Puasa Internet

  • Bagikan
Praktisi hukum, Acram Mappaona Azis

Oleh: Acram Mappaona Azis

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Informasi telah menjadi kebutuhan primer setiap orang. Bila 20 tahun lalu informasi diperoleh dari cerita ke cerita (riwayat), buku, media cetak, dan radio, maka hari ini informasi diperoleh dari platform informasi yang tersedia dalam genggaman.

Bila 10 tahun lalu informasi berbentuk tulisan dan untaian kata, maka hari ini berbentuk audio visual berdurasi. Bila 5 tahun lalu platform interaksi digunakan untuk memelihara silaturahmi, dan bertukar informasi sesama teman, maka hari ini menjadi pusat kegiatan ekonomi, bahkan menjadi suatu profesi.

Dahulu, surat kabar, majalah, radio, bahkan platform berita menyajikan informasi sebagai kiblat hari ini harus mengakui kekuatan platform akan menggeser fungsi dan perannya. Seberapa banyak informasi jurnalistik yang dikonsumsi hari ini, menjadi kurang menarik dibandingkan petikan sela, rekaman pendek yang disebarkan hampir setiap detik di berbagai platform.

Informasi yang menjadi kebutuhan primer, kemudian berubah menjadi penyakit kejiwaan, yang hampir sama dengan ketika nasi berubah menjadi penyakit diabetes, dan beragam makanan menjadi penyakit jantung.

Setiap orang berubah. Dari mengkonsumsi makanan jadi menjadi produsen makanan jadi, berdampak sepinya rumah makan bahkan warung bakso. Dari menerima informasi, menjadi pembuat, penyebar, dan pemberi informasi di ruang-ruang platform. Bahkan peran seorang guru, semakin berkurang, setelah anak didik bisa mendapatkan informasi dari platform.

Penyakit kejiwaan dari informasi yang bertebaran, berdampak pada perilaku sosial, dan menjadikan setiap tatanan sosial terkecil sekalipun menjadi sensitif, yang ditandai dengan perilaku menyimpang, hanya karena informasi yang tidak terverifikasi.

Seperti nasi dan makanan yang kemudian menimbulkan penyakit, dan memerlukan pengendalian, maka informasi yang masuk dalam tubuh melalui indera penglihatan dan pendengaran perlu diistirahatkan sejenak, untuk tetap menjaga kewarasan, dan menormalisasi perilaku.

Cobalah sejenak untuk berhenti, dan nikmati hari dan waktu tanpa informasi. Memberikan fatwa pada diri sendiri, menjalankan puasa platform, dan menelusuri setiap sudut bumi dan perubahannya.

Maka di situ kita akan menemukan, betapa sedikit dan minimnya kesempatan menikmati hari, hanya karena kekepoan terhadap suatu keadaan, yang bukan menjadi bagian dari tujuan hidup.

Jika tulisan ini terbaca sampai habis, berarti kita sama-sama tidak sedang berpuasa internet. (*)

  • Bagikan