AL-Qur’an : Dari Gua Hirah ke Peradaban Digital

  • Bagikan
Ahmad Razak

Oleh : Ahmad Razak, Dosen Fakultas Psikologi UNM

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril untuk disampaikan kepada ummat manusia.  Dalam keadaan yang hening di Gua Hira pada malam 17 ramadhan, ketika itu Rasulullah SAW sudah sedang bertahannus,  turunlah  wahyu pertama berupa perintah untuk membaca: Iqra’ bismi rabbika alladzi khalaq (Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan). sebuah fondasi penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban umat manusia. Perintah "iqra'" mengandung makna yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada membaca teks Al-Qur'an, tetapi juga membaca alam semesta, membaca diri sendiri, serta membaca segala fenomena dan peristiwa kehidupan pada masa lampau, kini dan masa yang akan datang.

Turunnya wahyu merupakan sebuah transformasi spiritual dan intelektual yang merubah cara pandang ummat manusia. Sebelum turunnya wahyu, masyarakat Arab dan sebagian besar peradaban dunia pada masa itu diliputi oleh kegelapan spiritual dan moral (jahiliyyah). Mereka menyembah berhala, terjebak dalam praktik-praktik khurafat, dan memiliki pemahaman yang terbatas tentang hakikat kehidupan, dan tujuan penciptaan. Tetapi dengan Al-Qur’an, manusia disadarkan dengan konsep ketauhidan (monoteisme) dan terbangunnya akhlakul karimah.  

Selain transformasi spiritual, turunnya Al-Qur'an juga membawa perubahan besar dalam cara manusia berpikir dan memperoleh pengetahuan. Sebelumnya, sumber ilmu pengetahuan terbatas pada mitos, takhyul dan ajaran-ajaran primitive. Kehadiran Al-Qur’an mendorong manusia untuk menggunakan akal pikiran, meneliti, dan mengkaji segala fenomena ciptaan Allah SWT baik yang tersurat maupun yang tersirat – mengkaji ayat-ayat qauliyyah maupun kauniyyah. 

Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT memiliki beberapa nama, diantaranya adalah: Al-Qur’an dan Al-Kitab. Dua nama tersebut mengisyaratkan bahwa ia harus dibaca, ditelaah, dan dipelajari.Tidak hanya sampai disitu, tetapi al-Qur’an harus ditulis dan dikembangkan dalam berbagai dimensi ilmu pengetahuan (sains dan teknologi) agar kehidupan dan peradaban ummat manusia semakin maju dan berkembang. Dengan penekanan membaca dan menulis inilah terjadi peningkatan literasi dan intelektualisme di kalangan ummat islam. Peradaban Islam makin maju dan makin bersinar dengan banyaknya bermunculan intelektual muslim sejati dalam berbagai disiplin keilmuan, sebutkan saja seperti: Imam Al-Ghazali, Ibnu Sina, Al Kindi, Al-Khawarismi dan masih banyak lagi intelektual muslim lainnya yang muncul dari masa ke masa. Dapat dikatakan bahwa 99% dasar-dasar keilmuan telah dibangun oleh kalangan ilmuan muslim.

Dahulu, penyebaran Al-Qur'an dilakukan secara lisan dan tulisan tangan. Para sahabat menghafal ayat-ayat yang diturunkan dan menuliskannya pada berbagai media seperti kulit hewan, pelepah kurma, dan tulang. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, usaha pembukuan Al-Qur'an dilakukan agar tidak ada satu ayat pun yang hilang. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq memprakarsai penghimpunan mushaf, yang kemudian disempurnakan pada masa Khalifah Utsman bin Affan dalam bentuk standar yang kita kenal sekarang.

Seiring berjalannya waktu, Al-Qur'an terus berkembang dalam berbagai bentuk. Dari tulisan tangan, ia beralih ke cetakan kertas setelah ditemukannya teknologi percetakan. Mushaf-mushaf Al-Qur'an pun semakin mudah didistribusikan ke seluruh dunia, memudahkan umat Islam untuk membaca, menghafal, dan mengkajinya. Inovasi ini menjadi tonggak penting dalam penyebaran Islam dan pemahaman terhadap wahyu Allah SWT.

  • Bagikan