PAREPARE, RAKYATSULSEL - Universitas Muhammadiyah Kota Parepare (Umpar), menuai sorotan menyusul keluhan sejumlah karyawan dan dosen yang mengaku mengalami pemotongan gaji, yang dinilai dilakukan sepihak oleh pihak kampus. Tidak tanggung-tanggung, pemotongan mencapai 80% dari gaji yang seharusnya diterima.
Jumlah karyawan maupun dosen yang mendapat pemotongan terjadi sejak bulan November 2024 lalu tersebut, pun terus bertambah hingga mencapai 17 orang.
Hal itu dikemukakan sumber di Umpar, yang meminta namanya tidak ditulis. Sumber menyebutkan, pemotongan yang tanpa alasan tersebut dialaminya bersama puluhan karyawan dan dosen.
"Pada November 2024, ada 10 orang yang tidak menerima tunjangan yang sebelumnya kami terima keseluruhan. Dan Desember 2024, jumlahnya bertambah menjadi 17 orang," ungkapnya.
Sumber menyebutkan, pihak kampus juga tidak memberi jawaban tergas terkait alasan pemotongan yang mereka alami.
"Jawaban yang diterima beragam. Dan giliran kami melalukan evaluasi diri dengan melakukan perubahan kinerja sesuai yang dipersyaratkan pihak kampus, tetap saja kami mendapat pemotongan. Ini yang tidak bisa diterima" jelasnya.
Dikonfirmasi terkait hal itu, Wakil Rektor III Umpar, Asram AT Jadda membantah tudingan pemotongan yang dialamatkan pada kampus biru tersebut. Asram menegaskan, tidak ada pemotongan gaji yang dilakukan. Karena, kata dia, gaji pokok masing-masing karyawan maupun dosen, tetap diterima secara utuh.
"Yang dipangkas, beberapa tunjangan. Dan pemangkasan itu berdasarkan variabel kinerja. Ini kebijakan rektor yang baru, yang menginginkan semua berbasis kinerja. Tentu tidak boleh disamakan antara mereka yang produktif dengan yang tidak memberi kontribusi terhadap institusi," katanya.
Kebijakan berbasis kinerja, kata Asram, dilakukan secara ketat menyusul pergantian rektor diakhir tahun 2023 lalu, yang menginginkan agar seluruh karyawan dan dosen, mendapatkan haknya berdasarkan kinerja yang telah dilakukan.
"Tidak boleh ada yang dirugikan atau dizolimi. Pak rektor tidak mau, ada yang sudah bekerja dengan maksimal tapi tunjangannya sama dengan yang kinerjanya tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan kampus. Semua harus berdasarkan kinerja," ujarnya.
Asram memastikan, penghentian tunjangan beberapa karyawan maupun dosen hanya bersifat sementara, yang akan kembali diberikan jika sudah menunjukkan kinerja sesuai variable yang dipersyaratkan pihak kampus.
"Itu juga bagian dari punishment (hukuman). Junlahnya juga tidak lebih dari delapan orang. Kebijakan ini dilakukan, juga untuk menertibkan yang selama ini asal menerima gaji tanpa memenuhi kewajibannya, dan berkontribusi terhadap kampus. Jadi bukan karena kami tidak bisa bayar, tapi karena ini kebijakan untuk kemajuan Umpar ke depan," katanya.
Ditambahkan Asram, pihak Umpar sudah sangat bijaksana dalam menyikapi prilaku sejumlah oknum karyawan maupun dosen yang selama ini tidak bersikap disiplin dengan kinerja yang rendah, karena belum sampai pada tahap teguran tertulis. Selama ini, katanya, yang dilakukan sebatas teguran secara lisan, melalui beberapa kali pertemuan.
"Tapi ke depannya, teguran tertulis akan kita berlakukan. Pada teguran ketiga, akan kita beri pilihan, mau lanjut atau tidak. Dan rencananya, akan diterapkan sistem absen digital, dengan radius tertentu dari lokasi kampus. Tiap karyawan maupun dosen wajib menginput realisasi kerja minimal tiga item dalam satu hari. Ini untuk peningkatan etos kerja, dan menghindari rasa tidak nyaman yang selama ini lebih produktif," paparnya.
Sekadar diketahui, Umpar menerapkan beberapa tunjangans selain gaji pokok pada karyawan dan dosen, diantaranya, tujuangan kinerja, tunjangan kepegawaian, tunjangan makan minum dan tunjangan transport.(*)