Untuk mengatasi keterbatasan ruang, pihak sekolah menerapkan sistem pembelajaran bergantian untuk siswa kelas 4 hingga 6. Namun, sistem ini kurang efektif karena suhu panas membuat suasana belajar menjadi tidak kondusif.
Kondisi ini juga berdampak pada penurunan jumlah siswa. Orang tua memilih memindahkan anak-anak mereka ke sekolah lain yang lebih memadai. Hj. Mirati mengungkapkan bahwa jumlah siswa baru untuk kelas 1 menurun drastis dari 30-40 orang menjadi hanya 12 orang. Secara keseluruhan, jumlah siswa berkurang dari 150 menjadi 130 orang dalam tiga tahun terakhir.
“Anak-anak kami sangat membutuhkan ruang belajar yang aman dan nyaman. Kami berharap pemerintah segera menyelesaikan sengketa ini agar sekolah bisa direnovasi,” tegas Hj. Mirati.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Takalar, Darwis, menjelaskan bahwa kendala utama dalam rehabilitasi adalah status lahan yang belum jelas. Sengketa ini melibatkan klaim ahli waris yang, meskipun bersedia lahan tetap digunakan sebagai sekolah, menolak penerbitan sertifikat atas lahan tersebut.
“Rehabilitasi tidak bisa dilanjutkan tanpa kepastian status lahan karena ini menyangkut anggaran negara. Penyelesaian masalah ini berada di tangan Bidang Aset pada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD),” jelas Darwis.
Darwis menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi SDN 95 Campagaya dan berharap masalah ini dapat segera diselesaikan demi masa depan pendidikan siswa di Desa Tamasaju. (Tiro)