PAREPARE, RAKYATSULSEL - Langit Parepare masih berselimut sejuk ketika gema takbir menggema dari pelataran Lapangan KH. Sanusi Maggu, Kampus II Universitas Muhammadiyah Parepare (UMPAR). Pagi itu, Senin 31 Maret 2025, ribuan jamaah dari berbagai sudut kota berkumpul dalam nuansa khidmat, mengikuti pelaksanaan Shalat Idul Fitri 1 Syawal 1446 H.
Namun, bukan hanya alunan takbir yang menyentuh kalbu. Seorang lelaki berkacamata, mengenakan jas biru bermotif kotak dan kopiah hitam berdiri di mimbar kayu sederhana. Dialah Prof. Dr. Budu, Ph.D, Sp.M(K), M.MedEd, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Dengan suaranya yang tenang namun dalam, ia memulai khutbah bertema “Mengabadikan Amalan Ramadhan”—sebuah renungan panjang yang menyayat kesadaran kolektif umat.
“Semoga dengan Idul Fitri hari ini kita termasuk golongan yang beruntung, diampuni dosa-dosa kita, diterima amal-amal kebaikan kita, dan kelak dimasukkan ke dalam surga-Nya Allah SWT,” ucapnya membuka khutbah.
Seperti tradisi khutbah Muhammadiyah, teks Prof. Budu mengalir tak hanya dari ayat dan hadits, tetapi juga kisah para sahabat, refleksi diri, dan ajakan untuk bertransformasi. Baginya, Ramadhan bukanlah festival ibadah musiman, tetapi ladang pembentukan spiritual yang tak boleh usai dengan adzan maghrib terakhir di bulan itu.
“Pertanyaan paling mendesak adalah: apakah amal kita selama Ramadhan akan diterima? Dan, apakah kita bertekad untuk melanjutkan amalan itu setelahnya?” tanyanya kepada ribuan pasang mata yang menyimak dengan tenang.