MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, mendorong tokoh agama untuk tetap kritis terhadap negara tanpa mengorbankan independensi agama. Menurutnya, sikap ini diperlukan agar agama dapat menjalankan fungsi kritisnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Jika kita ingin melihat agama bekerja dalam masyarakat, maka kita harus bertanggung jawab menjadikan agama itu independen. Apa maksudnya agama independen? Agama yang mampu menjalankan fungsi kritisnya," ujar Menag kepada tokoh lintas agama di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Jumat, (10/1).
Dia mengajak para tokoh agama untuk tidak ragu memberikan kritik kepada negara. Sebaliknya, negara juga harus bersikap terbuka terhadap kritik dan masukan tersebut.
"Kita bukan negara Hegel, di mana negara dianggap di atas segalanya," katanya dalam acara yang berlangsung di Asrama Haji Makassar.
Menag menekankan pentingnya hubungan yang harmonis tetapi tetap seimbang antara agama dan negara. Menurutnya, ketergantungan agama pada pembiayaan atau dukungan negara bisa mengurangi independensi agama, sehingga menghambat kemampuannya memberikan kritik konstruktif.
“Ketika agama dan pemimpinnya terlalu bergantung pada pembiayaan negara, maka independensinya berkurang. Bagaimana agama bisa kritis jika ketergantungannya sepenuhnya kepada negara?” ucapnya.
Menag juga mengingatkan bahwa pemimpin agama tidak boleh menjadi subordinasi negara. Sebaliknya, pemerintah harus memfasilitasi umat beragama, bukan mendominasi atau mengintervensi urusan agama.
Lebih lanjut, Menag menyoroti bahaya jika agama digunakan sebagai alat legitimasi politik. Hal ini, menurutnya, dapat mengurangi wibawa agama di mata masyarakat, terutama generasi muda.
“Ketika agama tidak lagi mencerahkan masyarakat, terutama generasi muda, maka mereka akan mulai meninggalkan agama. Fenomena ini sudah terjadi di negara-negara Barat. Mereka percaya kepada Tuhan, tetapi tidak mau beragama. Ini disebabkan oleh agama yang terlalu sering menjadi alat legitimasi politik," jelasnya.
Menag memastikan pandangan ini sejalan dengan UUD 1945 dan Pancasila, serta visi Presiden Prabowo yang sangat menghargai peran ulama dan tokoh agama.
Di akhir pidatonya, Menag menyampaikan harapannya agar agama dan negara dapat berjalan berdampingan dalam membangun bangsa.
“Kita tidak ingin agama maupun negara menjadi lemah. Keduanya harus sama-sama kuat, itulah Indonesia,” katanya.
Dengan menjaga independensi dan fungsi kritisnya, agama diharapkan terus mencerahkan masyarakat sekaligus menjadi mitra konstruktif bagi negara. (ANTARA)