Gugatan Danny-Azhar: Minta Ditetapkan Pemenang Pilgub

  • Bagikan
rambo/raksul

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Tim hukum Danny Pomanto-Azhar Arsyad mengajukan sejumlah petitum kepada hakim Mahkamah Konstitusi mengenai sengketa hasil Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan 2024. Salah satu permintaan pasangan nomor urut satu ini adalah MK memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Selatan agar mengeluarkan penetapan Danny-Azhar sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih.

Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pendahuluan gugatan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan, Kamis (9/1/2025). Danny-Azhar diwakili lima pengacara yakni Donal Fariz, Rasamala Aritonang, Reyhan Rezki Nata, Adhisti Aprilia Maas, dan Amnasmen.

Dalam tuntutan yang dilayangkan ke MK, Donal Fariz dkk mengajukan dua petitum yang masing-masing berisi empat dan tujuh permintaan kepada hakim konstitusi.

Beberapa di antaranya yakni meminta MK membatalkan keputusan KPU Sulawesi Selatan Nomor 3119 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2024.
Selain itu, tim hukum DIA juga meminta MK menyatakan diskualifikasi kepada pasangan Sudirman Sulaiman dan Fatmawati Rusdi yang memperoleh suara terbanyak.

"Kami meminta MK juga memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan untuk menerbitkan Keputusan Penetapan Pasangan Calon Nomor Urut 01 atas nama Moh Ramdhan Pomanto dan Azhar Arsyad sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2024 dengan perolehan 1.600.029 suara," kata Donald dkk dalam petitum yang dibacakan tersebut.

Selain itu, ada tujuh poin pada petitum kedua yang diajukan ke hakim konstitusi berikutnya. Tim DIA meminta agar MK membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2119 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2024 tertanggal 8 Desember 2024.

Kedua, MK memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan untuk melaksanakan pemungutan suara ulang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2034 di seluruh TPS pada seluruh Kabupaten/Kota pada Provinsi Sulawesi Selatan.

Ketiga, memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan untuk mengangkat Ketua dan Anggota KPPS serta Ketua dan Anggota PPX pada tingkat Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Kelurahan yang tersebar di seluruh Kabupaten/ Kota pada Provinsi Sulawesi Selatan.

"Keempat, memerintahkan Komisi Pemilihan Umum RI untuk melakukan supervisi dan koordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka pelaksanaan putusan ini," ujar Donal.

Poin kelima, berharap MK memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum untuk melakukan supervisi dan koordinasi dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka pelaksanaan putusan MK.

Keenam, MK memerintahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta jajarannya, khususnya Kepolisian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan beserta jajarannya untuk melakukan pengamanan proses pemungutan suara ulang dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan sesuai dengan kewenangannya.

"Ketujuh, memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan untuk melaksanakan putusan ini. Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain. mohon putusan yang seadil-adilnya," imbuh dia.

Permintaan petitum tersebut disertai dengan sejumlah bukti-bukti yang disodorkan kepada hakim konstitusi. Tim hukum menilai, telah terjadi dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada Pilkada Gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Selatan 2024.

Juru bicara Danny-Azhar, Asri Tadda, mengatakan tim hukum menemukan dugaan tanda tangan palsu yang jumlahnya mencapai 90 hingga 130 tanda tangan di setiap tempat pemungutan suara (TPS).

"Kalau rata-ratakan, kami mendapatkan sekitar 110 tanda tangan yang diduga per TPS dari jumlah 14.548 TPS yang tersebar di Sulsel. Dengan demikian maka terdapat 1.600.280 tanda tangan yang diduga palsu," ujar Asri.

"Angka 1.600.280 tanda tangan itu, kami sebutkan sebagai suara siluman. Dugaan tersebut dapat kami perlihatkan di hadapan majelis hakim Mahkamah Konstitusi nantinya," sambung Asri.

Asri mengatakan, dugaan kecurangan yang sifatnya TSM itu dapat dicermati dari dua pendekatan. "Pertama adalah pendekatan selisih partisipasi pemilih dan kedua dilihat dari temuan dugaan tanda tangan palsu di daftar pemilih di seluruh TPS se-Sulsel," beber Asri.

Dari pendekatan selisih partisipasi pemilih, didapatkan fakta bahwa jumlah warga yang menerima undangan memilih rata-rata hanya 50% dari daftar pemilih tetap (DPT). Fakta lainnya adalah, total pemilih yang mendapatkan undangan tetapi kemudian tidak datang ke TPS karena persoalan jarak.

"Kami temukan rata-rata ada 9 orang per TPS yang tidak datang mencoblos karena persoalan jarak. Jadi itu sekitar 1,96% dari total DPT," beber dia.

Dari kedua fakta ini, terlihat bahwa total realisasi pemilih di Pilgub Sulsel adalah 100%-50%-1,96% = 48,04%. Sementara hasil rekap akhir KPU Sulsel disebutkan partisipasi pemilih mencapai 71,8%.

"Jika angka partisipasi versi KPU Sulsel ini dikurangi dengan realisasi pemilih temuan kami, maka ada 23,76% suara tak bertuan, atau sekitar 1.587.360 suara dari total 6.680.807 DPT di Sulsel," jelas Asri.

Pendekatan kedua, lanjut Asri, adalah dari dugaan tanda tangan palsu. Tim hukum DIA menemukan sekitar 90 hingga 130 tanda tangan yang diduga palsu di setiap TPS se-Sulawesi Selatan.

"Nah, kalau dirata-ratakan, maka ada sekitar 110 tanda tangan diduga palsu di setiap TPS. Jumlah TPS di Sulsel ada 14.548, artinya ada sekitar 1.600.280 tanda tangan diduga palsu pada pilgub lalu," imbuh dia.

Kedua pendekatan ini memberikan hasil yang tidak jauh berbeda. Pada pendekatan selisih jumlah partisipasi pemilih sebanyak 1.587.360, sedangkan dari dugaan tanda tangan palsu mencapai 1.600.280.

Dari temuan tim hukum DIA ini, maka disimpulkan bahwa pasangan Danny-Azhar adalah pemenang sesungguhnya dari Pilgub Sulsel.

"Saya kira logis. Versi KPU, paslon DIA dapat 1.600.029 suara, sedangkan Sudirman-Fatma mendapat 3.014.255 suara. Nah, suara paslon 02 ini harus dikurangi dengan jumlah suara siluman yang ditemukan tim hukum DIA. Sehingga hanya dapat 1.587.360 suara saja. Inilah yang tengah kami perjuangkan di MK," imbuh Asri.

Ketua KPU Hasbullah menegaskan bahwa KPU Sulsel telah menyiapkan tim hukum untuk menyanggah pembuktian tersebut.

"Kami menyiapkan tim hukum untuk menjawab segala tudingan pihak menggugat. Karena posisi KPU sebagai tergugat," kata dia.

Sementara itu, hakim ketua panel II yang menangani sengketa Pilgub Sulsel, Saldi Isra memberikan gambaran umum untuk para pemohon gugatan hasil Pilkada 2024. Menurut dia, gugatan hasil Pilkada 2024 diputuskan oleh majelis hakim dengan berdasarkan pada bukti-bukti yang disajikan dalam persidangan, bukan berdasarkan debat opini.

"Saya perlu sampaikan pada pemohon semua. Sidang gugatan Pilkada di MK, sebetulnya pertarungan bukti-bukti autentik, bukan pertarungan opini, bukan pertarungan asumsi. Jadi semuanya akan berbasis bukti," ujar Saldi.

Dia menyebutkan, bahwa pihaknya selaku majelis hakim konstitusi akan memutus perkara gugatan hasil kontestasi kepala daerah dengan seobjektif mungkin.

"Tentu dalam mengambil keputusan, sesuai dengan bukti-bukti yang telah tersaji di persidangan. Semakin banyak bukti akan semakin mudah bagi kami untuk memutus perkara ini," imbuh Saldi.

Selain Saldi Isra, hakim panel II beranggotakan Ridwan Mansyur dan Arsul Sani. Sebelum bertugas di MK, Arsul merupakan anggota DPR sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP).Adapun pada Pilgub Sulsel lalu, PPP menjadi salah satu partai pengusul Danny Pomanto-Azhar Arsyad.

Pengamat demokrasi dan konsultan politik, Nurmal Idrus, mengatakan bahwa hakim memiliki karier dan rekam jejak sehingga diyakini tetap profesional menjalankan tugas. Menurut dia, status sebagai mantan politikus partai tidak akan mempengaruhi jalannya persidangan.

"Bersengketa di Mahkamah Konstitusi itu didasari oleh fakta, data, dan bukti yang diajukan oleh penggugat ataupun yang tergugat dalam hal ini KPU," ujar Nurmal.

Mantan Ketua KPU Kota Makassar itu menyebutkan, adanya eks pengurus partai menjadi hakim MK di sidang Pilkada, itu tidak serta merta bisa ditarik ke belakang. Misalnya, kata dia, hakim berlatar belakang politik lalu kemudian yang disidangkan adalah partai politik pendukung seperti kasus sengketa politik ini semuanya akan bertumpu pada data-data dan bukti-bukti yang disampaikan nanti.

"Jadi, hasilnya tidak akan jauh dari situ (bukti). Nanti tentu yang harus dilihat adalah apakah dalam hal ini penggugat maupun tergugat bisa membuktikan dan membantah fakta yang disajikan," imbuh Nurmal.
"Dan data serta bukti-bukti yang diajukan ke MK, bisa mempengaruhi hasil sehingga bisa meyakinkan hakim konstitusi bahwa telah terjadi hal-hal yang melanggar dalam proses pilkada," ujar dia. (suryadi/C)

  • Bagikan