JAKARTA, RAKYATSULSEL - Anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pada tahun 2025 mengalami pemangkasan signifikan sebesar Rp 8 triliun. Sebelumnya, anggaran yang disepakati dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah Rp 33,5 triliun, namun setelah pemangkasan tersebut, anggaran yang tersedia kini sekitar Rp 25,5 triliun. Kebijakan penghematan ini berpotensi mempengaruhi kualitas pendidikan, dan berbagai pihak berharap agar hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu tidak terganggu.
Kritikan terhadap Pemangkasan Anggaran
Pengamat pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Doni Koesoema, mengungkapkan keprihatinannya terhadap besarnya pemangkasan anggaran Kemendikdasmen. Menurutnya, pemotongan ini terlalu besar dan belum tentu menghasilkan efisiensi yang diharapkan. "Pemangkasan ini terlalu besar. Penghematan ini belum tentu efisien," kata Doni. Sebagai kementerian yang mengurusi generasi masa depan Indonesia, Kemendikdasmen seharusnya mendapat perhatian lebih, terutama untuk memastikan agar misi mewujudkan wajib belajar 13 tahun dapat berjalan dengan baik.
Doni menekankan, ada beberapa pos anggaran yang tidak seharusnya dipangkas, di antaranya gaji dan tunjangan guru, dana bantuan operasional satuan pendidikan (BSOP), dana pelatihan dan bimbingan guru, serta dana beasiswa untuk siswa. Pos-pos tersebut, menurutnya, adalah bagian dari program-program krusial yang perlu terus berjalan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Kebijakan Efisiensi Anggaran Pemerintah
Pemangkasan anggaran ini merupakan bagian dari kebijakan efisiensi yang diperintahkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Presiden meminta agar jajaran pemerintah pusat dan daerah menghemat anggaran tahun 2025 hingga mencapai Rp 306,7 triliun. Tujuan efisiensi ini adalah untuk mendukung pelaksanaan program-program prioritas pemerintah serta mengantisipasi tantangan ekonomi yang mungkin dihadapi ke depan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, mengungkapkan bahwa meskipun anggaran Kemendikdasmen berkurang, kementerian tetap akan melaksanakan sekitar 25 program prioritas pada tahun 2025. Salah satu program utama yang akan tetap dilaksanakan adalah Program Indonesia Pintar (PIP), yang ditujukan untuk 18,59 juta siswa di jenjang sekolah dasar dan menengah. Selain itu, program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) juga akan diberikan kepada 3.879 siswa dari daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) serta Papua.
Selain itu, Kemendikdasmen juga akan tetap memberikan tunjangan kepada guru non-ASN, seperti Tunjangan Profesi Guru (TPG), Tunjangan Insentif Guru, dan Tunjangan Khusus Guru (TKG). Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) juga akan tetap dijalankan bagi 395.235 guru dalam jabatan dan 19.808 guru Pra-Jabatan.
Efisiensi Belanja Negara
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 menjadi dasar dari kebijakan efisiensi ini. Dalam instruksi tersebut, Presiden Prabowo memerintahkan jajaran kabinet untuk melakukan penghematan anggaran sebesar Rp 306,7 triliun. Sebesar Rp 256,1 triliun dari efisiensi tersebut akan diambil dari anggaran kementerian dan lembaga, sementara Rp 50,5 triliun akan dihemat dari anggaran transfer ke daerah.
Tantangan Pendidikan yang Belum Teratasi
Meskipun terdapat berbagai program prioritas yang akan dilanjutkan, Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, menekankan bahwa masalah pendidikan di Indonesia masih sangat kompleks. Kesenjangan akses pendidikan, terutama di daerah-daerah yang masih kekurangan sekolah dan tenaga pendidik, menjadi salah satu hambatan terbesar. Selain itu, masih terdapat kesenjangan kesejahteraan antara guru Aparatur Sipil Negara (ASN) dan non-ASN, serta perbedaan dalam standar kompetensi mengajar yang harus segera ditangani.
"Permasalahan pendidikan di Indonesia masih sangat kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling terkait," ujar Filep.
Tantangan Akses Pendidikan di Papua
Anggota DPD RI asal Provinsi Papua, David Harol Waromi, juga menyuarakan keprihatinannya terhadap anak-anak di Papua yang kesulitan mengakses pendidikan. Banyak anak di daerah tersebut harus menempuh jarak jauh untuk menuju ke sekolah, yang menyulitkan mereka dalam proses belajar. Untuk itu, ia meminta agar Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah memberikan solusi, seperti menyediakan layanan transportasi seperti bis sekolah, agar anak-anak Papua dapat dengan mudah menuju sekolah.
"Maka dalam kesempatan ini kami meminta Pak Menteri bisa memberikan bis sekolah untuk anak-anak Papua menuju ke sekolah. Kasian pak, anak-anak harus berjalan kaki dengan jarak yang jauh ke sekolah," ujar David.
Harapan untuk Pendidikan yang Lebih Baik
Di tengah berbagai tantangan dan pemangkasan anggaran, Menteri Abdul Mu'ti berkomitmen untuk menggunakan anggaran secara efisien dan tepat sasaran. Ia berharap, meskipun anggaran terbatas, kualitas pendidikan di Indonesia tetap dapat terjaga dan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu dapat terpenuhi. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan semua pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai kesenjangan yang ada dalam sistem pendidikan di Indonesia. (dilansir Kompas.id)