MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Slogan Calon Gubernur Sulsel nomor urut 01 Moh Ramdhan Pomanto - Azhar Arsyad (DIA) Tarung Sampai Menang bukan gertakan belakang. Walikota Makassar dua periode itu bersama pasangan calon Pilwalkot Makassar Indira Jusuf Ismail-Ilham Ari (INIMI) resmi menggugat ke Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan lamat situs website MK, Pilwalkot Kota Makassar, dimohonkan paslon nomor urut 3 Indira Yusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi melalui kuasa hukumnya Donal Paris dkk sesuai lampiran APPP nomor: 220/PAN.MK/e-AP3/2024.
Sedangkan, Pilgub Sulsel pemohon paslon Danny Pomanto - Azhar Arsyad nomor 260/PAN.MK/e-AP3/12/2024), teregistrasi pada Rabu 11 Desember 2024, pukul 18.43 WIB. Adapun kuasa Hukum Donal Fariz Dkk.
Juru Bicara (Jubir) Paslon DIA, Asri Tadda mengatakan, pihaknya telah resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dugaan pelanggaran pada Pilgub Sulsel baru-baru ini.
"Alhamdulillah gugatan perselisihan hasil pilkada untuk Pilgub Sulsel sudah terdaftar di Mahkamah Konstitusi, semalam (11/12) dengan nomor registrasi 260," kata Asri, Jumat (13/12).
Dia mengatakan, gugatan yang dilayangkan oleh pasangan Danny-Azhar ini karena ditemukan dugaan kecurangan dan pelanggaran hukum yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
"Jadi gugatan ini disadari oleh dugaan adanya pelanggaran atau kecurangan dalam Pilgub Sulsel yang sifatnya terstruktur, sistematis dan masif, atau disingkat TSM," ucapnya.
Menurut dia, langkah yang dilakukan dengan menggugat ke MK sebagai upaya untuk menyempurnakan kualitas demokrasi di Sulsel. Juga merupakan hak konstitusional yang diatur undang-undang.
"Kami percaya bahwa kecurangan yang terjadi telah mencederai demokrasi di daerah ini, sehingga yang kami lakukan adalah untuk menyempurnakannya, mengevaluasinya melalui jalur hukum yang konstitusional dan dibenarkan undang-undang," jelasnya.
Ditegaskan, tahapan gugatan yang ditempuh bukan karena berada pada posisi yang kalah. Pihaknya juga tidak pernah sekalipun menuding lawan politiknya sebagai pelaku kecurangan.
"Ini bukan soal menang kalah ya. Kita juga tidak pernah sekalipun menuding bahwa kubu lawan yang lakukan (kecurangan) itu. Jadi
biarlah semua nanti berproses di MK," tandasnya.
Asri berharap agar upaya hukum yang dilakukan Tim Danny-Azhar mendapat dukungan dari masyarakat guna menjaga kualitas demokrasi di daerah ini.
"Kami berharap hal ini mendapat dukungan dari seluruh pihak, sehingga bagaimana pun nanti hasil Pilgub Sulsel itu bisa diterima karena momentum gugatan di MK itu sebenarnya jadi legitimasi hukum tertinggi di negara kita," tandasnya.
"Kita berharap semua pihak melihat ini secara positif. Bahwa ada yang bilang ini mencari sensasi, saya kira itu keliru. Semua ini betul-betul demi menyempurnakan dan memurnikan proses demokrasi di Sulsel," pungkasnya.
Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Unhas Prof Aminuddin Ilmar mengatakan, masing-masing paslon punya hak untuk ajukan gugatan, selama ada bukti yang kuat dibawakan terkait dengan dugaan pelanggaran Pilkada.
Meski perselisihan hasil suara cukup jauh. Namun kata dia, itu tidak jadi persoalan karena nanti dari Mahkamah Konstitusi yang akan menilai dan memutuskan.
"Saya lihat persilahkan hasil suara jauh ya di Pilgub Sulsel dan Pilwakot Makassar tapi tidak jadi masalah untuk mencari keadilan, tentu harus sesuai dengan bukti-bukti yang mereka peroleh," kata Prof Aminuddin.
"Saya kira kalau ada pelanggaran pemilu atau tidak meskipun beda jauh, tentu mahkamah juga akan nilai," sambungnya.
Menurutnya, jika gugatan terhadap dugaan pelanggaran itu betul-betul terbukti dan dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM), maka peluang untuk pemilihan ulang bisa saja dilakukan.
"Apakah melalui gugatan atau terkait dengan pelanggaran pemilu dalam hal ini terjadi TSM, itu kan yang akan dinilai MK kalau terbukti TSM berarti ada pemilihan suara ulang," pungkasnya.
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulsel, Alamsyah mengatakan sampai saat ini laporan dugaan pemalsuan tanda tangan pemilih ini belum masuk ke Sentra Gakkumdu Bawaslu Sulsel.
Kendati demikian, Alamsyah mengakui bahwa pada saat rekapitulasi tingkat provinsi kemarin, saksi paslon DiA sempat mempertanyakan hal tersebut. Sehingga hal ini dituangkan ke dalam nota keberatan saksi pada lembar kejadian khusus.
"Belum ada masuk (laporan pemalsuan tanda tangan pemilih). Karena ini kita ada 40 laporan belum ada yang itu. Kemungkinan ke Bawaslu Kota Makassar karena lokusnya di Makassar," sebut Alamsyah saat dikonfirmasi.
Dia mengatakan adanya dugaan tersebut memang sempat dikemukakan pada saat rekapitulasi suara. Namun mengingat waktu yang terbatas, Alamsyah mengatakan Bawaslu memberi kesempatan kepada Tim paslon yang keberatan untuk menempuh jalur MK.
"Karena itu waktu rekap kami belum bisa pastikan, karena masih sistem konfirmasi kan. Jadi situasinya saat itu tim salah satu paslon membeberkan itu, kemudian KPU untuk memastikan ke jajarannya. Karena waktu kita kejar, kita memberikan kesempatan melalui jalur MK," jelasnya.
"Apapun kejadiannya terkait dengan rekapitulasi, bila tidak ada titik temu maka dicatatkan ke dalam kejadian khusus. Sebenarnya masih ada beberapa cuma yang menonjol kita dengar itu kan 3 daerah itu (Sidrap, Makassar dan Jeneponto)," tukas Alamsyah.
Sementara dari KPU Makassar sebagai atasan KPPS yang terlapor juga mengatakan belum bisa banyak berkomentar karena belum mendapat informasi lengkap terkait kejadian itu. Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Divisi Sosdiklih Parmas dan SDM KPU Makassar, Muhammad Abdi Goncing.
"Kita juga tidak tahu laporannya bagaimana, kita bisa konfirmasi ke Gakkumdu. Karena saya juga kurang mengerti, saya cuma baca berita soal apa yang dilaporkan tapi kan kita tidak tahu apa isi laporannya," jawab Abdi Goncing.(Yadi/B)