MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) menyelesaikan empat perkara hukum lewat keadilan restoratif atau restorative justice (RJ). Adapun empat perkara tersebut berasal dari satuan kerja Kejari Makassar, Bantaeng dan Palopo.
Penyelesaian perkara ini dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Agus Salim didampingi Wakajati Sulsel Teuku Rahman, Asisten Tindak Pidana Umum Rizal Nyaman Syah, dan Koordinator pada Tindak Pidana Umum Akbar, lewat aplikasi zoom, Senin (9/12/2024) kemarin.
Agus Salim dalam keterangan tertulisnya yang diterima Rakyat Sulsel mengatakan, penyelesaian sebuah perkara lewat RJ memberikan solusi untuk memperbaiki keadaan, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat dengan tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku.
“Kalau kita melihat kondisi rumah dan ekonomi tersangka memang memprihatinkan. Karena itu, keadilan restoratif menjadi solusi terbaik. Dengan catatan, kepentingan korban tetap diutamakan dalam penyelesaian perkara,” ujar Agus Salim.
Adapun perkara Kejari Makassar yang diajukan untuk RJ yaitu atas nama tersangka Muh Darwis (44). Dia disangka melanggar Pasal 362 KUHPidana karena terlibat kasus pencurian terhadap korban bernama Agung (34). Tersangka yang juga merupakan ayah tiga orang anak itu bekerja sebagai sopir taksi online dengan menyewa mobil dan merupakan tulang punggung keluarga.
Adapun perkaranya terjadi pada Kamis, 4 Juli 2024, di sekita Jalan Hertasning, Kota Makassar. Saat itu, korban memesan angkutan online yang diterima tersangka. Korban kemudian naik ke mobil tersangka, hingga saat turun dia lupa membawa handphone (HP) miliknya.
"Tersangka lantas berbohong jika tak ada HP yang tertinggal di mobilnya. HP tersebut tidak jadi dijual dan simpan selama dua bulan hingga akhirnya ditemukan penyidik kepolisian saat kembali dinyalakan," terangnya.
Selanjutnya perkara dari Kejari Palopo yang diajukan untuk RJ atas nama tersangka Agus Santoso alias Agus bin Alm Ilyas (39) yang disangka melanggar Pasal 335 ayat (1) KUHPidana yakni pengancaman terhadap korban bernama Hasriani Hatta (25).
Perkara ini terjadi pada Kamis, 17 Oktober 2024 di Jalan Pongtiku, Kelurahan Salobulo, Kecamatan Wara Utara, Kota Palopo. Kasus berawal dari saksi atau korban yang datang ke rumah mantan ipar korban dengan bermaksud untuk bertemu dengan keponakan korban.
Kemudian, korban bertemu dengan mantan iparnya dan langsung marah-marah kepada korban sehingga terjadi keributan karena ipar korban tidak memberikan keponakannya kepada korban. Keributan tersebut membuat tersangka marah dan mengingatkan korban untuk tidak membuat keributan karena di rumah tersangka ada tamu.
Kemudian tersangka kembali masuk ke dalam rumahnya. Namun, setelah korban kembali ke tempat parkir motornya, dimana korban sebelumnya disuruh tersangka untuk meninggalkan tempat tersebut tiba-tiba mendengar korban teriak dengan mengatakan “itu semua keluargamu minta makan di rumah saya”.
Perkataan tersebut membuat tersangka merasa emosi dan tersinggung, sehingga keluar dari rumahnya dan langsung mendatangi korban ke tempat parkir motor korban sambil membawa sebilah parang dan menaruh di dekat leher korban dan berkata ”diamki”.
"Atas perbuatan tersangka membuat korban ketakutan dan merasa panik namun tidak ada warga yang datang untuk melerainya. Tersangka melakukan pengancaman terhadap korban dengan menggunakan sebilah parang dikarenakan sakit hati kepada korban dengan perkataannya dan akibat dari perbuatannya tersebut telah mengakibatkan Korban mengalami ketakutan, panik dan merasa trauma," bebernya.
Kemudian perkara ketiga yang diajukan RJ dari Kejari Bantaeng dan keempat dari Kejari Takalar yang mengajukan RJ untuk dua perkara. Pertama, tindak pidana penganiayaan yang melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP dengan tersangka Ridwan alias Rido bin Salning (19) dan atas nama korban Asral bin Hayyung (21).
Perkara ini terjadi pada Minggu, 31 Oktober 2024, sekira pukul 21.30 WITA di Bakara, Desa Pa’jukukang, Kecamatan, Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng. Secara umum dijelaskan, pengajuan RJ dari empat perkara itu dilakukan dengan beberapa alasan.
"Pertama para tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan bukan residivis, diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, masih adanya hubungan kekeluargaan antara koran dan tersangka, serta saksi korban telah memaafkan perbuatan tersangka dan telah ada perdamaian kedua belah pihak serta masyarakat merespons positif," pungkasnya. (Isak/B)