Berujung Damai, Kasus Rudapaksa di Gowa Tuai Kritik

  • Bagikan

“Suami kedua saya yang memperkosa menantu saya, namanya Bundu Daeng Beta. Saya keberatan karena katanya damai, tapi pemerintah tidak pernah melibatkan saya,” ujarnya sambil berharap agar pelaku tetap diproses secara hukum.

Kritik juga datang dari Kepala Lingkungan Kareloe, Kelurahan Sapaya, Kecamatan Bungaya, Ahmad Mappaempo Dg Tojeng. Ia menyatakan bahwa perdamaian dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan pemerintah kelurahan.

“Iya, mereka berdamai secara sepihak tanpa melibatkan pemerintah kelurahan. Saya ingin tahu siapa yang mereka libatkan dalam proses ini, karena setahu kami mereka mencabut laporan tanpa mempertimbangkan hak suami korban dan istri pelaku. Makanya mertua korban (Dg. Jumalang) tidak terima,” katanya.

Selain itu, organisasi Toddopuli Indonesia Bersatu (TIB) juga mengkritik penghentian kasus ini. Presiden TIB, Syafriadi Djaenaf, menilai bahwa langkah damai yang diambil dan penghentian penyidikan oleh PPA merupakan tindakan yang keliru. Ia menegaskan bahwa tindak pidana pemerkosaan termasuk dalam kategori delik biasa, sebagaimana diatur dalam Pasal 285 KUHP dan Pasal 473 ayat (1) UU 1/2023, sehingga proses hukum tidak bisa dihentikan meskipun para pihak telah berdamai.

“Ini delik biasa. Proses hukum harus tetap berjalan meskipun ada perdamaian, karena tindak pidana ini merugikan kepentingan umum,” tegas Syafriadi.

Menurutnya, meskipun ada kesepakatan damai, hal itu hanya bisa menjadi pertimbangan bagi hakim, bukan otomatis menghapus tanggung jawab hukum pelaku.

  • Bagikan

Exit mobile version