JENEPONTO, RAKSUL – Kasus dugaan korupsi pokok pikiran (Pokir) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jeneponto periode 2019-2024 kini semakin berkembang dan berpotensi menyeret sejumlah oknum anggota dewan serta pejabat organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jeneponto.
Hal ini menyusul pernyataan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Jeneponto, AKP Syahrul Rajabia, yang menyatakan bahwa penanganan kasus dugaan korupsi Pokir DPRD Jeneponto akan dilanjutkan setelah pemilihan umum 2024. Sejumlah organisasi juga turut mendesak aparat penegak hukum untuk serius menangani kasus ini, khususnya yang berkaitan dengan dugaan korupsi Pokir.
"Kami meminta agar aparat penegak hukum, dalam hal ini penyidik Polres Jeneponto, untuk serius menangani kasus dugaan korupsi Pokir DPRD Jeneponto tanpa pandang bulu. Kami mendesak agar kasus ini dijadikan perhatian utama dan diselesaikan hingga tuntas, sampai ke akar-akarnya. Kami akan memantau setiap perkembangan kasus ini, dan jika perlu kami tidak segan-segan turun ke jalan," ujar Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jeneponto, Gunawan, kepada Rakyat Sulsel, Rabu (18/12/2024).
Pada tahun 2022, anggaran Pokir DPRD Jeneponto mencapai Rp30 miliar, yang terdiri dari 273 Pokir untuk perlengkapan pertanian dengan anggaran sebesar Rp11.497.300.000 di Dinas Pertanian, 35 Pokir pengadaan sumur bor senilai Rp5.005.500.000 di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), serta 9 Pokir pengadaan pagar (sekolah, pemakaman, dan jalan) senilai Rp1.065.000 di Dinas Pendidikan, Dinas PUPR, dan Dinas Perhubungan.
Untuk tahun 2023, Pokir DPRD Jeneponto dianggarkan sebesar Rp14.085.300.000, yang terdiri dari 207 Pokir anggota dewan berupa alat pertanian, bibit pertanian, jalan usaha tani, sumur bor, serta hewan ternak kuda dan kambing senilai sekitar Rp6,8 miliar di Dinas Pertanian Kabupaten Jeneponto.
Dari anggaran Pokir DPRD Jeneponto periode 2019-2024 ini, diduga terdapat Pokir siluman yang tidak melalui perencanaan dan pembahasan sesuai mekanisme yang ada, serta dugaan praktik korupsi yang berpotensi merugikan keuangan negara. Selain itu, terdapat dugaan penyalahgunaan kewenangan, gratifikasi, serta praktik jual beli proyek fisik, alat pertanian, dan penguasaan pribadi Pokir yang dibiayai dengan uang negara. (Zadly)