MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Mengawali tahun baru 2025, pemerintah akan mulai memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Kebijakan ini merupakan langkah lanjutan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang bertujuan meningkatkan penerimaan negara dan mendukung stabilitas ekonomi.
Meski memiliki tujuan strategis, kebijakan ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Abd. Muttalib Hamid, menilai kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen perlu dikaji dengan hati-hati.
"Kenaikan PPN menjadi 12 persen adalah langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun, dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan sektor riil perlu diperhatikan secara serius," ujar Muttalib kepada Rakyat Sulsel, Jumat (27/12/2024).
Muttalib, yang juga menjabat Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Makassar, berharap pemerintah lebih cermat dalam menentukan waktu dan mekanisme implementasi kebijakan ini.
"Kami berharap pemerintah melakukan kajian mendalam untuk meminimalkan dampak negatif terhadap masyarakat, terutama dalam situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa kebijakan kenaikan PPN dilakukan secara bertahap, mulai dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022, hingga 12 persen pada 1 Januari 2025.