Sengketa di MK Picu Lapor Pidana

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sengketa hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan di Mahkamah Konstitusi memicu masalah baru. Tim hukum pasangan Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi menilai materi gugatan tim hukum pasangan Danny Pomanto-Azhar Arsyad telah mencemarkan nama baik melalui informasi dan transaksi elektronik (ITE). Laporan itu disebut tidak tepat dan tak punya dasar hukum.

Ketua tim hukum dan advokasi pasangan Sudirman-Fatmawati, Murlianto melayangkan laporan dugaan tindak pidana kejahatan informasi dan transaksi elektronik ke Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan. Murlianto melaporkan Calon Gubernur Sulsel, Danny Pomanto atas imbas materi gugatan hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam laporannya, Murlianto mempersoalkan materi gugatan yang disiarkan oleh sejumlah media online yang menuliskan dugaan pasangan Danny-Azhar kepada Sudirman-Fatmawati yang melakukan politik gentong babi dan melibatkan menteri pertanian dalam Pilgub Sulsel. Murlianto sebagai pelapor merasa keberatan dan nama baiknya dicemarkan, padahal pelapor tidak dalam posisi calon maupun subyek yang disebutkan dalam gugatan.

Laporan tersebut dinilai tidak tepat karena dibuat oleh kuasa hukum dan bertentangan dengan Keputusan Bersama (KSB) Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, dan Nomor KB/2/VI/2021 tentang pedoman implementasi atas pasal tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Salah satu poin dalam implementasi Undang-undang ITE disebutkan bahwa delik pidana Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE adalah delik aduan absolut sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 45 ayat (5) Undang-Undang ITE. Sebagai delik aduan absolut, maka harus korban sendiri yang mengadukan kepada Aparat Penegak Hukum, kecuali dalam hal korban masih di bawah dalam perwalian. Termasuk dijelaskan bahwa korban sebagai pelapor harus orang perseorangan dengan identitas spesifik, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.

Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Rahman Syamsuddin mengatakan dalam KUHAP dijelaskan bahwa laporan mengenai pencemaran nama baik termasuk lewat ITE harus dibuat oleh yang bersangkutan atau yang merasa dirugikan dan tidak bisa diwakilkan.

"Kalau melihat KUHAP di Pasal 1 huruf 23 dijelaskan bahwa laporan itu harus disampaikan seseorang dalam hal ini seseorang yang tentu mengalami atau diduga mengalami suatu peristiwa pidana," kata Rahman kepada Harian Rakyat Sulsel, Minggu (12/1/2025).

Adapun orang yang dikuasakan atau kuasa hukum, kata Rahman, baru bisa bekerja bila seseorang yang merasa korban sudah membuat laporan. Menurut dia, peran kuasa hukum nantinya akan bekerja jika pelapor dalam proses pembuktian tidak bisa hadir langsung memenuhi panggilan penyidik kepolisian.

"Kuasa hukum sebenarnya digunakan kalau dalam kondisi atau konteks dia terlapor, bukan sebagai pelapor. Nanti ketika proses selanjutnya kalau pelapor berhalangan maka bisa dikuasakan ke kuasa hukumnya untuk melengkapi alat-alat bukti yang ada, sesuai KUHAP tadi," beber Rahman.

"Baik di KUHAP maupun di undang-undang ITE itu dijelaskan bahwa proses pelaporan itu harus si korban langsung. Namun dalam prosesnya nanti ketika si korban ini melengkapi alat bukti yang ada maka dia boleh menguasakan selanjutnya kepada orang yang dikuasakan," sambung dia.

Rahman menjelaskan, karena proses hukum tersebut berlangsung panjang hingga ke pengadilan, maka dalam proses persidangan pun nantinya pelapor atau korban juga harus hadir memberikan keterangan langsung di depan hakim.

Dalam laporan pencemaran nama baik termasuk lewat ITE, alasan seseorang yang merasa jadi korban disebut harus hadir langsung membuat laporan di kepolisian dikarenakan hanya yang bersangkutan mengetahui dari sisi mana dirinya merasa dirugikan.

"Dia harus ke polisi langsung melaporkan keluhannya, kan, mau ditahu sejauh mana kerugian yang ditimbulkan oleh pelaku terhadap korban. Sehingga dalam konteks yang ada keterangan awal itu sangat penting ketika dia bisa hadir di proses pemeriksaan awal itu. Tapi kalau dalam prosesnya (pemeriksaan) tidak apa-apa penyidik menemui langsung si korban ketika ada pernyataan atau penyampaian yang dianggap penting untuk disampaikan si korban. Tapi untuk dikuasakan di awal laporan, itu tidak bisa," jelas Rahman.

Rahman mencontohkan saat mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendatangi Bareskrim Mabes Polri untuk melaporkan pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya, terkait pencemaran nama baik dalam kasus korupsi e-KTP.

Menurut dia, apa yang dilakukan SBY saat itu tepat karena hanya dia selaku orang yang merasa korban mengetahui dari sisi mana dia merasa dirugikan atau nama baiknya dicemarkan.

"Contoh SBY kemarin sempat melapor langsung ke Polisi terkait pencemaran nama baik waktu itu. Dia paham bahwa dalam KUHAP itu korban harus melaporkan di awal. Tidak bisa seperti itu (diwakili) karena SBY merasa substansi mana yang kena pada dirinya. Kan, yang tahu sisi tersinggungnya adalah korban langsung, bukan kuasa hukumnya," ujar Rahman.

Saat ditanyakan mengenai laporan ini masih berkaitan dengan Pilkada sehingga kuasa hukum Sudirman-Fatmawati yang melapor, menurut Rahman dalam konteks laporan pencemaran nama baik lewat ITE tidak bisa disamakan sebab pencemaran nama baik menyangkut individu seseorang, bukan kelompok.

"Problemnya bukan mengenai pilkada. Konteksnya tetap pada individu. Ini melihat konteks individu bukan karena kelembagaan atau kepentingan lainnya. Ini bicara individu yang merasa nama baiknya dicemarkan," jelas Rahman.

Sebelumnya, Danny-Azhar mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Gubernur Sulawesi Selatan (PHPU Gub Sulsel) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, kubu Danny-Azhar menyinggung soal bantuan dari kementerian. Kuasa hukum Danny-Azhar, Donal Fariz politik gentong babi menjadi salah satu pelanggaran yang dilakukan Andi-Fatmawati di Pilgub Sulsel.

Pork barrel politics atau politik gentong babi merupakan kiasan yang merujuk pada tindakan politisi untuk mengalokasikan dana publik di daerah pemilihannya. Hal itu untuk memastikan politisi itu terpilih dalam pemilihan umum.

"Paling krusial Yang Mulia, praktik nepotisme, kolusi dan Politik Gentong Babi di Pilgub Sulsel," kata Donal.

Donal mengatakan calon Gubernur Andi Sudirman Sulaiman merupakan adik dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Pemohon juga mendalilkan Mentan diduga sengaja menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan Andi Sudirman.

"Dalam rentang waktu 27 Mei 2024, ada anggaran Rp 2,9 triliun yang terdiri dari sejumlah bantuan. 10 Oktober 2024, di berbagai macam tempat, yang menarik bagi kami, yang maju Pilbup Bone, Andi Asman Sulaiman, adik kandung Andi Amran Sulaiman. Jadi sekali menebar dua tiga kandidat jadi," kata Donal.

Donal juga mengatakan, pihaknya mencatat terdapat beberapa bantuan pemerintah dalam kurun waktu Mei-Oktober 2024.Salah satunya bantuan senilai Rp2,9 triliun yang terdiri dari bantuan reguler tahun 2024 Rp356,3 miliar dan bantuan bencana alam Rp48,4 miliar serta bantuan pupuk bersubsidi Rp2,57 triliun di tujuh kabupaten.

Hakim MK Arsul Sani kemudian mempertanyakan lebih lanjut soal berapa total kabupaten atau kota di Sulsel yang mendapatkan bantuan. Donal menyebut pihaknya mencoba melakukan pelacakan APBN. Akan tetapi, di sub bab bagian Sulawesi Selatan pihaknya tidak mendapatkan data dukung dan detail.

"Akhirnya metode yang kami lakukan mengumpulkan pemberitaan dan penyerahan yang diafirmasi langsung oleh menteri yang bersangkutan saat menyerahkan. Total akumulasi kami temukan Rp2,9 T, tapi secara spesifik di gelombang dua ada di beberapa tempat," kata Donal.

Atas materi gugatan itu, tim hukum Sudirman-Fatma melapor ke polisi karena merasa fitnah dan pencemaran nama baik melalui media online. Menurut Murlianto, apa yang disampaikan Danny melalui tim hukum di MK adalah fitnah karena penyaluran pupuk subsidi oleh Kementerian BUMN, yaitu PT. Pupuk Indonesia.

"Begitu pula pengadaan lain yang terkait juga dilakukan oleh BUMN di bidang masing-masing, sehingga tuduhan yang dialamatkan oleh Danny Pomanto merupakan fitnah yang telah memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam UU ITE," kata Murlianto.

Menurut Murlianto, tim hukum Danny Pomanto seperti yang disampaikan di persidangan menuduh Kementerian Pertanian menyalurkan pupuk bersubsidi untuk memenangkan pasangan Sudirman-Fatma.

“Padahal bantuan pupuk itu dari pemerintah untuk membantu para petani di seluruh Indonesia. Bantuan pupuk itu disalurkan oleh Pupuk Indonesia Holding yang berada di bawah koordinasi BUMN, bukan Kementerian Pertanian. Jadi tuduhan itu fitnah besar dan keji,” ujar Murlianto.

Menurut Murlianto perlu dijelaskan pemberian bantuan tidak berkaitan dengan Kementerian Pertanian. Seperti contohnya, pembagian pupuk itu adalah ranah PT Pupuk Indonesia di bawah naungan Kementerian BUMN.

Sementara itu, koordinator hukum Danny-Azhar, Mochtar Djuma Kuasa Hukum Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Moh Ramdhan "Danny" Pomanto dan Azhar Arsyad (DIA), menyoroti laporan Tim Hukum dan Advokasi Andalan Hati ke Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel.

Koordinator tim hukum Danny-Azhar, Mochtar Djuma, menilai laporan yang diajukan oleh tim hukum Sudirman-Fatman tersebut keliru.

"Laporan ini keliru. Sebagai advokat, seharusnya pelapor memahami bahwa tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik tidak bisa hanya didasarkan pada berita yang dibaca di media online. Dalam KUHAP, pelapor harus melihat, mengalami, atau merasakan langsung," ujar Mochtar.

Menurut dia, yang juga dikenal sebagai pengacara senior di Makassar juga menyoroti bahwa laporan tersebut menyangkut materi perkara yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Materi dalam persidangan manapun tidak bisa dijadikan obyek tindak pidana. Selain itu, jika menggunakan UU ITE, pelaporan harus dilakukan langsung oleh korban atau pihak yang dirugikan, tidak bisa diwakilkan," ujar dia. (isak pasa'buan-suryadi/C)

  • Bagikan

Exit mobile version