Haedar menceritakan, nama Naili mencuat menggantikan Trisal Tahir berdasarkan keinginan bersama tim pemenangan dan simpatisan Trisal-Akhmad. Naili disebut satu-satunya sosok yang bisa menggantikan Trisal Tahir dalam PSU Pilwalkot Palopo.
"Kenapa teman-teman menunjuk nama itu (Naili) karena dianggap menjadi representasi dari Trisal. Kedua, beliau dianggap bisa menjadi trigger, pemicu secara positif bahwa untuk menyatukan tim ini," terang Haedar.
Selain itu, Naili juga dianggap telah memahami konteks politik di Kota Palopo sehingga tidak begitu sulit jika maju mencalonkan diri. Terlebih saat suaminya aktif berkampanye, Naili disebut selalu terlibat turun langsung ke masyarakat.
Termasuk, komunikasi Naili dengan tim pemenangan dan simpatisan Trisal-Akhmad juga disebut sudah terbangun, sehingga tidak sulit lagi untuk menjatuhkan dan memperkuat tim pemenangan sebelumnya.
"Karena ibu Naili ini dulu waktu kampanye selalu ikut suaminya (Trisal Tahir). Kemudian berikutnya, ibu Naili ini paham betul tim-tim yang ada sekarang, sehingga dialah yang bisa menyatukan, dialah yang bisa berkomunikasi baik. Intinya dia paham. Kenapa kita ingin sekali istrinya (Trisal Tahir), karena dia sudah tau tim itu bagaimana cara bergeraknya, tim mau apa, dia sudah tahu," ujar dia.
"Kami juga tidak terlalu susah untuk mensosialisasikan ibu Naili karena bayang-bayang pak Trisal ada di beliau, representasi pak Trisal ada di istrinya," kata Haedar.
Jika partai pengusung menyetujui Naili-Akhmad maju dalam PSU Pilwalkot Palopo, Haedar meyakini akan optimis kembali memenangkan pertarungan lima tahunan itu. Menurutnya, putusan MK tidak akan berdampak pada penilaian masyarakat atau pemilih untuk tetap memilih Naili-Akhmad nantinya.
"Kami anggap ini part kedua, kami ingin menang kedua kalinya. (Putusan MK) justru membuat teman-teman merapatkan barisan, di grup saya liat saling mengajak bagaimana mempertahankan ini. Malah semangat dan solidaritas semakin kuat," tambah Haedar.
Adapun Akhmad Syarifuddin alias Ome mengatakan siap bertarung pada pemilihan Ulang Pilwali Palopo yang akan dijadwalkan KPU. Ia bersedia mendampingi istri Trisal yakni Naili Trisal. "Kami gas poll untuk kedua kalinya. Siapkan mode tempur," imbuh Ome.
Dia menegaskan, meskipun kemenangan bersama Trisal dibatalkan, namun tak gentar maju kembali bersama istri pengusaha tersebut. "Insyaallah 10 kali pertarungan kami siap melayani," kata dia.
Sementara itu, Ketua KPU Sulsel, Hasbullah mengakui bahwa putusan MK merupakan final dan mengikat sehingga pihaknya sebagai penyelenggara akan menjalankan putusan tersebut untuk dilakukan pemilihan ulang Pilwali Palopo 2025 ini. Dia mengatakan, langkah awal yang dilakukan oleh KPU Sulsel bersama dua komisioner tersisa di Palopo adalah berkoordinasi dengan KPU RI selaku pimpinan di tingkat Pusat untuk tahapan dan jadwal. Apalagi KPU RI hingga saat ini masih dipercayakan mengambil alih kewenangan proses sengketa di Pilwali Palopo.
Dengan begitu, pihak KPU juga akan berkoordinasi dengan Pemkot Palopo soal anggaran serta pihak Bawaslu selaku pengawas Pemilu untuk tahapan lanjutan.
"Kami juga akan koordinasi dengan pemerintah daerah mengenai anggaran," ujar Hasbullah.
Anggota KPU Sulsel Marzuki Kadir mengatakan selalu siap menjalankan apapun yang menjadi putusan hakim konstitusi dalam penyelesaian sengketa pilkada.
"Kami sudah menyimak putusan MK. Maka harus siapkan logistik. Terutama untuk melakukan PSU. KPU harus patuh pada putusan MK. Kita (siap laksanakan) apa yang menjadi bunyi dari putusan MK," ujar dia.
Marzuki mengakui logistik PSU dengan waktu yang diberikan oleh MK akan dilakukan pencetakan kembali sebagai langkah untuk pemilihan ulang.
"Kalau yang kemarin hanya 1.000 per kabupaten/kota dan sudah dipakai. Dan itu kalau untuk merancang kembali data itu yang kita gunakan, sudah ada formatnya, jadi tinggal dicetak lagi berapa yang dibutuhkan," kata dia.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Endang Sari menjelaskan, bahwa dengan adanya diskualifikasi calon oleh Mahkamah Konstitusi, maka PSU sudah sepatutnya menjadi mekanisme paling adil.
"Karena ada suara yang sudah memilih kandidat yang dicurigai dan punya potensi didiskualifikasi. Masyarakat kan sudah memberikan suaranya kepada kandidat tersebut, sehingga suara itu tidak bisa hilang begitu saja," ujar dia.
Mantan Komisioner KPU Makassar ini melanjutkan, jika terjadi PSU maka konstelasi politik juga akan menjadi semakin cair dan susah diprediksi. PSU adalah mekanisme yang akan ditempuh lembaga peradilan untuk memerintahkan itu, dan harus dilaksanakan oleh KPU sebagai mekanisme terakhir untuk memurnikan suara.
"Karena ketika suara tercemar dalam rekapitulasi, maka usaha terakhirnya adalah dengan PSU," imbuh Endang. (isak pasa'buan-suryadi/C)