Kekuatan visi itu bisa dicermati dari cara seseorang memimpin dan menyampaikan pikiran. Kekuatan visi biasanya tersebar dari pidato, diskusi, debat, dialog, menulis, atau bahkan sekadar bercengkrama.
Orang dengan kekuatan visi sering disebut cerdas. Jadi modal visi itu berarti juga sebagai modal kecerdasan. Visi juga terkait dengan pengalaman dan pembelajaran hidup yang ditempuh oleh seseorang. Penguatan visi ditempuh dengan sekolah formal atau dengan sekolah kehidupan.
Ketiga, kekuatan "value", atau nilai yang dijunjung. Value mungkin bisa disebut sebagai "moral capacity". Value terkait dengan integritas diri. Value berdampak pada prinsip.
Value membentuk karakter orang. Kekuatan value inilah yang membuat seseorang itu disebut "orang baik". Kekuatan value ini membuat kata benda "manusia" menjadi kata sifat "manusiawi". Kekuatan value merubah kata "to have religion" menjadi "to be religious".
Value membuat seseorang itu bukan sekadar berbeda tapi menjadi bermanfaat. Kekuatan value yang menjadikan orang lain itu ingin hidup berdampingan dengan dirinya.
Ketiga kapasitas yang harus dimiliki menurut Pak Idrus, harus berjalan beriringan. Sambil menyimak, saya ingin menyampaikan pendapat tapi keburu tamu-tamu sudah mulai berdatangan.
Saya sebenarnya masih ragu bahwa apakah ketiga kekuatan itu harus selalu hadir secara bersamaan. Karena sejarah secara berulang menceritakan bahwa sosok yang berhasil merubah dunia, bukan dari kalangan yang kuat secara materi, dan sejarah pasti selalu berulang.
Atau Pak Idrus sedang berbicara tentang dunia yang sudah berubah? Mungkin, karena saat menjelang berbuka puasa bersama, saya juga sempat berpikir, bagaimana caranya mengumpulkan orang begitu banyak untuk menyimak sebuah visi tapi tanpa "pappabuka" (makanan pembuka puasa). Kita coba lanjutkan besok. (*)