MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Tersangka pembuatan dan peredaran uang palsu di Kampus II UIN Alauddin Makassar yang diungkap Satreskrim Polres Gowo beberapa waktu lalu bertambah menjadi 18 orang dari sebelumnya 17 orang. Annar Salahuddin Sampetoding yang sebelumnya diperiksa sebagai saksi kini ikut ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
Penetapan tersangka Annar Salahuddin Sampetoding disampaikan langsung oleh Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak saat diwawancara wartawan, Sabtu (28/12/2024).
"Sudah tersangka (Annar Salahuddin Sampetoding)," ujar Reonald lewat sambungan telepon.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Reonald masih ogah menjelaskan terkait peran pengusaha dan politkus itu dalam kasus uang palsu ini. Dia mengatakan, untuk lebih detailnya akan disampaikan oleh Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan dalam pres rilis yang dijadwalkan pada Senin, 30 Desember 2024.
"Senin kita rilis, langsung oleh Pak Kapolda. Nanti Pak Kapolda yang sampaikan lebih lanjut (motif dan perannya)," ungkap Reonald.
Adapun dari beberapa penjelasan kepolisian sebelumnya, Annar Salahuddin Sampetoding ikut disebut sebagai salah satu otak dalam pencetakan dan peredaran uang palsu ini.
Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan sebelumnya menjelaskan kronologi pengungkapan kasus ini dalam konferensi pers di Mapolres Gowa, Jalan Syamsuddin Tunru, Kecamatan Somba Opu, Gowa, Kamis (19/12/2024) lalu.
Dalam kesempatan tersebut, Yudhiawan mengungkapkan sebelum mesin pencetak uang palsu itu dimasukkan ke dalam Perpustakaan Kampus II UIN Alauddin Makassar, polisi lebih dahulu mendatangi salah satu rumah di Jalan Sunu 3, Kecamatan Tallo, Kota Makassar. Dimana rumah tersebut diketahui merupakan rumah pribadi Annar Salahuddin Sampetoding.
Di rumah tersebut, polisi diketahui menangkap seorang ibu rumah tangga (IRT) bernama Ria. Dia ditangkap bersama dua laki-laki bernama Muhammad Syahruna dan John Biliater Panjaitan. Polisi menyebut, pada tahun 2010 di rumah Annar Salahuddin Sampetoding tersebut dijadikan sebagai lokasi pertama para sindikat ini memproduksi uang palsu.
Di rumah Jalan Sunu tersebut, polisi juga diketahui menemukan sejumlah barang bukti, seperti mesin cetak uang palsu lama berukuran kecil tapi telah rusak dan beberapa bahan baku lain untuk pencetakan uang palsu.
"Kalau kita lihat dari TKP buat cetak uang palsu, jadi di rumah saudara ASS (Annar Salahuddin Sampetoding) Jalan Sunu, Kota Makassar. Kemudian juga ada di Jalan Yasin Limpo (UINAM), Gowa," kata Irjen Pol Yudhiawan.
Selain itu, Polisi juga menjelaskan, alat produksi atau mesin pencetak uang palsu di Jalan Sunu sebelumnya menggunakan mesin berukuran kecil. Namun karena membutuhkan jumlah yang lebih besar maka mereka membeli alat atau mesin cetak yang lebih besar seharga Rp 600 juta yang didatangkan langsung dari China lewat Surabaya.
Bahkan dari informasi yang didapatkan, Annar Salahuddin Sampetoding disebut turut mendanai pencetak uang palsu tersebut, utamanya dalam pembelian bahan baku pembuatan mata uang palsu pecahan Rp 100.000 melalui perantara John Biliater Panjaitan.
Adapun mesin baru pencetak uang palsu tersebut bisa lolos masuk ke dalam Perpustakaan Kampus II UIN Alauddin Makassar berdasarkan bantuan salah satu tersangka yang merupakan pejabat alias Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, Andi Ibrahim. Mesin pencetak uang palsu dengan bobot diperkirakan dua ton itu dimasukkan ke kampus pada malam hari dengan alasan untuk mencetak buku.
Berdasarkan hasil penyelidikan polisi disebutkan pabrik atau produksi uang palsu di dalam perpustakaan Kampus II UIN Alauddin Makassar sejak September 2024. Meskipun sindikat ini disebut sudah dimulai sejak 2010 silam.
"Awal pertama ditemukan (diproduksi) di Jalan Sunu Makassar, karena sudah mulai membutuhkan jumlah yang lebih besar maka mereka membutuhkan alat yang lebih besar. Jadi, tadinya menggunakan alat kecil," sebutnya.
"Timeline dan peredaran uang palsu ini dimulai dari 2 Juni 2010, sudah lama, terus lanjut 2011 sampai 2012. Kemudian sampai Juni 2022 kembali lagi untuk merencanakan pembuatan dan mempelajarinya lagi," sambungan Yudhiawan.
Untuk 17 tersangka sebelumnya dalam sindikat uang palsu di UIN yakni AI, MN, KA, IR MS, CBP, AA, SAR, SU, AK , IL, SM, MS, SR, SW, MM dan RM. Mereka ditangkap di sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Barat (Sulbar).
Para tersangka dijerat pasal sesuai dengan perannya masing-masing dengan pasal 36 ayat 1 , ayat 2 , ayat 3 dan pasal 37 ayat 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang, dengan ancaman pidana paling lama 10 tahun hingga seumur hidup.
Selain mengamankan belasan orang yang diduga terlibat, polisi ikut menyita 98 jenis barang bukti. Diantaranya adalah mata uang rupiah emisi 2016 sebanyak 4.554 lembar pecahan Rp 100.000.
Kemudian ada 234 lembar uang palsu pecahan Rp100.000 dan belum terpotong. Termasuk mata uang asing atau mata uang Korea Selatan sebanyak satu lembar 5.000 won dan 111 lembar uang 500 dong atau mata uang Vietnam.
Buka itu saja, polisi juga berhasil menyita mesin pencetak uang palsu tersebut yang diketahui dibeli oleh pelaku dari China senilai Rp 600 juta. Termasuk tinta, kertas, kaca pembesar dan alat-alat lainnya yang digunakan pelaku dalam beraksi.
Menariknya, dalam sindikat ini polisi turut menyita salinan atau fotocopy sertifikat deposito Bank Indonesia (BI) dan kertas surat berharga negara (SBN) yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
"Ini ada yang menarik, nanti kita perlu penjelasan dari BI. Ada satu lembar kertas fotocopy sertifikat BI, nilainya Rp 45 triliun. Juga ada satu lembar surat berharga negara senilai Rp 700 triliun," ucap Yudhiawan.
Mantan Kapolrestabes Makassar itu juga menyebut anggotanya dalam hal ini personel Satreskrim Polres Gowo masih mengejar tiga pelaku DPO ke tempat persembunyian. Untuk itu, ia memastikan ketiga pelaku tersebut akan tertangkap.
"Masih dikejar oleh anggota kita ke tempat pelariannya. Jangan sampai kita kasih tahu (tempatnya) nanti kabur. Yang jelas pasti itu kita akan tangkap," kata Yudhiawan. (Isak/B)