Danny Pomanto Ancam Lapor Anggota KPU Sulsel, Pengamat: Berlebihan dan Tidak Dewasa Berpolitik

  • Bagikan
Direktur Profetik Institute, Muh Asratillah

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Rencana Danny Pomanto melaporkan anggota KPU Sulawesi Selatan ke tiga lembaga sekaligus (DKPP, Mabes Polri, dan KPK) dinilai terlalu berlebihan dan tidak dewasa dalam berpolitik.

Menurut pengamat politik, Muhammad Asratillah mengatakan, langkah yang diambil Danny Pomanto, itu terlalu berlebihan dan terkesan tak bisa move on dari Pilgub Sulsel 2024.

"Apa yang dilakukan Danny itu berlebihan. Satu-satunya hal yang bisa menjelaskan motif Danny ini, yah, dia belum bisa move on dari kekalahannya di Pilkada kemarin," kata Asratillah.

Asratillah mengatakan, Danny Pomanto sebagai seorang politikus seharusnya sudah paham mengenai seluruh rangkaian pesta demokrasi yang ada. Terlebih, kata dia, saat ini proses Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Pilgub Sulsel di Mahkamah Konstitusi masih sementara berlangsung dan belum ada putusannya.

"Seharusnya Danny sebagai seorang politisi yang sudah lama malang melintang di dalam dunia politik, sering bertarung, pernah menjadi kepala daerah, seharusnya menghargai dan menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi," ujar dia.

Direktur Politik Profetik Institute itu menjelaskan, upaya hukum yang akan dilakukan oleh Danny Pomanto ini malah akan menjadi bumerang untuk dirinya.

Terutama, kata dia, citra Danny yang selama ini telah dibangun disebut akan dinilai terbalik oleh publik bahwa ternyata tidak bisa menerima kekalahan dalam suatu pertarungan politik.

Apalagi, lanjut Asratillah, dalam Pilgub Sulsel 2024, suara yang diperoleh oleh Danny Pomanto-Azhar Arsyad sangat jauh dari suara Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi.

Dari hasil rekapitulasi KPU Sulsel, Sudirman-Fatma memperoleh suara sah sebanyak 3.014.255, atau unggul sekitar 1,4 juta suara atas pasangan Danny Pomanto-Azhar yang memperoleh total suara sah sebanyak 1.600.029.

"Saya pikir hal yang akan dilakukan Danny ini itu justru akan menggerus citra baiknya. Publik akan menilai Danny ini belum bisa legawa, belum bisa menerima kekalahan di pilkada. Andaikan selisih suara tipis, tidak jadi soal. Tapi ini selisihnya jauh. Artinya apa lagi yang dia cari," tutur Asratillah.

Lebih jauh, Asratillah menjelaskan bahwa apa yang dipersoalkan Danny Pomanto di Mahkamah Konstitusi sebenarnya juga terjadi dalam pilkada-pilkada sebelumnya.

Untuk itu, Danny Pomanto disebut sebaiknya menghargai segala proses Pilgub Sulsel sambil menunggu keputusan di Mahkamah Konstitusi.

"Kalau saya, mestinya Danny legawa dengan jiwa kesatria menerima hasil. Kalau, misalnya, ada beberapa temuan cacat administrasi seperti penandatanganan di absensi pemilih itu sesuatu yang berulang juga di pilkada-pilkada lalu (sebelumnya). Artinya kalau gara-gara itu dianggap pilkada ini cacat, maka seharusnya pilkada sebelumnya juga dianggap tidak legitimate, termasuk pilkada yang memenangkan dia di Makassar," imbuh Asratillah.

Asratillah juga menilai, langkah Danny Pomanto ingin melaporkan penyelenggara pemilu ke beberapa lembaga tersebut seolah-olah mengisyaratkan bahwa gugatannya di Mahkamah Konstitusi tidak akan diterima.

Terlebih, selama ini Danny Pomanto bersama kuasa hukumnya dalam beberapa keterangannya di media disebut seolah-olah melakukan framing bahwa mereka merupakan orang yang terzalimi dalam proses pemilihan calon gubernur Sulsel. Pihak penyelenggara atau KPU seolah-olah dinilai telah melakukan persekongkolan yang jahat dengan salah satu peserta untuk menjatuhkannya.

"Saya pikir (sikap ini) dalam pendewasaan demokrasi kita tidak baik. Karena kita tahu juga, tidak ada politisi yang betul-betul bersih dalam karier politiknya, jadi kebiasaan untuk mendemonisasi pihak tertentu untuk mencitrakan diri sebagai pahlawan saya pikir itu terlalu kekanak-kanakan secara politik," imbuh dia.

Asratillah menyampaikan dalam kacamata hukum memang setiap orang memiliki hak untuk melaporkan suatu masalah jika dianggap merugikan dirinya, tapi secara politik sikap tersebut dianggap tidak dewasa.

"Ini dari kacamata politik, kurang dewasa bersikap. Dia mau memperlihatkan bahwa secara konspirasi ada pihak yang mau menggagalkan dia sebagai calon gubernur, padahal di lapangan banyak pemilih tidak pilih dia. Intinya kalau secara politik itu kurang mencerminkan sikap politisi yang matang dan justru ke kanak-kanakan," imbuh dia. (isak pasa'buan/B)

  • Bagikan