Geliat Provinsi Luwu Raya Menguat

  • Bagikan
rambo/raksul

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Jalan panjang menghadirkan Provinsi Luwu Raya kembali terbentang. Pembentukan daerah otonomi baru di wilayah Timur itu mengemuka setelah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah mengusulkan kepada pemerintah untuk mencabut moratorium pemekaran daerah. Suara dari arus bawah juga terus terdengar. Mengapa dorongan Luwu Raya berpisah dari Sulawesi Selatan terus kian menguat?

Apabila Provinsi Luwu Raya jadi terbentuk, maka empat daerah akan berpisah dari Sulawesi Selatan yakni Kota Palopo, Luwu, Luwu Timur, dan Luwu Utara. Untuk memenuhi syarat sebagai satu provinsi, satu daerah lagi harus dimekarkan menjadi Kabupaten Luwu Tengah.

Provinsi baru ini diperkirakan akan memiliki 1.230.340 penduduk. Provinsi Luwu Raya akan dibentuk dari 38,83 persen wilayah Sulawesi Selatan. Luas wilayah Provinsi Luwu Raya mencapai 17.602 kilometer persegi.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan, Marthen Rantetondok mengaku setuju bila Luwu Raya dijadikan sebagai provinsi baru. Menurut dia, wacana memisahkan kawasan Luwu Raya dari Sulawesi Selatan (Sulsel) sudah lama digaungkan.

Bahkan,. kata dia, hal tersebut adalah bagian dari aspirasi masyarakat di Dapil Luwu Raya kepada legislator yang saat ini duduk di parlemen. Hal itu juga dikuatkan oleh Komite Pusat Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Luwu Raya.

"Saya dukung pembentukan Luwu Raya sebagai provinsi baru. Ini sudah lama jadi aspirasi yang didambakan masyarakat di Luwu," ujar Marthen, Kamis (2/1/2025).

Komite DOB Provinsi membentuk kaukus dengan merangkul sejumlah anggota DPR RI agar moratorium DOB dicabut pemerintah pusat. Bahkan, sejak 2022 telah di bentuk Kaukus Anggota DPR RI Wija to Luwu. Artinya walaupun tidak dari Dapil Luwu tapi ada hubungan dengan Luwu Raya sehingga dilibatkan dalam kaukus ini.

Secara historis, wilayah Luwu Raya memang memiliki karakteristik yang berbeda dan kaya akan potensi sumber daya alam serta budaya yang belum sepenuhnya dikelola oleh provinsi induk. Karena itu, perjuangan untuk memisahkan diri dan membentuk provinsi baru semakin kuat.

Marthen berharap, pemekaran Provinsi Luwu Raya segera terwujud. Apalagi jika dilihat beberapa syarat pembentukan otonomi provinsi baru tersebut sudah terpenuhi.

Politikus Partai Golkar itu mengatakan pemerintah pusat sejatinya tak punya alasan lagi untuk menunda-nunda Luwu Raya menjadi sebuah provinsi.

"Karena syarat-syarat untuk pembentukan Luwu Raya sudah sesuai undang-undang," imbuh dia.

Legislator Sulsel asal Luwu Raya lainnya, Asni menyatakan mendukung percepatan pemekaran Luwu Raya menjadi provinsi baru.

"Insyaallah 1.000 persen kami dukung dan siap bantu semampunya agar ini segera terwujud," kata
Asni.

Menurut dia, masyarakat di beberapa kabupaten dan kota di wilayah tersebut telah memperjuangkan untuk memisahkan diri dari Provinsi Sulawesi Selatan dan membentuk provinsi baru yang lebih dekat dengan kepentingan lokal.

Perjuangan ini, kata dia, sudah berlangsung hampir 10 tahun lebih, memiliki akar sejarah dan politis yang sangat kuat, serta faktor-faktor sosial-ekonomi yang mendalam.

"Salah satu alasan utama yang mendorong wacana pemekaran Luwu Raya adalah jarak yang cukup jauh secara geografis dari pusat pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak di Makassar," tutur dia.

Selama ini, sambung Asni, wilayah Luwu Raya merasa tertinggal dalam berbagai aspek pembangunan jika dibandingkan dengan daerah lain di Sulawesi Selatan. Dia mengatakan, masyarakat di wilayah ini merasa bahwa mereka membutuhkan pemerintahan yang lebih dekat dan lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi mereka.

Politisi PAN itu menegaskan, sangat mengapresiasi organisasi Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) yang mulai aktif kembali mengajak semua tokoh masyarakat dan tokoh yang dianggap berkompeten baik itu parlemen dan eksekutif agar menyuarakan akselerasi pemekaran Luwu Raya.

"Menurut saya pergerakan yang sangat luar biasa dan saya pribadi sangat mendukung itu apalagi Luwu Raya ini sangat potensi untuk jadi provinsi baru. Melihat potensi di Luwu Raya sangat mendukung, juga sumber daya alam sehingga sekarang investor sudah masuk mengelola tambng baik di Luwu Utara maupun Luwu Timur," imbuh dia.

Sekretaris Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) Sulawesi Selatan, Asri Tadda menyatakan pentingnya mempercepat proses pembentukan Provinsi Luwu Raya. Hal itu, dinilai sebagai langkah strategis untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut. Asri mengatakan cita-cita pembentukan Provinsi Luwu Raya telah menjadi agenda bersama masyarakat Tana Luwu.

"Ini adalah amanat dari Datu Luwu agar Tana Luwu benar-benar bisa menjadi 'Wanua Mappatuwo, Naewai Alena,' sebuah spirit kemandirian dan kesejahteraan dengan mengoptimalkan potensi internal yang ada," kata Asri.

Asri menambahkan bahwa aspirasi ini tidak hanya bersifat demokratis, tetapi juga memiliki landasan historis. Ia merujuk pada era Datu Andi Djemma dan presiden pertama, Soekarno, yang menurutnya memiliki jejak visi serupa untuk kawasan tersebut.

Asri menilai beberapa faktor utama yakni potensi besar wilayah Luwu Raya di berbagai sektor, seperti pertanian, perikanan, dan pertambangan.

Sumber daya alam yang melimpah ini, menurut Asri, dapat menjadi fondasi kuat untuk membangun daerah yang mandiri secara ekonomi. Ia juga menyoroti potensi wisata alam di Luwu Raya, yang memiliki daya tarik besar untuk dikembangkan lebih lanjut.

"Dengan kekayaan alam yang melimpah, Tana Luwu memiliki semua prasyarat untuk tumbuh menjadi provinsi yang maju dan mandiri. Kami hanya membutuhkan dukungan infrastruktur dan kebijakan yang memadai untuk mewujudkannya," imbuh Asri.

Dia menambahkan bahwa pembangunan infrastruktur di Luwu Raya perlu ditingkatkan untuk menghubungkan wilayah-wilayah terpencil dengan pusat ekonomi dan pemerintahan.

Hal ini, menurutnya, akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Hal lain adalah pentingnya dekat dengan pemerintahan. Ia menilai secara geografis, wilayah Luwu Raya berada cukup jauh dari pusat pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan di Makassar. Kondisi ini, menurut Asri, menjadi hambatan dalam memberikan pelayanan pemerintahan dan pemerataan pembangunan.

"Menjadikan Luwu Raya sebagai daerah otonomi sendiri adalah langkah bijak untuk mendekatkan pelayanan pemerintahan dan pemerataan pembangunan bagi rakyat," kata dia.

Asri mengeklaim, pembentukan Provinsi Luwu Raya tidak akan merugikan Sulawesi Selatan. Sebaliknya, kata dia, hal itu diyakini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Sulawesi Selatan, mengingat Kota Makassar akan tetap menjadi hub utama sebagai pintu gerbang ke kawasan timur Indonesia.

Untuk merealisasikan pembentukan Provinsi Luwu Raya, Asri menyebutkan, pentingnya pembentukan Kabupaten Luwu Tengah sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Luwu. Dengan adanya Luwu Tengah, syarat administratif minimal lima kabupaten untuk membentuk sebuah provinsi akan terpenuhi. Namun, dia menekankan bahwa keberhasilan ini membutuhkan dukungan politik yang kuat, terutama dari pemerintah pusat.

"Kami berharap pemerintah pusat, khususnya Presiden Prabowo, memberikan atensi serius terhadap aspirasi masyarakat Luwu Raya ini," kata Asri.

Asri juga menyoroti pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan elemen lain di Luwu Raya untuk memastikan proses ini berjalan lancar. "Kami mengajak semua pihak untuk bersatu dalam mewujudkan impian bersama tersebut," pinta Asri.

Sementara itu, pengamat politik pemerintahan dari Universitas Hasanuddin Rizal Pauzi mengatakan pada prinsipnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memungkinkan adanya pemekaran wilayah. Namun, moratorium pemekaran diberlakukan karena banyak daerah pemekaran sebelumnya tidak mampu membiayai diri sendiri.

"Kalau di UU itu ada syarat kelayakan, seperti kemampuan ekonomi, keuangan, infrastruktur, dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun, rata-rata daerah yang dimekarkan tidak memenuhi syarat itu, sehingga banyak yang mengalami defisit," ujar Rizal.

Untuk itu, Rizal menyarankan agar langkah awal untuk mewujudkan pemekaran Provinsi Luwu Raya adalah melakukan kajian akademis yang mendalam. Menurut dia, kajian akademik pemekaran suatu provinsi itu penting untuk melihat potensi apa saya yang bisa menjadikannya mandiri jika melepaskan diri dari provinsi induk.

"Yang pertama harus dilakukan adalah tim akademisi membuat kajian kelayakan. Kita harus melihat apakah provinsi ini layak atau tidak, khususnya dalam aspek Pendapatan Asli Daerah (PAD)," imbuh dia.

Selain itu, Rizal menekankan pentingnya pemenuhan syarat administratif dan teknis, seperti keberadaan lima kabupaten sebagai prasyarat minimal pembentukan provinsi baru. Dia juga mengingatkan bahwa jika persiapan tidak matang, pemekaran provinsi baru bisa berpotensi menimbulkan masalah keuangan.

"Kalaupun dipaksakan, defisit akan menjadi masalah utama baik untuk daerah pemekaran maupun induknya," tutur Rizal.

Mengenai siapa saja yang seharusnya mendorong proses pemekaran Provinsi Luwu Raya tersebut, Rizal berpendapat bahwa inisiatif harus datang dari masyarakat. Rizal mengatakan, DPR hanya dapat berperan sebagai mediator yang menindaklanjuti aspirasi masyarakat melalui kajian dan pengkajian.

"Pemekaran itu harus gerakan dari masyarakat. Tapi, itu juga bisa dimediasi dalam artian bahwa DPR inikan harus berjalan sesuai koridor aturan, kalau ada aspirasi masyarakat, itukan bisa ditindaklanjuti dengan kajian," ujar Rizal.

Sementara mengenai potensi tambang yang melimpah di wilayah Luwu Raya dan sering kali dikaitkan dengan salah satu alasan untuk dilakukannya pemekaran. Menurut Rizal, tambang tidak bisa dijadikan tolak ukur kemandirian daerah. Dia menjelaskan bahwa kewenangan tambang ada di pemerintah pusat, dan kontribusinya ke daerah hanya berupa bagi hasil yang tidak sebesar yang dibayangkan.

"Hasil tambang itu bagi hasilnya ke pusat, bukan sepenuhnya menjadi PAD daerah. Karena itu, potensi PAD yang besar dari sektor jasa atau perdagangan," tutur Rizal.

Selain aspek ekonomi, Rizal juga menekankan pentingnya kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung pemerintahan provinsi baru. Dengan begitu, Rizal menyarankan masyarakat yang mendukung pemekaran provinsi baru turut fokus pada penyusunan dokumen dan kajian.

"Apakah ada sudah ada kantor untuk gubernur dan dinas-dinas baru? Kalau belum ada, akan membutuhkan dana besar," kata dia.

Di sisi lain, menurutnya, pemekaran dianggap dapat memberikan manfaat berupa mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Namun, Rizal mengingatkan bahwa di era digital saat ini, layanan publik sebenarnya sudah bisa dilakukan secara daring.

"Orang tidak perlu jauh-jauh mengurus kebutuhan administratif karena layanan lebih dekat. Jadi, landasan pemekaran harus benar-benar kuat, bukan sekadar alasan mendekatkan layanan," bebernya.

Sementara kekurangan dari pemekaran adalah potensi pemborosan anggaran negara. Dimana semakin banyak pejabat publik yang harus digaji oleh negara, maka biaya negara akan semakin besar dan terbebani.

Rizal juga mencatat bahwa pembentukan provinsi baru membutuhkan APBD yang cukup besar. Sebagai gambaran, Sulsel butuh Rp 10 triliun per tahun untuk menjalankan pemerintahannya. Oleh karena itu, ia menyarankan agar semua pihak yang terlibat dalam upaya pemekaran Luwu Raya fokus pada persiapan yang matang.

"Jika kajian menyatakan layak, maka peluang pemekaran tetap terbuka," imbuh dia. (suryadi-isak pasa'buan/C)

  • Bagikan

Exit mobile version