri.

Ia pun berharap aturan terkait masalah tersebut segera diterbitkan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Prof Zudan Arif Fakrulloh untuk dijadikan acuan dalam penerapan pemberlakuan UMP dan upah sektoral maupun struktur skala upah di perusahaan-perusahaan yang ada di Sulsel pada tanggal 1 Januari 2025 nantinya.

“Kami mendorong agar rekomendasi ini dapat diusulkan minggu ini. Jika sudah ditetapkan, perusahaan harus mengikuti kebijakan tersebut mulai 1 Januari mendatang,” ungkapnya.

Menurut Basri, UMP sebesar 6,5 persen adalah jaring pengaman bagi pekerja dengan masa kerja 0-1 tahun. Sehingga bagi pekerja dengan masa kerja lebih dari satu tahun, wajib hukumnya perusahaan memberlakukan struktur skala upah dan upah sektoral.

Ia juga meminta pengawasan ketat dari Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker). Hal ini disebut penting agar Disnaker memastikan implementasi di lapangan berjalan sesuai aturan dan jangan sampai ada perusahaan yang tidak mematuhi kebijakan tersebut.

"Itu kita harapkan, bahwa perusahaan-perusahaan yang mampu yang baik, tentu kita harapkan mengikuti apa yang menjadi kebijakan dari PJ Gubernur apabila dia menetapkan upah sektoral dan struktur skala upah. Bagi perusahaan yang tidak mampu kan adaji juga regulasinya. Dapat mengajukan penundaan sesuai fakta atau setelah di audit oleh Disnaker," tutur Basri.

"Kedua, yang perlu diawasi dan diultimatum adalah Disnaker dalam hal ini pengawasannya. Jangan sampai 1 Januari 2025 berlaku upah 6,5 persen ditambah upah sektoral dan struktur skala upah implementasi di lapangan banyak oknum-oknum penguasa nakal tidak memberlakukannya. Banyak fakta-fakta terjadi dan ini kami minta dibarengi tindakan nyata, dibarengi tindakan hukum sesuai ketentuan perundang-undangan," sambungnya.

Menanggapi kekhawatiran pengusaha soal potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat kenaikan UMP, Basri menilai hal itu tidak rasional. Terlebih kenaikan UMP di Sulsel disebut sebelumnya sempat mencapai 20 persen dan tidak ada PHK massal saat itu.

Ia menyebut, justru PHK terjadi saat kenaikan UMP rendah. KSPSI percaya bahwa kenaikan upah justru dapat meningkatkan daya beli buruh dan memajukan perekonomian.

"Itu bukan indikator bahwa kenaikan UMP terjadi PHK. Justru itu indikator apabila persentase naik dan daya belih buruh tinggi. Konsumsi masyarakat sudah bagus, daya beli tinggi justru dapat memajukan iklim investasi dan bisa menyerap tenaga kerja. Jadi saya kira bukan itu indikatornya," bebernya.

Menurut Basri, kekhawatiran pengusaha lebih terkait dengan kepentingan profit. Untuk itu KSPSI disebut akan tetap berada di barisan buruh dalam memperjuangkan hak-haknya.

"Saya kira bukan itu indikatornya. Yah, namanya juga pengusaha kan bagaimana untung besar. Kalau dikatakan itu akan menyebabkan PHK, saya kira itu tidak rasional dan itu bukan penyebab," ungkapnya.

Ia juga berharap kenaikan UMP 2025 bisa membawa perubahan positif bagi buruh. Terlebih di 2024 ini disebut sebagai tahun yang cukup berat bagi buruh. Sehingga adanya kenaikan 6,5 persen ini diharapkan bisa meningkatkan daya beli mereka.

Selain itu, KSPSI juga menargetkan kenaikan upah bagi pekerja lama melalui struktur skala upah.

“Kami harap pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun bisa menikmati kenaikan hingga 10 persen,” ungkapnya.

Struktur skala upah ini, kata Basri, akan memberikan keadilan bagi pekerja senior. Mereka yang sudah lama bekerja dan memiliki kompetensi tinggi harus mendapatkan apresiasi lebih. Ia juga menegaskan komitmen KSPSI untuk terus memperjuangkan hak buruh.

“Kami akan mengawal implementasi kebijakan ini dan memastikan tidak ada pelanggaran,” pungkasnya. (Isak/B)

  • Bagikan

Exit mobile version