Teliti Tafsir Esoterik di Tarekat Qadiriyah Gorontalo, Husni Idrus Raih Gelar Doktor

  • Bagikan
Husni Idrus

MAKASSAR, RAKYATSULSEL- Husni Idrus resmi menyandang gelar doktor setelah sukses mempertahankan disertasinya dalam sidang promosi doktor Program Studi Dirasah Islamiyah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, pada Kamis (6/2/2025).

Ketua Sidang Promosi dipimpin langsung oleh Wadir PPS UIN Alauddin Makassar Prof DR Hasyim Hadade M.Ag.

Dalam disertasinya yang berjudul "Tafsir Esoterik Ayat-Ayat Tazkiyatunnufus dan Penerapannya pada Tarekat Qadiriyah Gorontalo". Husni Idrus meneliti corak penafsiran esoterik dalam ajaran Tarekat Qadiriyah di Gorontalo serta bagaimana ajaran tersebut diterapkan dalam praktik keagamaan para pengikutnya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis dengan metode kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Husni menganalisis bagaimana ayat-ayat tentang penyucian jiwa (tazkiyatunnufus) ditafsirkan dalam lingkungan tarekat serta bagaimana pengamalannya memengaruhi praktik keagamaan pengikutnya.

Dari hasil penelitiannya, Husni menemukan bahwa penafsiran esoterik dalam Tarekat Qadiriyah Gorontalo berfokus pada pemahaman hakikat manusia. Konsep ini dikaitkan dengan unsur tanah dalam penciptaan manusia yang disebut thurob, thin, hamain, fakhor, sholsholin, lazib, dan ahsanu takwin. Penafsiran ini bersifat sufi filosofis (nazhari), di mana aspek spiritual lebih dominan dibandingkan kaidah kebahasaan dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.

“Penafsiran tazkiyatunnufus dalam tarekat ini menitikberatkan pada perjalanan jiwa dari asal penciptaan menuju kematian atau fana, yang dipandang sebagai pintu menuju Allah,” ungkap Husni dalam disertasinya.

Ia juga menemukan bahwa penerapan ajaran ini dalam praktik keagamaan mengalami pergeseran. Jika sebelumnya bercorak nazhari, kini lebih bersifat isyari atau berbasis pengalaman spiritual dalam ritual zikir, shalat, dan praktik mandi cahaya. Ajaran ini mengarah pada pencapaian Nur Allah, Nur Muhammad, serta Nur Iman. Namun, Husni menyoroti adanya kecenderungan pengabaian terhadap syariat dalam praktik tersebut, yang berpotensi menimbulkan penafsiran yang tidak sesuai dengan kaidah Islam.

Atas temuannya, Husni merekomendasikan agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) lebih proaktif dalam mengawasi praktik tarekat yang berpotensi menyimpang. Ia juga mendorong pimpinan tarekat untuk memperdalam pemahaman terhadap ajaran Islam, terutama aspek syariat, agar tidak terjadi penyimpangan dalam pengamalan ajaran tasawuf.

“Syariat adalah harga mati dalam Islam dan tidak bisa ditawar dalam pencapaian hakikat,” tegasnya. (*)

  • Bagikan