Wacana KPU-Bawaslu jadi Badan Ad Hoc, Ancaman Integritas dan Masa Depan Pemilu

  • Bagikan
Wacana Bawaslu dan KPU jadi Badan Ad Hoc

MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Integritas penyelenggara Pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kembali dipertanyakan pasca-Pilkada Serentak 2024, menyusul banyaknya laporan pelanggaran yang diajukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Muncul wacana agar KPU dan Bawaslu dijadikan sebagai Badan Ad Hoc yang hanya bertugas selama tahapan Pemilu. Namun, wacana ini menuai perdebatan.

Komisioner KPU Sulsel, Romy Harminto, menilai bahwa menjadikan KPU dan Bawaslu sebagai Badan Ad Hoc justru akan meningkatkan potensi pelanggaran Pemilu.

"Saya justru lebih khawatir jika KPU dan Bawaslu dijadikan Ad Hoc. Masa tugas mereka hanya 20 bulan atau selama tahapan saja. Apakah mereka bisa bekerja secara optimal dengan waktu yang begitu singkat?" ujarnya, Senin (3/3/2025).

Romy merujuk pada pengalaman Pemilu 2019 dan 2020, di mana pelanggaran justru lebih banyak terjadi di tingkat penyelenggara Ad Hoc dibandingkan komisioner tetap.

"Jika kita melihat Pemilu sebelumnya, mayoritas pelanggaran terjadi di tingkat Ad Hoc, bukan di tingkat komisioner. Jika KPU dan Bawaslu diubah menjadi Ad Hoc, risikonya bisa jauh lebih besar," ungkapnya.

Menurutnya, jika KPU dan Bawaslu benar-benar dijadikan Badan Ad Hoc, kemungkinan pelanggaran bisa meningkat hingga 80 persen. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya kontrak kerja jangka panjang yang mengikat para penyelenggara Pemilu.

"Saat ini, sebagai komisioner KPU, kami memiliki masa jabatan lima tahun, yang membuat kami berpikir dua kali sebelum melakukan hal-hal yang bisa merusak integritas kami sebagai penyelenggara Pemilu," tambahnya.

  • Bagikan