MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Selatan terus dicekcoki masalah hukum. Terbaru, calon gubernur Sulsel, Danny Pomanto mengancam akan melaporkan komisioner ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Mabes Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Lantas, apa sebetulnya misi besar Danny Pomanto atas ancaman laporan itu di tengah gugatan hasil pemilihan gubernur Sulawesi Selatan di Mahkamah Konstitusi yang diagendakan diputuskan, malam ini?
Danny Pomanto membenarkan ihwal rencana tersebut. Menurut dia, dalam waktu dekat pihak kuasa hukum akan mendatangi tiga lembaga negara itu untuk membeberkan materi aduan.
"Tim hukum mendesak saya untuk mengadukan anggota KPU Sulsel. Bukti-bukti laporan tengah kami rampungkan," ujar Danny, kepada Harian Rakyat Sulsel, Senin (3/2/2025).
Danny mengatakan, desakan dari tim dan relawan untuk melaporkan KPU Sulsel selaku penyelenggara pemilu atas dugaan kecurangan yang terjadi selama proses tahapan Pilgub Sulsel berlangsung. Menurut dia, KPU sebagai penyelenggara pemilu tidak memposisikan diri sebagai wasit yang seharusnya netral, melainkan ikut "bermain" dalam kontestasi tersebut.
"Dari data yang kami himpun dan menjadi bukti di MK, banyak pelanggaran pada Pilkada 2024 di Sulsel. Ini membuktikan KPU tidak profesional. Ini juga menjadi alasan kami akan mengadukan mereka ke DKPP," beber Wali Kota Makassar itu.
Danny menuturkan, pihaknya melaporkan anggota KPU Sulsel ke DKPP atas dugaan pelanggaran kode etik sebagai penyelenggara pemilu. Tapi, Danny tak merinci dugaan yang dilakukan oleh anggota KPU mengenai laporan ke KPK dan Mabes Polri.
"Semua bukti dan laporan dan dugaan akan menjadi aduan kami ke KPK dan Mabes Polri. Apalagi soal biaya besar anggaran di Pilkada 2024," imbuh Danny.
Ketua KPU Sulsel, Hasbullah enggan merespons rencana pelaporan Danny Pomanto. Alasannya, pihaknya belum mengetahui materi atau dugaan yang akan dilayangkan tersebut.
"Kami belum tahu laporannya. Kan, itu baru rencana," ujar Hasbullah.
Hasbullah mengatakan, mengenai tahapan pilkada 2024, diklaim telah dilaksanakan sesuai dengan tugas dan kewenangan yang telah diatur dalam undang-undang dan peraturan KPU.
"Bagi kami, seluruh tahapan pilkada telah dijalankan sesuai aturan," singkat dia.
Rencana Berlebihan
Rencana Danny Pomanto melaporkan anggota KPU Sulsel ke tiga lembaga sekaligus dinilai terlalu berlebihan dan tidak dewasa dalam berpolitik.
Menurut pengamat politik, Muhammad Asratillah mengatakan, langkah yang diambil Danny Pomanto, itu terlalu berlebihan dan terkesan tak bisa move on dari Pilgub Sulsel 2024.
"Apa yang dilakukan Danny itu berlebihan. Satu-satunya hal yang bisa menjelaskan motif Danny ini, yah, dia belum bisa move on dari kekalahannya di Pilkada kemarin," kata Asratillah.
Asratillah mengatakan, Danny Pomanto sebagai seorang politikus seharusnya sudah paham mengenai seluruh rangkaian pesta demokrasi yang ada. Terlebih, kata dia, saat ini proses Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Pilgub Sulsel di Mahkamah Konstitusi masih sementara berlangsung dan belum ada putusannya.
"Seharusnya Danny sebagai seorang politisi yang sudah lama malang melintang di dalam dunia politik, sering bertarung, pernah menjadi kepala daerah, seharusnya menghargai dan menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi," ujar dia.
Direktur Politik Profetik Institute itu menjelaskan, upaya hukum yang akan dilakukan oleh Danny Pomanto ini malah akan menjadi bumerang untuk dirinya.
Terutama, kata dia, citra Danny yang selama ini telah dibangun disebut akan dinilai terbalik oleh publik bahwa ternyata tidak bisa menerima kekalahan dalam suatu pertarungan politik.
Apalagi, lanjut Asratillah, dalam Pilgub Sulsel 2024, suara yang diperoleh oleh Danny Pomanto-Azhar Arsyad sangat jauh dari suara Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi.
Dari hasil rekapitulasi KPU Sulsel, Sudirman-Fatma memperoleh suara sah sebanyak 3.014.255, atau unggul sekitar 1,4 juta suara atas pasangan Danny Pomanto-Azhar yang memperoleh total suara sah sebanyak 1.600.029.
"Saya pikir hal yang akan dilakukan Danny ini itu justru akan menggerus citra baiknya. Publik akan menilai Danny ini belum bisa legawa, belum bisa menerima kekalahan di pilkada. Andaikan selisih suara tipis, tidak jadi soal. Tapi ini selisihnya jauh. Artinya apa lagi yang dia cari," tutur Asratillah.
Lebih jauh, Asratillah menjelaskan bahwa apa yang dipersoalkan Danny Pomanto di Mahkamah Konstitusi sebenarnya juga terjadi dalam pilkada-pilkada sebelumnya.
Untuk itu, Danny Pomanto disebut sebaiknya menghargai segala proses Pilgub Sulsel sambil menunggu keputusan di Mahkamah Konstitusi.
"Kalau saya, mestinya Danny legawa dengan jiwa kesatria menerima hasil. Kalau, misalnya, ada beberapa temuan cacat administrasi seperti penandatanganan di absensi pemilih itu sesuatu yang berulang juga di pilkada-pilkada lalu (sebelumnya). Artinya kalau gara-gara itu dianggap pilkada ini cacat, maka seharusnya pilkada sebelumnya juga dianggap tidak legitimate, termasuk pilkada yang memenangkan dia di Makassar," imbuh Asratillah.
Asratillah juga menilai, langkah Danny Pomanto ingin melaporkan penyelenggara pemilu ke beberapa lembaga tersebut seolah-olah mengisyaratkan bahwa gugatannya di Mahkamah Konstitusi tidak akan diterima.
Terlebih, selama ini Danny Pomanto bersama kuasa hukumnya dalam beberapa keterangannya di media disebut seolah-olah melakukan framing bahwa mereka merupakan orang yang terzalimi dalam proses pemilihan calon gubernur Sulsel. Pihak penyelenggara atau KPU seolah-olah dinilai telah melakukan persekongkolan yang jahat dengan salah satu peserta untuk menjatuhkannya.
"Saya pikir (sikap ini) dalam pendewasaan demokrasi kita tidak baik. Karena kita tahu juga, tidak ada politisi yang betul-betul bersih dalam karier politiknya, jadi kebiasaan untuk mendemonisasi pihak tertentu untuk mencitrakan diri sebagai pahlawan saya pikir itu terlalu kekanak-kanakan secara politik," imbuh dia.
Asratillah menyampaikan dalam kacamata hukum memang setiap orang memiliki hak untuk melaporkan suatu masalah jika dianggap merugikan dirinya, tapi secara politik sikap tersebut dianggap tidak dewasa.
"Ini dari kacamata politik, kurang dewasa bersikap. Dia mau memperlihatkan bahwa secara konspirasi ada pihak yang mau menggagalkan dia sebagai calon gubernur, padahal di lapangan banyak pemilih tidak pilih dia. Intinya kalau secara politik itu kurang mencerminkan sikap politisi yang matang dan justru ke kanak-kanakan," imbuh dia.
Sidang Dismissal Pilgub Sulsel
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi akan membacakan putusan dismissal untuk memastikan gugatan Pilgub Sulsel akn lanjut pada tahap pembuktian pokok perkara atau tidak dapat diteruskan, malam nanti.
Sambil menunggu putusan itu, Danny menyampaikan pesan yang terkesan memberi kepercayaan dirinya.
"Pantang menyerah adalah kemenangan yang sesungguhnya," tulis Danny.
Danny berharap MK cermat memutuskan hasil gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilgub Sulsel 2024.
"Dengan banyaknya bukti yang dipaparkan oleh tim kuasa hukum kami, tentu optimis, MK akan melanjutkan sidang gugatan ke pokok perkara," ujar dia.
"Kami optimistis, fakta persidangan, dari 300 lebih penggugat, Sulsel dan Makassar paling bagus buktinya," sambung Danny.
Danny menerangkan, apabila bukti dicermati dengan seksama, dugaan tanda tangan pada formulir daftar hadir pemilih tidak terjadi secara sporadik. Artinya, kata dia, tanda tangan ini direncanakan dan tersebar masif, konsisten dan merata di 308 TPS yang tersebar di 153 kelurahan dan 15 kecamatan di Kota Makassar.
"Semua bukti yang kami lampirkan menandakan dugaan pemalsuan ini merupakan bagian daripada kecurangan, pelanggaran yang bersifat terstruktur, masif, dan sistematis," imbuh dia.
Kendati begitu, Danny mengaku legawa apabila putusan MK tidak sesuai dengan harapan. Ia menjelaskan alasannya menggugat hasil pilkada serentak 2024 ke MK bukan untuk melanggengkan kekuasaan.
"Ini melainkan sebagai pembelajaran demokrasi bahwa kecurangan yang terstruktur, masif, dan sistematis terjadi di Sulawesi Selatan," tutur Danny.
Menurut Danny, bukan persoalan kalah atau menang tapi soal benar dan salah. Dia mengatakan, yang menang belum tentu benar dan yang kalah belum tentu salah.
"Insyaallah kebenaran terungkap. Saya bukan post power syndrom, saya bukan tipe penguasa, tapi saya mencintai masyarakat Kota Makassar," ujar dia. (suryadi-isak pasa'buan/C)