Dulu, Presiden Jokowi sebenarnya sudah pernah menyoroti masalah impor minyak ini dan memerintahkan untuk membangun kilang minyak baru, meningkatkan lifting minyak dan mengurangi impor minyak, namun imbauan tersebut tidak pernah di gubris termasuk dari para Menteri BUMN dan pejabat Pertamina.
Ketiga, mafia migas di Pertamina telah lama terdengar namun tidak pernah dibongkar dan diproses secara hukum. Ini sudah berlangsung sejak zaman Orde Baru dan berlanjut sampai dengan kepemimpinan terakhir Presiden Joko Widodo.
Tak aneh jika Pertamina terus merugi bisnisnya padahal sebagai BUMN yang memonopoli minyak tidak ada alasan bahwa Pertamina tidak untung dan kaya. Pertamina merugi karena terus menjadi bancakan korupsi berbagai kepentingan.
Bahwa korupsi di PT. Pertamina Patra Niaga yang ditangani Kejaksaan Agung terjadi pada periode tahun 2018 sampai dengan 2023. Tahun 2018 itu menjelang Pilpres sampai dengan berakhirnya masa jabatan presiden.
Ini dapat dibaca bahwa korupsi yang terjadi tidak terlepas dari adanya perlindungan dari lingkaran kekuasaan pada saat itu. Tidak mungkin pejabat Pertamina Patra Niaga yang mayoritas anak-anak muda dan karier cemerlang ini melakukan praktik korupsi ugal-ugalan dengan kerugian negara yang mencapai ratusan triliun tanpa ada jaminan perlindungan dari lingkaran kekuasaan.
Kasus ini juga menunjukan betapa lemahnya pengawasan baik itu pemerintah maupun DPR dalam hal tata kelola migas termasuk dalam konteks kebijakan impor. Umumnya DPR kita hanya sibuk dan reaktif saja Ketika ada kasus yang mencuat dan membuat heboh masyarakat.
Keempat, bahwa sudah saatnya pemerintah memperbaiki tata kelola minyak di Pertamina dari hulu ke hilir. Tata kelola yang tidak diperbaiki hanya akan membuat korupsi minyak ini akan terus terjadi.
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah bagaimana mengoptimalkan produksi minyak di dalam negeri untuk mengurangi impor minyak demi kemandirian energi.
Bukankah cadangan minyak kita masih banyak yang bisa dieksplorasi dan dieksploitasi. Perlu dipastikan bagaimana sebenarnya angka rill produksi minyak kita (lifhting), karena boleh jadi produksi dalam negeri selama ini memang sengaja diturunkan supaya bisa terus impor.
Pertamina adalah BUMN yang mengelola bisnis dengan uang yang sangat besar dan juga menguasai hajat hidup rakyat Indonesia. Maka Pertamina harus dikelola dengan baik agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi negara dan juga bagi rakyat Indonesia.
Jangan sampai kasus korupsi di PT. Pertamina Patra Niaga yang ditangani Kejaksaan Agung ini akhirnya antiklimaks.
Kita bisa belajar dari korupsi-korupsi besar seperti kasus BTS, timah, Duta Palma dan sebagainya yang ditangani penegak hukum. Pada awalnya heboh dan menyebut banyak nama yang terlibat, namun akhirnya ketika sampai ke pengadilan hanya berhenti sampai di situ saja. Nama-nama yang banyak disebut terlibat itu ujungnya juga tidak tersentuh hukum. Wallahu’alam. (*)