Bahwa kita perlu mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang membongkar praktek korupsi di PT. Pertamina Patra niaga ini. Tidak mudah untuk mengungkap praktik korupsi di Pertamina karena di samping bisnis di Pertamina sangat tertutup juga dilakukan dengan modus yang rumit dan penuh perencanaan.
Bisnis migas begitu kompleks dan tidak banyak ahli yang bisa mengurai bagaimana proses bisnis minyak ini dari hulu ke hilir. Bahwa karena itu peranan ahli perminyakan dan praktisi migas sangat dibutuhkan untuk memberikan masukan kepada Kejaksaan Agung agar dapat membongkar praktik korupsi di Pertamina ini sampai ke akar-akarnya.
Bahwa menurut keterangan Kejaksaan Agung ada beberapa modus korupsi yang dilakukan di PT. Pertamina Patra Niaga ini yaitu: pertama, mengkondisikan untuk menurunkan produksi kilang dalam negeri dengan cara para pelaku sengaja menolak minyak mentah produksi dalam negeri dengan alasan tidak sesuai spesifikasi kilang (dianggap kualitasnya kurang bagus).
Maka untuk menutupi kebutuhan minyak mentah maupun produk kilang tersebut dilakukan dengan impor dan tentunya dengan kerja sama/persekongkolan dengan mitra usaha terpilih atau broker tertentu. Bahwa lebih parahnya lagi pengadaan impor minyak mentah tersebut sengaja mark up sebesar 13-15 perse yang tentunya menguntungkan pihak broker.
Modus seperti ini sebenarnya sering juga dilakukan untuk kasus-kasus korupsi impor yang lain seperti impor beras, daging dan lain-lain yang pernah terungkap. Modus korupsi terencana ini selalu dimulai dengan pengkondisian jumlah suatu produk (dilaporkan bahwa kebutuhan dalam negeri tidak cukup) sehingga pemerintah punya dalih untuk melakukan impor.
Proses impor tersebut kemudian dijadikan ladang korupsi dengan cara pengkondisian pemenang bagi perusahaan pengimpor (bisa dengan penunjukan langsung) serta penambahan harga impor atau mark up.
Kedua, manipulasi pengadaan BBM dari impor minyak. Dalam pengadaan impor tersebut, pertamina membeli Ron 92 (Pertamax), padahal kenyataannya yang dibeli adalah Ron 90 (Pertalite), kualitasnya lebih rendah. Kemudian dilakukan blending/dioplos/dicampur di depo untuk kemudian dijual sebagai Ron 92 (Pertamax).
Praktik ini jelas tidak hanya berdampak signifikan terhadap kerugian negara yang sangat besar. Tetapi juga sangat menyakitkan masyarakat karena mereka membeli BBM lebih mahal tapi kualitas BBM tidak bagus sehingga dampaknya mobil mereka rusak.
Masyarakat tentu berharap agar penyidikan kasus korupsi yang saat ini ditangani Kejaksaan Agung dapat menjadi pintu masuk untuk membenahi dan memperbaiki tata kelola minyak di Pertamina yang selama ini menjadi tempat berkumpulnya mafia minyak.