Hikmah Terlupakan

  • Bagikan
Darussalam Syamsuddin

Oleh: Darussalam Syamsuddin

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Seiring dengan berjalannya waktu, kini kita berada 11 Sya’ban 1446 Hijriah bertepatan dengan 10 Februari 2025. Ajaran Islam menuntun agar kita melakukan muhasabah (introspeksi atau evaluasi) diri di bulan Sya’ban.

Apakah di bulan ini terdapat progres peningkatan atau perbaikan dalam aktivitas keseharian baik dalam hal peribadatan atau pun sosial kemasyarakatan. Apakah jalan di tempat tidak ada perubahan, atau justru berkurang dari apa yang semestinya.

Berkaitan dengan evaluasi atau muhasabah, Syaddad bin ‘Aus meriwayatkan bahwa Rasulullah saw berpesan: “Orang yang beruntung adalah mereka yang melakukan evaluasi diri dan beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya, sedang mereka yang rugi adalah yang memperturutkan hawa nafsu dan berangan-angan kepada Allah”.

Manusia sering kali lalai dalam hal muhasabah atau evaluasi diri dikarenakan mereka mengira akan hidup selamanya, padahal yang paling dekat pada diri setiap orang adalah kematian yang tidak seorang pun dapat memprediksi kapan tibanya waktu ketika Tuhan berkata sudah saatnya untuk pulang.

Kebanyakan orang melupakan keutamaan yang terdapat pada bulan Sya’ban, karena bulan ini terletak di antara dua bulan yang utama yakni Rajab dan Ramadan. Padahal berbagai keutamaan yang terdapat di bulan Sya’ban yakni; pertama, menurut riwayat Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw tidak pernah puasa sunat sebanyak di bulan Sya’ban. Hal ini mengandung makna bahwa di bulan Sya’ban Rasulullah melazimkan puasa sunat dan nanti di akhir Sya’ban yakni 27 dan 28 Sya’ban barulah berhenti puasa sunat karena menjelang Ramadan.

Kedua, Imam Bukhari meriwayatkan bahwa di bulan Sya’ban amal perbuatan umat manusia diangkat ke Rabbul ‘Alamin Pemilik alam semesta. Rasulullah saw berkata: saya senang ketika amalku diangkat ke Tuhan pemilik alam semesta sementara aku berpuasa. Seperti halnya ketika Rasulullah membiasakan puasa Senin dan Kamis sebagai puasa sunat, karena di hari Senin Rasulullah saw dilahirkan.

Ketiga, di bulan Sya’ban dianjurkan memperbanyak selawat kepada Nabi. Sebagaimana firman Allah “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkan salam dengan penuh penghormatan kepadanya” (QS. Al-Ahzab/33 : 56).

Keutamaan selawat kepada Nabi dalam berbagai riwayat dijumpai bahwa setiap doa yang dimohonkan kepada Allah, terhijab atau terhalang sebelum dibarengi dengan selawat kepada Nabi.

Riwayat lain menyebutkan bahwa Al-Tsa’labi seorang sejarawan mengisahkan ketika Yusuf ‘Alaihisalam dikhianati oleh saudara-saudaranya dengan menjatuhkannya ke dalam sumur, pada hari ke empat Jibril datang dan berkata: “Wahai Yusuf siapa yang menjatuhkan kamu ke dalam sumur? Yusuf menjawab: saudara-saudaraku sebapak karena mereka iri dengan kedudukanku di sisi bapakku”.

Jibril berkata: inginkah engkau keluar dari sumur ini? Yusuf menjawab, "Ya". Jibril kemudian mengajari Yusuf sebuah doa yang di dalamnya terdapat selawat kepada Nabi. Dengan doa tersebut Yusuf ‘Alaihisalam keluar dari sumur, beberapa tahun kemudian Yusuf menjadi penguasa di Mesir.

Keutamaan selawat kepada Nabi juga disebutkan dalam riwayat bahwa jauh sebelum Yusuf ‘Alaihisalam, Adam ‘Alaihisalam bapak dari seluruh umat manusia, juga mengantarkan tobatnya dengan menyebut selawat kepada Nabi.

Ketika menjelaskan QS. Al-Baqarah/2 : 37, Jalaluddin Al-Suyuti meriwayatkan hadis: Rasulullah saw bersabda: Ketika Adam berbuat dosa yang dilakukannya itu, dia mengangkat kepalanya ke langit dan berkata, “Aku memohon demi hak Muhammad, ampuni dosaku” maka kemudian Allah mewahyukan kepadanya: Siapa Muhammad itu? Adam menjawab mahamulia asma-Mu.

Dan di situ tertulis: La ilaha illallah Muhammad Rasulullah. Kemudian Allah mewahyukan kepada Adam: Hai Adam, sesungguhnya dia adalah nabi yang terakhir dari keturunanmu. Kalau tidak ada dia, Aku tidak menciptakan kamu. (*)

  • Bagikan