Politik, Kosmetik, dan Uang Palsu

  • Bagikan
Praktisi hukum, Acram Mappaona Azis

Oleh: Acram Mappaona Azis

MAKASSAR, RAKYATSULSEL CO - Sepanjang tahun 2024 diisi dengan kegiatan politik, yang diselingi dengan riuh kosmetik sebagai suatu entitas bisnis menjanjikan, dan di bagian akhir menyajikan percetakan uang palsu di perpustakaan.

Peristiwa politik, peredaran kosmetik dan uang palsu jika dikombinasikan menjadi suatu equilibrium tatanan sosial masyarakat.

Hasil Pilpres berakhir di Mahkamah Konstitusi, dan lebih dari 40 persen hasil Pilkada masih mengadukan nasib di Mahkamah Konstitusi.

Demikian halnya dengan kosmetik berjanjikan kemulusan penampilan, yang masih bertarung sengit, saling puji dan menjatuhkan antara satu merk dengan merk yang lain, dengan mengandalkan label BPOM.

Sementara itu, uang sebagai alat bayar, sangat terbatas, untuk belanja politik maupun kosmetik, sehingga menjadi setali mata rantai kegiatan sekunder yang berbayar.

Jika momentum politik 2019 digerayangi ancaman perpecahan anak bangsa, yang kemudian menjadi dalil rekonsiliasi tokoh politik, maka tahun 2024 dihiasi perpecahan elit politik, pemangku kekuasaan politik yang ditandai dengan pemecatan mantan Presiden Ir. H. Joko Widodo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sebagai kader Partai PDI Perjuangan.

Hal ini tidak tertulis dalam konstitusi, karena tidak terdapat tulisan hukum yang abstrak sekalipun mengenai akibat dari suatu pemberhentian seseorang dari parta politik, kecuali seorang anggota legislatif yang terbelenggu, untuk tetap tunduk dan patuh.

Bahkan sanksi sosial sekalipun tidak berdampak signifikan, sehingga partai politik, bisa dikatakan belum mencapai titik tujuannya sebagai daulat suara rakyat.

Kosmetik yang dipasarkan secara brutal melalui platform, menjadi menarik, dengan penampakan kesuksesan dari hasil usaha kosmetik. Bisnis bisa digambarkan sebagai perlawanan proletar dalam merebut kelas oligarki kosmetik yang selama ini dikuasai segelintir kaum.

Menjadi menarik perhatian dibandingkan dengan perlawanan industri air minum dalam kemasan yang sudah terjadi sejak 10 tahun silam, dimana brand kabupaten mulai menguasai pasar AMDK di suatu wilayah tertentu.

Pertanyaannya adalah, sedemikian perlunyakah penampilan glowing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Jika dikaitkan dengan pengaruh budaya, masih perlu dilakukan riset, antara drama korea dengan hasrat untuk menjadikan wajah sebening kaca.

Padahal, tanda penuaan merupakan suatu pengingat, bukan untuk dihilangkan, melainkan disadari sebagai sebuah proses alami untuk lebih sadar diri.

Di penghujung tahun, kemudian negara terhentak oleh temuan mesin offsheet di perpustakaan yang telah mencetak uang, dan diedarkan. Pakar kepalsuan dan keaslian kemudian bermunculan.

Di sisi lain, peristiwa tersebut kemudian memperkuat posisi penyedia jasa transaksi digital. Pertanyaannya, apakah masyarakat dapat dibayar dengan barcode atau metode pinjam dulu seratus dalam momentum politik, atau justru nanti akan bermunculan barcode palsu yang menguras saldo warga masyarakat?

Sebagaimana pameo hukum, het reechten d faiteen aan. Hukum tertatih-tatih mengikuti peristiwa dari belakang.

Diterpa uang palsu, kosmetik palsu, dan kembali sedikit menggelitik jiwa demokrasi, dengan merampas hak demokrasi rakyat melalui wacana pemilihan langsung kepala daerah.

Suatu pemikiran bisnis dalam politik (diartikan sebagai politik untuk kemanusiaan), dimana kemahalan menjadi kerangka pikir. Hal yang khilaf dan menyesatkan menghitung bisnis dalam politik untuk mencabut hak demokrasi tertinggi warganegara memberikan hal suara.

Hanya melalui pemilu, warga negara dapat memberikan hak asasinya dalam mengeluarkan pendapat di bilik suara. Permasalahan praktis, itu teknis menurut petarung politik kemanusiaan. Karena yang dihitung adalah suara rakyat, bukan jumlah uang yang dihabiskan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat.

Di penghujung 2024, dan menyambut tahun 2025, hendaklah kita lebih arif dan bijaksana, bahwa keadaan yang terjadi hari ini, adalah bagian dari proses panjang sejak reformasi 1998, belum sampai pada tujuan. Salah satu bagian dari proses ini adalah memperkuat fungsi, peran dan kedudukan partai politik (bukan anggota legislatif).

Partai politik seharusnya lebih progresif dengan tetap berpegang teguh pada landasan ideologi masing-masing dan tidak memaksakan kehendak legislatornya, yang mungkin saja berselingkuh dengan kepentingan di luar dari isterinya, yaitu konstituen.

Partai politik yang baik, tidak memerlukan kosmetik abal-abal, terlebih kader loncat, melainkan komitmen. Karena uang palsu yang diviralkan nitizen melibatkan momentum politik, maka sudah seharusnya partai politik menjadi garda terdepan menjaga tatanan demokrasi, dengan memperbaiki sistem, bukan menggonta ganti sistem. (*)

Morowali, 31 Desember 2024

  • Bagikan