Pengamat Ungkap Lambannya Penyaluran DBH Ganggu Stabilitas Pelayanan Pemerintahan Daerah

  • Bagikan
Kantor Pemprov Sulsel

MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) belum sepenuhnya mencairkan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar. Hingga saat ini, DBH tersebut baru dibayarkan untuk empat bulan, dengan rata-rata penerimaan sebesar Rp 30 miliar per bulan.

Akibat keterlambatan tersebut, Pemkot Makassar mengalami defisit anggaran. Total dana yang belum terbayarkan diperkirakan mencapai Rp 240 miliar.

Hal ini menyebabkan Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto mengancam akan merumahkan sekitar 7.000 anggota Tim Laskar Pelangi (Pelayan Publik Terintegrasi) karena honor mereka tidak dapat dibayarkan.

Pengamat Politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Sukri Tamma menjelaskan penyaluran DBH merupakan amanah regulasi yang wajib dilaksanakan.

"Itu ada amanah regulasi, jadi memang harus dilaksanakan sifatnya," ujar Sukri saat diwawancara, Kamis (2/1/2025).

Menurut Sukri, DBH merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang dicantumkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).

Sehingga, jika dana yang sifatnya masuk dalam perencanaan pemerintah kabupaten kota itu tidak dicairkan maka beberapa program kerja yang anggarannya dibebankan pada DBH tidak akan berjalan.

"Jika tidak turun, maka perencanaan pemerintah daerah menjadi bolong. Ada yang tidak bisa dibiayai karena sumber pendanaannya tidak tersedia," jelasnya.

Sukri menjelaskan, sebagai dana yang telah direncanakan sejak awal tahun, maka DBH seharusnya cair tepat waktu untuk mendukung program-program pemerintah kabupaten dan kota.

"Dana ini bukan dana taktis, tetapi dana reguler yang setiap tahunnya ada. Jadi jika tidak dibayarkan, pasti ada kebijakan daerah yang terganggu," tutur Sukri.

Ia juga mengungkapkan, keterlambatan pencairan DBH akan memengaruhi stabilitas pemerintahan di tingkat kabupaten dan kota. Apalagi dana tersebut masuk dalam RAPBD sebagai salah satu sumber penerimaan daerah.

"Karena dia direncanakan sejak awal, asumsinya pasti dibayar. Kalau tidak turun, kinerja pemerintahan pasti terganggu," ujarnya.

Lebih jauh, Sukri menjelaskan, dana DBH sendiri berasal dari pemerintah pusat melalui pemerintah provinsi, yang didistribusikan berdasarkan hasil kegiatan ekonomi seperti pertambangan dan usaha lainnya di wilayah provinsi.

Adapun besaran anggaran tiap daerah tergantung pada persentasenya masing-masing. Atau tergantung pada kontribusi daerah masing-masing.

Untuk itu, adanya keterlambatan pencairan ini dinilai membuat sejumlah program strategis pemerintah daerah kabupaten dan kota terancam tidak berjalan maksimal. Bahkan, beberapa kegiatan yang sudah direncanakan sejak awal tahun terpaksa akan ditunda atau dibiayai dengan skema utang daerah.

"Kegiatan yang dilaksanakan dengan dana DBH ini jika terhambat, pemerintah daerah mau tidak mau harus mencari alternatif lain. Dan itu sering kali berujung pada utang daerah," pungkasnya. (Isak/B)

  • Bagikan