Oleh: Anathasya N Lengkong
RAKYATSULSEL - Peningkatan utang publik sering dipandang sebagai alat strategis untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi terutama di tengah kondisi ekonomi global yang menantang.
Peningkatan utang publik memiliki karakteristik dan implikasi yang berbeda anatar negara maju dan negara
berkembang.
Di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang utang publik lebih banyak
dialokasikan untuk menopang stimulus ekonomi ataupun dalam membiayai belanja negara.
Dikarenakan negara-negara maju telah memiliki akses ke pasar keuangan global dengan tingkat bunga yang rendah, negara maju cenderung tidak mengalami tekanan besar dari sisi pembiayaan walaupun rasio utang yang dimiliki cukup tinggi.
Sebagai contoh, Jepang memiliki rasio utang terhadap PDB lebih dari 200% namun stabilitas ekonomi dan kepercayaan investor membuat beban utang tetap dapat terkendali.
Walaupun demkian tantangan jangka panjang tetap ada terutama pada keberlanjutan fiskal akibat populasi yang cenderung pada tingkat usia tua hal ini akan meningkatkan tekanan pada anggaran sosial.
Sebaliknya, di negara berkembang seperti Indonesia, Brasil dan Pakistan tantangan yang dihadapi lebih besar dalam mengelola utang publik. Adanya keterbatasan pendapatan negara dan fluktuasi nilai tukar sering kali meningkatkan risiko pembiayaan utang terutama jika utang luar negeri lebih mendominasi portofolio.
Di beberapa kasus seperti yang terjadi di Sri Lanka, ketergantungan pada utang luar negeri telah memicu krisis ekonomi akibat kegagalan membayar kewajiban utang.
Pembiayaan pembangunan melalui utang merupakan strategi yang sering digunakan oleh pemerintah khususnya di negara berkembang untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur dan sektor strategis lainnya.
Dengan keterbatasan pendapatan negara utang memberikan peluang untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan dan melaksanakan proyekproyek yang mampu mendorong produktivitas ekonomi jangka panjang.
Utang yang digunakan untuk pembiayaan operasional yang kurang produktif akan memberikan risiko tekanan fiskal.
Beban bunga dan kewajiban pembayaran pokok dapat menyerap sebagian besar anggaran negara, pembayaran bunga pada anggaran negara yang akan mengurangi ruang untuk belanja produktif seperti pendidikan, kesehatan ataupun perlindungan sosial.
Di Indonesia sendiri, utang digunakan untuk mendanai proyek infrastruktur besar seperti pengadaan jalan tol, bandara, dan fasilitas publik lainnya yang bertujuan
untuk meningkatkan produktivitas jangka panjang.
Namun hal ini membutuhkan perencanaan yang matang agar dana utang menghasilkan efek multiplikasi yang optimal terhadap perekonomian.
Jika dikelola dengan baik, utang dapat menjadi peluang untuk mempercepat pembangunan, terutama di sektor strategis yang berkontribusi besar terhadap PDB nasional.
Saat ini Indonesia memiliki rasio utang terhadap PDB yang mendekati batas aman yaitu di bawah 60%. Namun pemerintah tetap perlu melakukan manajemen kebijakan fiskal untuk menghindari krisis utang di masa depan. Untuk menjaga keseimbangan antara pembiayaan pembangunan dan risiko tekanan fiskal, pemerintah harus mengelola utang secara hati-hati dan terencana.
Salah satu langkah penting adalah memastikan bahwa utang digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek produktif dengan tingkat pengembalian yang lebih tinggi daripada biaya pinjaman.
Selain itu diversifikasi sumber pembiayaan dan reformasi fiskal juga perlu dilakukan oleh pemerintah. Diversifikasi sumber pembiayaan merupakan strategi yang dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis atau sumber pendanaan yang dapat meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan fiskal pemerintah. Strategi ini dilakukan melalui kerja sama pemerintah-swasta (public-private partnership).
Kerja sama pemerintah-swasta dapat membantu mengurangi peningkatan utang karena sebagian besar pembiayaan proyek berasal dari sektor swasta. Kerja sama pemerintah-swasta dapat berkontribusi dalam menciptakan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan fiskal.
Reformasi fiskal seperti peningkatan efisiensi perpajakan dan pengendalian belanja operasional, juga diperlukan untuk menciptakan ruang fiskal yang lebih besar tanpa menambah utang baru.
Reformasi fiskan yang dirancang untuk meningkatkan penerimaan negeri dapat membantu mengurangi ketergantungan pemerintah pada pembiayaan yang bersumber dari utang. Dengan peningkatan pendapatan negara, pemerintah memiliki sumber dana yang lebih besar untuk membiayai belanja negara.
Pengendalian belanja operasional yang memprioritaskan pengeluaran pada sektor produktif dan mengurangi belanja operasioan yang tidak efisien juga dapat menurunkan tekanan terhadap anggaran negara yang akan mempengaruhi rasio utang terhadap PDB dalam jangka panjang.
Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan utang adalah elemen kunci lainnya. Dengan keterbukaan data mengenai alokasi dan dampak utang pemerintah dapat meningkatkan kepercayaan publik dan investor terhadap kebijakan fiskal. Di sisi lain, penerapan kebijakan fiskal yang antisipatif seperti membangun cadangan devisa dan memitigasi risiko nilai tukar dapat membantu meminimalkan tekanan jangka pendek dari fluktuasi keadaan ekonomi global.
Dengan kombinasi langkah-langkah ini, utang publik dapat dikelola secara efektif sebagai alat pembangunan tanpa membahayakan stabilitas ekonomi makro.
Pada dasarnya, peningkatan utang publik dapat memberikan dampak yang beragam. Peningkatan utang publik dapat memberikan risiko yang cukup besar jika pengalokasian pembiayaan tidak dilakukan sebagaimana mestinya untuk keberlanjutan ekonomi. Namun peningkatan utang publik tentu dapat memberikan dampak yang sangat baik untuk pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat jika dilakukan dan dialokasikan sesuai dengan tujuannya.
Bagaimana pemerintah mengelolah dan mengatur lewat berbagai kebijakan fiskal menjadi penentu dari keberhasilan alokasi dana utang.
Peran masyarakat juga diperlukan untuk dapat turut terlibat serta mendukung dan memantau perkembangan program kinerja pemerintah sehingga kedapannya
dapat terwujud kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Penulis adalah Mahasiswa Magister Manajemen Properti dan Penilaian SPs USU