Ishak Abdul Razak Bakari Raih Gelar Doktor, Teliti Pembaruan Hukum Keluarga Islam di Indonesia

  • Bagikan
Ishak Abdul Razak Bakari

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Ishak Abdul Razak Bakari resmi menyandang gelar doktor setelah sukses mempertahankan disertasinya dalam sidang promosi doktor Program Studi Dirasah Islamiyah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, pada Kamis (6/2/2025).

Dalam disertasinya yang berjudul “Pembaruan Hukum Keluarga Islam di Indonesia: Studi atas Pemikiran Kelompok Muslim Feminis”.

Ia meneliti bagaimana kelompok feminis muslim membaca Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 (UUP) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), serta menawarkan gagasan baru terkait hukum keluarga Islam.

Ishak menggunakan metode kualitatif-deskriptif dengan pendekatan ushul fikih. Penelitiannya bersifat library research, dengan mengkaji literatur intelektual feminis muslim Indonesia. Data dianalisis menggunakan content analysis untuk melihat bagaimana gagasan kelompok feminis muslim berkembang dalam wacana hukum keluarga Islam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok feminis muslim mengkritik UUP dan KHI karena dianggap masih bias gender. Beberapa ketentuan dalam dua regulasi itu dinilai tidak mencerminkan kesetaraan, seperti posisi suami sebagai kepala keluarga, kewajiban istri mengurus rumah tangga, serta aturan wali dan saksi pernikahan yang hanya diperuntukkan bagi laki-laki.

Sebagai respons atas ketimpangan itu, kelompok feminis muslim menawarkan konsep pembaruan hukum dalam Counter Legal Draft (CLD) KHI. Dalam CLD-KHI, ada beberapa perubahan mendasar, seperti diperbolehkannya nikah mut’ah dan pernikahan beda agama, serta penghapusan konsep kewalian dan saksi yang berbasis gender. Sebaliknya, poligami yang diperbolehkan dalam UUP dan KHI justru dilarang dalam CLD-KHI. Selain itu, aturan terkait masa iddah, ihdad, dan nusyuz tidak hanya diberlakukan bagi istri, tetapi juga suami.

Namun, gagasan dalam CLD-KHI menuai kritik. Banyak pihak menilai konsep ini bertentangan dengan hukum Islam yang sudah mapan (qath’i) dan tidak sejalan dengan konsensus ulama (ijma’). Ishak dalam penelitiannya mencatat bahwa aspek metodologi dan materi dalam CLD-KHI masih perlu dikaji lebih dalam agar tidak menyimpang dari hukum Islam yang telah baku.

Penelitian ini membuka ruang diskusi lebih luas terkait reformasi hukum keluarga Islam di Indonesia. Ishak berharap kajiannya dapat menjadi referensi bagi pengembangan hukum Islam yang lebih inklusif dan berkeadilan. (*)

  • Bagikan