Paris-Islam Sah Pimpin Jeneponto

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pasangan Paris Yasir-Islam Iskandar dalam waktu dekat akan resmi memimpin Kabupaten Jeneponto dalam lima tahun mendatang. Putusan hakim Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan gugatan Muhammad Sarif-Moch Noer Alim Qalby mengukuhkan kemenangan Paris-Islam yang sempat tertunda. Hakim konstitusi menilai berbagai alibi yang diajukan pemohon tidak dapat dijadikan dasar untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU).

Gugatan yang dilayangkan pasangan Sarif-Qalby dengan perkara Nomor 232/PHPU.BUP-XXIII/2025 itu menginginkan adanya pemungutan suara ulang (PSU) di 25 tempat pemungutan suara (TPS) di sejumlah wilayah di Kabupaten Jeneponto.

“Amar Putusan mengadili, dalam eksepsi menolak eksepsi pihak termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar ketua majelis hakim MK, Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan PHPU Kepala Daerah yang disiarkan secara live lewat YouTube, Senin (24/2/2025).

Anggota majelis hakim, Arsul Sani mengatakan pertimbangan hukum menolak permohonan pemohon dikarenakan pemohon tidak dapat membuktikan dalilnya mengenai pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) online sebagai pemilih di daerah lain tetapi menggunakan hak pilihnya di sejumlah TPS di Kabupaten Jeneponto.

Seperti TPS 002 Kelurahan Tanammawang, Kecamatan Bontoramba, TPS 001 dan TPS 005 Desa Mangepong, Kecamatan Turatea, TPS 004 Desa Bontomatene, Kecamatan Turatea, TPS 003 dan TPS 004 Desa Bungeng, Kecamatan Batang, serta TPS 002 Desa Arungkeke, Kecamatan Arungkeke.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jeneponto selaku termohon disebut memberikan jawaban yang pada pokoknya pemilih yang didalilkan Pemohon terdaftar sebagai pemilih di tempat lain dalam DPT online, pada saat menggunakan hak pilihnya Jeneponto adalah telah sesuai dengan alamat pada KTP Elektronik yang dibawa pemilih sebagai pemilih yang tercantum dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK).

Selain itu, Mahkamah juga disebut menerima keterangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Jeneponto yang pada pokoknya menyatakan dugaan pelanggaran di TPS-TPS di atas tidak memenuhi unsur untuk dilakukan PSU, laporan dihentikan karena tidak memenuhi syarat formil dan materil atau ada juga laporan yang tidak diregister.

Pemohon melalui saksinya di masing-masing TPS pun telah menandatangani hasil rekapitulasi di tingkat TPS dan tidak ada keberatan dari seluruh saksi pasangan calon di tingkat TPS terkait.

“Pemohon juga tidak dapat membuktikan bahwa nama-nama pemilih yang didalilkan juga menggunakan hak pilihnya di luar Kabupaten Jeneponto,” kata Arsul Sani.

Menurut MK, penggunaan KTP elektronik yang digunakan pemilih DPK untuk menggunakan hak pilihnya adalah dalam rangka menjamin hak konstitusional warga negara untuk memilih dan untuk memberikan kepastian hukum yang adil serta memperoleh kemanfaatan seoptimal mungkin dalam penyelenggaraan pemilihan maupun warga masyarakat yang akan memberikan hak pilihnya.
MK juga berpendapat warga masyarakat dapat memilih menggunakan KTP elektronik sepanjang bertempat tinggal sesuai dengan alamat yang tercantum dalam KTP.

“Hal tersebut telah dipertegas dengan ketentuan dalam Pasal 53 Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2024 yang pada pokoknya pemilih DPK dapat menggunakan hak pilihnya di TPS yang berada di RT atau RW atau sebutan lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam KTP Elektronik, KK (Kartu Keluarga), biodata penduduk, atau Identitas Kependudukan Digital,” lanjut Arsul Sani.

MK juga menolak dalil yang menyatakan adanya pemilih yang menggunakan hak suara orang lain di TPS. Terhadap dalil ini, terungkap tidak ada rekomendasi PSU pada TPS yang dimaksud.

"Ternyata tidak terdapat rekomendasi untuk dilakukan pemungutan suara ulang (PSU)," ujar dia.

Selanjutnya terhadap permasalahan di TPS 004 Desa Banrimanurung pemilih atas nama Baco yang didalilkan sebagai pemilih yang telah meninggal dunia namun menandatangani daftar hadir pemilih. Dalil ini juga tidak terbukti karena Baco yang dimaksud adalah orang yang berbeda.

"Pemilih atas nama Baco yang berbeda, ternyata saat pemilihan yang bersangkutan hadir dan menggunakan hak pilih," terang Asrul.

Selain dalil-dalil tersebut, Sarif-Qalby juga menyatakan adanya KPPS yang menandatangani daftar hadir pemilih tetap. Hal ini dinilai telah dilakukan pembetulan secara terbuka di hadapan saksi dan panitia pemungutan suara (PPS). Bahkan hal itu telah dicatat dalam formulir model C kejadian khusus. Sehingga dilakukan pembetulan atau coretan.

"Apabila dicermati secara saksama formulir model C hasil TPS 002 Tolo tersebut dan juga tidak ada perbedaan antara jumlah pengguna hak pilih dengan jumlah surat suara yang telah digunakan oleh pemilih," katanya.

"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas mahkamah berpendapat permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," jelas Asrul.

Dalam perkara ini, MK berpendapat permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Terhadap dalil-dalil pemohon selain dan selebihnya karena tidak dibuktikan lebih lanjut dan hal-hal lain yang berkaitan dengan permohonan a quo oleh karena dianggap tidak relevan, maka dalil-dalil dan hal-hal lain tersebut dinyatakan pula tidak beralasan menurut hukum.

Untuk diketahui, dalam petitum Pemohon sebelumnya memohon kepada Mahkamah untuk membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Jeneponto Nomor 799 Tahun 2024 tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Jeneponto tertanggal 8 Desember 2024 dan menetapkan perolehan suara yang benar menurut Pemohon yaitu Paslon 1 Efendi Al Qadri Mulyadi-Andry Suryana Arief Bulu 6.856 suara, Paslon 2 Paris Yasir-Islam Iskandar 83.657 suara, Paslon 3 Muhammad Sarif-Moch Noer Alim Qalby 85.547 suara, dan Paslon 4 Syamsuddin Karlos-M Syafruddin Nurdin 26.119 suara.

Kuasa hukum Paris Yasir-Islam Iskandar, Saiful berterima kasih kepada hakim MK atas putusan tersebut.

"Sejak awal kami optimis bahwa MK akan menolak gugatan Sarif-Qalby. Kami berterima kasih kasih hakim MK benar-benar mengambil keputusan berdasarkan fakta," ujar dia.

Sebagai kuasa hukum pihak terkait, ia menilai keterangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Jeneponto, keliru dalam menerapkan hukum soal adanya rekomendasi PSU di 10 TPS.

"Kami menilai kami menemukan kesalahan penerapan hukum dan analisis fakta yang dilakukan oleh Panwaslu Kecamatan Kabupaten Jeneponto sehingga merekomendasikan PSU di 10 TPS," imbuh Saiful.

Menurut dia, kekeliruan yang dimaksudkan yang mulai Panwaslu kecamatan dalam mengeluarkan rekomendasi (PSU) keliru memaknai penerapan hukum mengenai syarat PSU.

"Panwaslu juga keliru memaknai pemilih yang tidak sah dan Panwaslu keliru menganalisis fakta dan penerapan hukum," beber Saiful.
Ia mencontohkan rekomendasi PSU yang keliru yang diterbitkan pengawas pemilihan yang diterbitkan di Kecamatan Turatea, Jeneponto. Padahal tidak pernah memeriksa fakta tiba-tiba ada rekomendasi.

"Panwaslu yang diterbitkan di Kecamatan Turatea, panwascam ini tidak pernah memeriksa bukti di TPS 007 Bululoe, tiba-tiba mengeluarkan rekomendasi PSU," kata dia. (isak pasa'buan-suryadi/C)

  • Bagikan