PALOPO, RAKYATSULSEL – Temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Palopo yang menyebut bakal calon Wali Kota, Akhmad Syarifuddin Daud alias Ome, melakukan pelanggaran administrasi dalam proses pencalonannya diperkuat oleh pihak Pengadilan Negeri (PN) Palopo.
Humas PN Palopo, Dr. Lustika, SH, MH, menegaskan bahwa Ome pernah berstatus sebagai terpidana pada tahun 2018, dan kasus tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
“Walaupun hukumannya ringan atau bersifat percobaan, tetap dianggap pernah menjadi terpidana,” kata Yustika kepada wartawan, Selasa (8/4/2025). “Surat keterangan (suket) bisa saja keliru, dan kami siap mencabut serta memperbaikinya sesuai ketentuan,” tegasnya.
Yustika menjelaskan bahwa sistem digital yang digunakan PN Palopo memungkinkan siapa pun mengajukan permohonan surat keterangan secara daring. Namun, dalam kasus Ome, sistem tidak mendeteksi riwayat hukumnya karena perbedaan nama yang digunakan.
“Saat mengajukan suket, yang bersangkutan hanya mencantumkan nama ‘Akhmad Syarifuddin Daud’, tanpa gelar doktor di depan namanya. Padahal, saat menjadi terpidana pada 2018, nama yang tercatat adalah ‘Dr. Akhmad Syarifuddin Daud’. Jadi sistem tidak mengenali,” ujarnya.
Setelah mencuatnya polemik ini, pihak PN Palopo melakukan pemeriksaan manual terhadap data lama. Hasilnya, terbukti bahwa Ome memang pernah divonis dalam kasus ujaran kebencian pada 2018.
“Jika surat keterangan yang kami keluarkan tidak sesuai fakta, maka kami di Pengadilan wajib untuk membatalkan atau menganulir surat tersebut,” tandas Lustika.
Sebelumnya, Bawaslu Palopo menyatakan bahwa Ome melanggar ketentuan Pasal 7 ayat 2 huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, serta Pasal 14 ayat 2 huruf f dan Pasal 20 ayat 2 poin b Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024, yang mengatur tentang kejujuran calon dalam menyampaikan riwayat hukum.
Ome diketahui pernah dilaporkan oleh seorang warga bernama Reski Adi Putra dalam Pilkada 2018, dan dinyatakan bersalah atas kasus ujaran kebencian yang berujung vonis pidana. (*)