MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Praktik percetakan dan peredaran uang palsu di kampus Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar ikut mengungkap keterlibatan "orang besar" dalam kasus itu. Sosok berinisial ANS diduga menjadi salah satu aktor sentral dari praktik lancung tersebut. Siapakah figur ANS? Seperti apa peran dan tindaktanduknya dalam menjalankan kejahatan ini? Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Polres Gowa tengah "memburu" ANS yang dikenal sebagai pengusaha dan politikus tersebut.
Dugaan keterlibatan ANS dalam perkara ini diungkapkan oleh Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan, Inspektur Jenderal Yudhiawan Wibisono saat konferensi pers di Mapolres Gowa, Kamis (19/12/2024) siang. Yudhi membenarkan bahwa sosok ANS punya peran sentral dalam mencetak uang palsu yang terbongkar di kampus Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar.
"Kalau kami lihat dari TKP tempat cetak uang palsu, jadi di rumah saudara ASS (ANS) di Jalan Sunu, Kota Makassar. Kemudian juga ada di Jalan Yasin Limpo (UIN Alauddin), Gowa," kata Yudhiawan.
Menurut Yudhiawan, sebelum mesin pencetak uang palsu ditemukan di kampus UIN Alauddin, polisi terlebih dahulu mendatangi rumah yang berada di Jalan Sunu 3, Kota Makassar. Rumah tersebut diketahui adalah milik ANS.
Yudhiawan mengatakan, awalnya produksi uang palsu itu berlangsung di rumah pribadi ANS tersebut. Namun, karena jumlah uang yang akan dicetak semakin besar, para pelaku membutuhkan mesin dengan kapasitas lebih besar, yang akhirnya dipindahkan ke kampus UIN Alauddin.
"Karena sudah mulai membutuhkan jumlah yang lebih besar, maka mereka membutuhkan alat yang lebih besar. Tadinya mereka menggunakan alat kecil," beber Yudhiawan.
Alat yang ditemukan di perpustakaan UIN Alauddin itu, kata Yudhiawan, dibeli seharga Rp 600 juta. Mesin cetak uang palsu diperkirakan berbobot dua ton itu, didatangkan langsung dari China lewat Surabaya.
"Alat besar itu senilai Rp 600 juta dibeli di Surabaya, namun dipesan dari China. Alat itu dimasukkan oleh salah satu tersangka inisial AI ke dalam salah satu kampus di Gowa," beber Yudhiawan.
Yudhiawan memaparkan, dalam kasus ini ada tiga sosok memiliki peran sentral, salah satunya adalah ANS.
"Jadi mereka di balik 17 orang ini, perannya berbeda, tapi peran sentralnya ada pada saudara AI, saudara S, saudara ANS, dan ada juga yang DPO," jelas Yudhiawan.
Dari ekspose kasus tersebut, sudah 17 orang yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka-selengkapnya lihat grafis. Polisi menetapkan tiga orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), salah satunya adalah ANS.
ANS yang dinyatakan DPO itu merupakan pengusaha ternama di Indonesia. Dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel 2024, ANS sempat masuk dalam daftar bursa calon hingga mengikuti uji kelayakan sebagai bakal calon Gubernur Sulsel yang digelar oleh salah satu partai pada Juli lalu. Selain terdaftar sebagai kader partai, ANS juga merupakan tokoh nasional dan tercatat sebagai ketua salah satu organisasi ekonomi di Indonesia Timur.
Berdasarkan hasil penyelidikan Satreskrim Polres Gowa, awalnya melakukan pengembangan terhadap Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar inisial AI. Dimana dari tangan AI didapatkan sejumlah uang palsu pecahan Rp 100 ribu yang didapatkan dari seorang inisial S yang dikenalkan oleh ANS.
Pelaku S disebut mencetak uang palsu di sebuah rumah di Jalan Sunu, Kota Makassar. Dari hasil penggeledahan Satreskrim Polres Gowa di rumah S, terungkap jika pembelian bahan baku untuk pembuatan uang palsu pecahan Rp 100 ribu tersebut dibiayai atau dibayarkan dan dikirimkan oleh ANS melalui seorang perantara inisial JB.
Selain dari ANS, bahan baku uang palsu itu juga diketahui dibeli sendiri olah S melalui seorang importir inisial RZ, utamanya untuk kertas konstruk dan tinta. Sedangkan untuk bahan baku lainnya S membelinya melalui aplikasi belajar online.
ANS belum berhasil dikonfirmasi berkaitan dengan perkara tersebut. Dua nomor kontak yang diyakini adalah milik ANS tidak merespons saat dihubungi wartawan Rakyat Sulsel malam tadi. Pesan singkat yang dilayangkan ke nomor kontak WhatsApp ANS juga tercentang satu.
Adapun kasus ini pertama kali terungkap, kata Yudhiawan bermula dari laporan masyarakat di wilayah Kecamatan Palangga, Kabupaten Gowa. Masyarakat melapor kepada Polsek setempat bahwa diduga ada uang kertas palsu yang diedarkan.
"Kemudian oleh tim kami langsung di laporkan di Polres, dan Sat Reskrim langsung bergerak untuk melakukan penyelidikan, tempatnya di Jalan Pelita Lambengi, Kelurahan Bontoala, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa," ujar dia.
Usai menerima laporan masyarakat, tim Satreskrim Polres Gowa langsung bergerak dan melakukan penyelidikan untuk mengungkap peredaran uang palsu tersebut. Setelah dilakukan penyelidikan, pertama kali ditangkap adalah tersangka M yang telah melakukan transaksi dengan AI.
"Mereka melakukan jual beli uang palsu. Uang palsu ini perbandingannya satu banding dua, jadi satu asli dua uang palsu. Kemudian transaksi ini melalui beberapa tersangka yang lain," terangnya.
Yudhiawan juga menjelaskan, dalam pengungkapan kasus ini pihaknya berhasil menyita barang bukti yang nilainya mencapai triliun rupiah. Dengan rincian, mata uang rupiah palsu emisi 2016 sebanyak 4554 lembar, pecahan Rp100 ribu, kemudian mata uang palsu emisi 1999 sebanyak 6 lembar pecahan Rp100 ribu, juga ada 234 lembar uang palsu pecahan Rp100 ribu dan belum terpotong.
Bukan itu saja, selain mata uang palsu rupiah, polisi juga ikut menyita ratusan lembar mata uang Korea Selatan (KRW) dan mata uang Vietnam (VND).
"Kemudian mata uang Korea satu lembar sebesar 5000 Won, ada mata uang Vietnam sebanyak 111 lembar sebanyak 500 Dong dan ada mata uang rupiah 2 lembar dengan pecahan Rp1000 emisi 1964 , ada mata uang pecahan Rp100 ribu emisi 2016 sebanyak 234 lembar," bebernya.
Tak hanya itu, kata Yudhiawan, pihaknya juga menyita barang bukti satu lembar kertas fotokopi sertifikat of deposit BI nilainya Rp 45 triliun. Serta ada satu lembar kertas surat berharga negara (SBN) senilai Rp 700 triliun.
"Kemudian dari beberapa alat bukti yang lain, ini ada tinta ada mesin (mesin cetak uang palsu), spare part, kaca pembesar, lampu rekam dan lain -lain. Semuanya ada total 98 barang bukti, khusus untuk mesin cetak di beli di Surabaya tapi barang dari Cina nilainya 600 juta," ungkap dia.
"Barang bukti cukup banyak termasuk hasil penjualan juga jadi tentu saja kalau sudah hasilnya akan kita terapkan dengan TPPU juga, terhadap tersangka utama. Barang buktinya ada sekitar 98 item itu TKP 1, di TKP 2 masih banyak lagi," sambung dia.
Atas perbuatan tersangka, Yudhiawan mengatakan mereka dijerat pasal sesuai dengan perannya masing-masing dengan pasal 36 ayat 1 , ayat 2 , ayat 3 dan pasal 37 ayat 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang. Dengan ancaman pidana paling lama 10 tahun hingga seumur hidup.
Mantan Kapolrestabes Makassar itu menyampaikan dalam kasus ini kemungkinan masih akan ada penambahan tersangka. Untuk itu, ia meminta kepada masyarakat khususnya di wilayah sekitar Kabupaten Gowa untuk tidak resah.
"Tidak usah khawatir karena dari hasil pemeriksaan uang yang sudah beredar pun kita tarik semua dari tempat tertentu, dari para tersangka yang mengedarkan juga sudah kita tarik," imbuh dia.
Kepala Polres Gowa, Ajun Komisaris Besar Reonald T. Simanjuntak menceritakan awal mula mesin cetak senilai Rp 600 juta diselundupkan ke gedung Perpustakaan UIN Alauddin Makassar. Mulusnya penyelundupan mesin cetak ke dalam kampus tersebut tak terlepas dari peran Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar Andi Ibrahim.
Menurut Reonald, uang palsu awalnya diproduksi oleh ANS di Kota Makassar. Menurut dia, proses pencetakan uang palsu ini masih menggunakan mesin cetak berukuran kecil.
"Atas nama AS, itu di Jalan Sunu, Makassar, karena sudah mulai membutuhkan jumlah yang lebih besar maka mereka memesan alat yang lebih besar senilai Rp 600 juta mereka beli di Surabaya namun alat itu dipesan dari China," ujar Reonald.
Saat tiba di Makassar, mesin cetak itu kemudian dibawa ke dalam kampus UIN Alauddin Makassar. Reonald mengungkap peran kunci Kepala Perpustakaan Andi Ibrahim dalam proses penyelundupan mesin cetak itu ke dalam kampus.
"Alat itu dimasukkan tersangka AI itu ke dalam salah satu kampus di Gowa, yaitu menggunakan salah satu gedung, yaitu perpustakaan dan itu di malam hari," ujar Reonald.
Menurut Reonald, mesin cetak tersebut memang memiliki ukuran yang besar. Selain itu, mesin cetak itu juga sangat berat.
"Dan itu coba kami rekonstruksikan kemarin, dengan 25 personel Polri mengangkat alat itu tidak mampu, jadi menggunakan forklift alat itu masuknya. Masuk dengan forklift, setelah itu didorong yang ada rodanya, yang tadi rodanya 6 sekarang sisa 4, saking beratnya mesin tersebut," ujar dia.
Reonald mengungkapkan produksi uang palsu yang dilakukan puluhan orang ini telah berlangsung sejak 2010. Produksinya dimulai di rumah tersangka ANS kemudian berlanjut ke UIN Alauddin tahun ini.
"Juni 2010 dimulai, kemudian tahun 2011-2012 salah satu tersangka sempat mencalonkan diri sebagai Wali Kota Makassar namun berujung apes karena tidak mendapatkan tiket. Kemudian pada Juni hingga Juli tersangka kembali merencanakan dan mempelajari bagaimana membuat uang palsu," imbuh dia.
"Jadi di tahun 2010 dalam tahap merencanakan pembuatan uang palsu. Sedangkan Juli 2022 telah membuat. Oktober 2022 sudah mulai membeli alat cetak dan kertas. Mei 2024 produksi. Juni para pelaku bertemu dan saling bekerja sama untuk proses pembuatan uang palsu. September 2024 para pelaku berkomunikasi dengan AI dan mengangkut peralatan kemudian melakukan produksi di TKP berikutnya (UIN)," beber Reonald.
Sementara itu, Rektor UIN Alauddin Profesor Hamdan Juhannis menyatakan telah memberhentikan dengan tidak hormat pegawai UIN yang terlibat.
"Kehadiran kami disini untuk mengungkap kasus ini ke akar-akarnya. Selaku pimpinan tertinggi saya marah, saya malu dan saya merasa tertampar. Setengah mati kami membangun kampus bersama pimpinan ini hadir semua warik I, II dan lll kepala biro dengan sekejap dihancurkan. Oleh karena itu jelas kedua oknum yang terlibat di kampus kami langsung kami diberhentikan tidak hormat," ujar Hamdan.
Fakta lain yang mencengangkan dalam kasus produksi uang palsu di Perpustakaan UIN Alauddin Makassar yakni melibatkan dua oknum dari bank BUMN dan dua orang wanita. Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulsel Rizki Ernadi Wimanda menegaskan tidak ada keterkaitan bank dengan kasus ini, melainkan hanya dilakukan oknum yang bekerja di dua bank BUMN.
"Tidak ada kaitannya, transaksinya juga di luar bank," imbuh Rizki.
Rizki juga menjelaskan, uang palsu jika diperhatikan memiliki perbedaan signifikan dengan uang asli sebab uang asli dilengkapi 11 security fitur yang tidak bisa ditiru.
"Jadi kalau ada masyarakat atau organisasi tertentu mencetak atau mengedarkan itu melanggar hukum sebab itu kewenangan BI. Hukumannya 10 tahun sampai seumur hidup dan dendanya Rp10 Miliar hingga Rp 100 Miliar. Kalau diperhatikan secara kasat mata susah di kenali," ujar dia.
"BI menyematkan 11 security fitur selain bahannya yang khusus, benang pengaman, watermark, elektro type, intaglio jadi pencetakan yang kasar, rektoverum yang jika dilihat dari samping saling melengkapi dan multicolor latent image yang paling susah dipalsukan blanko color shifting uvi filter, mikro teks yang sangat susah dipalsukan. Selain nomor seri satu sama lain yang berbeda," sambung dia.
Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan mengapresiasi kinerja jajaran kepolisian dalam pengungkapan perkara itu. "Kami mengapresiasi kinerja polisi. Ini sangat membantu pemerintah daerah dan juga seluruh lapisan masyarakat yang ada. Mudah-mudahan dengan terungkapnya kasus seperti ini tidak akan ada lagi persoalan-persoalan yang sama terjadi di masyarakat," kata Adnan.
Adnan menyebut, pihaknya akan terus mendorong jajaran kepolisian untuk mengungkap kasus ini hingga tuntas agar. Alasannya, pembuatan dan peredaran uang palsu sangat merugikan banyak pihak.
"Kasus uang palsu ini sama halnya dengan penipuan, bayangkan kalau masyarakat yang awam dan juga diedarkan di malam hari mungkin saja tidak bisa membedakan mana yang asli dan palsu. Alhamdulillah jajaran polres juga sudah menarik semua uang palsu yang beredar. Namun jika merasa menemukan segera diraba dulu, dilihat, diterawang kalau dia palsu segera laporkan ke polres dan menyerahkannya," ujar dia. (isak pasa'buan-hikma/C)