MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Partisipasi pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di Kota Makassar menjadi perhatian, karena menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan Pilkada 2020.
Bahkan, Kota Makassar tercatat sebagai daerah dengan partisipasi pemilih terendah di antara 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan (Sulsel). Peningkatan anggaran Pilkada yang besar dianggap tidak mampu meningkatkan angka partisipasi pemilih, yang menjadi masalah utama.
Diketahui, anggaran Pemilu di Kota Makassar untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dari Pemerintah Kota Makassar adalah sebesar Rp 64 miliar.
Namun, pertanyaan yang muncul adalah apakah rendahnya partisipasi ini bisa dianggap sebagai kerugian negara, mengingat anggaran yang tidak menghasilkan hasil maksimal? Apa sebenarnya penyebab turunnya partisipasi pemilih di Pilwalkot Makassar?
Pemerhati Pemilu, Nurmal Idrus, menegaskan bahwa rendahnya partisipasi pemilih tidak bisa langsung dianggap sebagai kerugian negara.
"Tidak ada yang bisa memprediksi berapa banyak masyarakat yang akan menggunakan hak pilihnya, bahkan KPU sekalipun," ujarnya, Kamis (12/12/2024).
Menurut Nurmal, anggaran Pilkada memang disesuaikan dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT), sehingga jika sebagian pemilih tidak datang, itu bukan sesuatu yang bisa diduga sebelumnya. KPU tetap harus menyiapkan kertas suara, jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS), dan kebutuhan logistik lainnya sesuai dengan DPT yang ada.
Ia juga menambahkan bahwa anggaran yang tidak terpakai akibat rendahnya partisipasi pemilih adalah bagian dari risiko penyelenggaraan pemilu langsung. Hal itu tidak bisa disebut sebagai kerugian negara karena tidak ada kesengajaan dalam penggunaan anggaran.
"Yang harus jadi perhatian adalah bagaimana KPU Makassar bertanggung jawab terhadap rendahnya partisipasi pemilih ini. KPU seharusnya bisa mendorong partisipasi pemilih lebih baik," ujar Nurmal.